4

2377 Words
BRAK~ Cerelia mengernyit saat melihat sosok berjubah hitam dengan kepala tertutupi tudung jubah itu memasuki kamarnya. Cerelia tersentak saat menyadari aura dingin pria itu. “kau…. Vampire?” Pria berjubah itu tiba-tiba tertawa dengan sangat kerasnya hingga memenuhi penjuru ruangan. “Oh… Queen Cerelia, kau mengenalku?” seru pria itu dengan nada suara yang terdengar sengaja ia manis-maniskan. Pria itu melepaskan tudung jubah yang menutupi kepala hingga setengah wajahnya. “Andreas?!” Cerelia semakin mengernyit. Kenapa King Vampire memasuki Istana bahkan kamar pemimpin terdahulu dunia Ophelix dengan cara menyusup? “Rupanya kau mengenalku. Baguslah, akan sangat bagus jika kau mengenal seseorang yang akan menjadi pencabut nyawamu ini,” ujar Andreas menatap Cerelia tajam. “Apa maksudmu?!” sentak Cerelia mulai kesal. “Tenanglah…” kekeh Andreas. “Aku hanya ingin membalas dendam atas kematian kakakku,” lanjut Andreas dengan rahang yang mengeras di akhir kata nya. Cerelia mengernyit seraya menatap Andreas bingung. “Kakak? B-bukannya kakakmu meninggal karena binatang buas bersama suaminya?” tanya Cerelia. Andreas semakin menatap Cerelia tajam. “Inilah yang membulatkan tekadku untuk membalaskan dendam kakakku. Kalian sama sekali tidak peduli akan kematiannya yang sebenarnya sangat tak masuk akal itu…” decih Andreas. “KALIANLAH YANG MELENYAPKAN KAKAKKU!!” teriak Andreas dengan penuh amarah. “Tutup mulutmu b******k! Jangan mengarang cerita yang tidak-tidak,” seru Cerelia mencoba tetap tenang, meskipun ia sudah sangat emosi saat ini. Andreas menatap Cerelia seolah merendahkan. “Aku tidak membual. Tanyalah pada suamimu. Kenapa dia menyembunyikan kakakku di tempat ini dan pada akhirnya tetap melenyapkan nyawanya,” ujar Andreas mulai tersulut emosi, tapi ia menahannya. Andreas menghela napas kasar melihat raut wajah Cerelia yang terlihat tak mengerti akan arah pembicaraannya. “Akan kuceritakan mengenai klan Caliborne, bangsa Vampire…” Andreas tersenyum sinis melihat Cerelia yang semakin kebingungan menatap dirinya. “Bertahun-tahun yang lalu. Kakakku menikah dengan adik dari King klan Penyihir. Tanpa persetujuan ayahku." Cerelia mengernyit. Apa yang Andreas katakan benar-benar tidak ia ketahui. Ah! Mungkin semua orang. “Ayah memerintahku langsung untuk mencari kakakku.…dan membunuhnya.” “KAU GILA?!” pekik Cerelia tak percaya. “YA!! AKU MEMANG GILA!! Dan aku berhasil menemukan kakakku bersama suami sialannya itu. Dan sebuah kebenaran membuat ayahku semakin murka. Kakakku telah melahirkan seorang putri, Setelah mengabaikan mereka selama setahun.” Cerelia menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia merasa gagal sebagai seorang Queen Ophelix saat itu, ia sama sekali tidak mengetahui hal ini terjadi pada rakyatnya. “Lalu di mana anak itu?" tanya Cerelia lirih. “Aku juga tidak tau. Kakakku telah melindungi anak itu. Entah di mana keberadaannya,” acuh Andreas. “Lalu apa tujuanmu kemari?” “Ceritaku belum selesai Queen Cerelia,” kekeh Andreas. Cerelia tak merespon. Ia membiarkan Andreas menceritakan segalanya. “Aku tidak bisa membunuh kakakku. Dan saat ayahku mengetauinya, ia semakin murka dan mengurungku di sel tahanan agar ia bisa langsung turun tangan… kau tau? Penyihir sialan itu mati di tangan ayahku karena berusaha keras melindungi istri dan anaknya. Dan….. aku pun membunuh ayahku.” Cerelia menelan saliva nya susah payah. Andreas berjalan agar lebih dekat dengan Cerelia. “Kakakku berhasil selamat bersama putrinya. Kakakku terus berlari hingga ia sampai ke Istana inti dunia Ophelix. Saat itu, Aric lah yang membantu kakakku.” Andreas tersenyum puas melihat air muka Cerelia yang terlihat terkejut dan tak percaya. “Aku tidak tau apa yang terjadi selanjutnya, apa yang mereka bicarakan. Tapi beberapa minggu kemudian aku mendapatkan informasi mengenai keberadaannya, namun ia telah tewas dalam bentuk pengorbanan. Tepat saat kau akan melahirkan anak keduamu, ia melakukan sebuah ritual pengorbanan diri agar kau dan janinmu selamat. Ia menyelamatkmu karena kemauannya sendiri? Entahlah, aku tidak percaya. Aku yakin kakakku terpaksa melakukan ritual itu.” Cerelia menggelengkan kepalanya dengan air mata yang bercucuran. Ia tidak menyangka, suaminya menyembunyikan hal sepenting ini darinya selama bertahun-tahun. Deg Cerelia menyentuh d**a kirinya saat tiba-tiba saja jantungnya berdenyut sakit. Ia menyangga tubuhnya di tepi ranjang saat merasakan energi tubuhnya yang mulai melemah. “Suamimu pasti merahasiakannya kan?” kurasa racunnya mulai bekerja. Andreas tertawa bahagia. Ia tahu, racun yang pelayan tadi berikan pada Cerelia mulai bekerja. Wanita di depannya ini akan merasa organ dalamnya yang terasa hancur secara perlahan. Dengan amarah yang terpancar dari matanya, Andreas langsung menghunuskan pedang yang sedari tadi dipegangnya tepat di jantung Cerelia. Membuat Darah segar keluar dari d**a dan mulut Cerelia. BRUK~ “HAHAHAHA~” Cerelia ambruk dan terbaring di sisi bawah ranjang. Andreas tersenyum puas. Ia beranjak pergi meninggalkan Istana itu setelah membuang pedang yang diselimuti oleh darah Cerelia tepat di dekat wanita itu. . . Aric berjalan mendekati salah satu prajurit kerajaan yang telah tewas. Menyentuh pergelangan tangan prjaurit itu yang Nampak membiru. Andreas mengernyit. Hingga saat ia menyadari mengenai racun tersebut, Aric membelalak terkejut. Baru saja akan memberitahu para prajurit lain mengenai racun tersebut, sebuah anak panah beracun melesat dan mengenai lengan kanannya. TAK~ “ARGGHH!!” Aric mencengkram lengannya yang terkena anak panahan. Aric mencabut anak panah yang menancap lengannya itu dengan sekali hentakan. Aric semakin mencengkamnya kuat saat lengannya mulai membiru. “Anda baik-baik saja Yang Mulia?” tanya salah satu prajurit saat menyadari Aric terkena anak panah beracun. Aric menangguk dengan napas yang terengah-engah. “Hati-hati dengan racun itu. Racun jenis ini sama sekali tidak memiliki penawar apapun.” ‘Cerelia’ Tanpa pikir panjang, Aric langsung membuka portal menuju kamarnya bersama Cerelia. Ia hanya ingin bertemu istrinya untuk terakhir kalinya. Megingat jika ia telah terkena racun mematikan. Matanya membulat sempurna saat ia telah berada di dalam kamar. Bau amis darah yang menyengat tertangkap indera penciumannya. Tes~ Air matanya menetes. Melihat tubuh wanita yang sangat ia cintai itu sudah tak bernyawa lagi. Rahangnya mengeras dengan mata memerah karena emosi. “Andreas,” gumam Aric menatap tajam sebuah pedang yang tergeletak di lantai. Aric mengusap wajahnya kasar sembari mendekati tubuh Cerelia yang sudah tidak bernyawa lagi. “Maafkan aku karena tidak bisa melindungimu Lia…” Aric mengecup kening Cerelia. Setelahnya ia memandang lurus ke depan dengan sorot mata yang tampak menerawang. Pikirannya berputar pada kejadian beberapa tahun lalu. Sesuatu yang ia rahasiakan dari Cerelia selama bertahun-tahun lamanya. “Saat itu, dia datang ke Istana dengan seorang bayi perempuan di gendongannya, bayi itu sangat cantik dengan mata biru jernih seperti ibunya.” . . --Flashback ON-- ”Kumohon My Lord. Bantu aku,” ujar wanita itu dengan air mata yang berucuran. Ditambah kondisinya yang terlihat sangat buruk. Luka sayatan hampir memenuhi seluruh tubuhnya. “Ada apa?” tanya Aric saat mereka telah sampai di ruangan rahasia milik Aric. “Selamatkan aku, mereka ingin membunuhku. Bahkan suamiku telah dibunuh oleh ayahku sendiri,” ujar wanita itu. Wanita itu menceritakan semuanya, bagaimana pernikahannya yang tidak disetujui oleh ayahnya. Bagaimana ayahnya berniat membunuh putrinya sendiri, dan berakhir dengan suaminya yang tewas karena menyelamatkan dirinya dan juga anak mereka yang saat ini ada di gendongannya. “Ku mohon, hikss… lindungi putriku.” Aric menghela napas pelan. “Aku akan memberikanmu sebuah kamar di bagian utara Istana. Di sana hanya ada beberapa dayang dan prajurit. Tinggalah di sana mulai hari ini.” Wanita itu menatap Aric penuh rasa terimakasih. “Terimakasih My Lord." Semuanya berjalan dengan lancar. Wanita itu tinggal di Istana tapi tanpa sepengetahuan Cerelia yang saat itu tengah mengandung. Hingga beberapa minggu kemudian, Cerelia akan melahirkan, tapi kondisinya maupun sang janin sangat lemah. Dan hal itu sangat memungkinkan jika Cerelia maupun sang anak tidak akan selamat. Dan tanpa sepengetahuan siapapun, wanita yang Aric izinkan tinggal di Istana beberapa minggu yang lalu itu, melakukan ritual yang bisa membuat Cerelia dan anaknya sehat, tapi ia harus mengorbankan nyawanya. Wanita itu melakukannya sebagai bentuk rasa terimakasihnya pada Aric yang telah membantunya. Tapi sebelum melakukan ritual tersebut, wanita itu telah meminta kakak dari suaminya melalui telepati agar menjemput putrinya di Istana Ophelix. Wanita itu menyegel kekuatan Immortal dalam tubuh putrinya terlebih dahulu, ia ingin menghilangkan aura Immortal putrinya. Karena ia tau ayahnya pasti akan mencari keberadaan putrinya dan melenyapkannya. Tidak! Ia tidak mau hal itu terjadi. Namun, kesalahan terbesar wanita itu adalah… ia tidak mengetahui jika segel tersebut akan sangat-sangat berbahaya bagi putrinya kelak. Saat Aric mengetahui mengenai apa yang wanita itu lakukan untuk istri dan putrinya, ia menjadi merasa bersalah. Aric pun berniat memperkenalkan putri wanita itu pada istrinya. Tapi tiba-tiba saja sepasang suami istri berdarah Penyihir yang rupanya adalah saudara dari suami wanita itu mendatangi Istana nya. Mereka lah yang akan merawat bayi perempuan itu atas permintaan dari kedua orang tua sang bayi. Sejak saat itu, Aric tidak lagi mengetahui keberadaan sang bayi. Bahkan keberadaannya pun sama sekali tidak dapat dideteksi. --Flashback OFF-- Sesampainya Kenzie di Istana Kaene. Sontak seluruh pasang mata yang ada di sana, menundukkan kepala pertanda hormatnya. Kenzie berjalan dengan auranya yang selalu dingin dan kejam, diikuti Egard dan Ared yang setia mengikutinya dari belakang. "Selamat datang My Lord." Geor menghampiri Kenzie bersama istri--Esta-- dan juga putra sulungnya--Langston Bethani-- memberikan penghormatan dan mempersilahkan Lord mereka agar merasa nyaman di Istana kaum Fairy. "Silahkan My Lord," ujar Geor lagi. Pria itu mempersilahkan Kenzie dan antek-anteknya agar menempati sebuah tempat yang hampir mirip singgasana. Kenzie duduk dengan angkuh di sana. Geor pun segera naik ke atas podium untuk memberikan sambutan. "Terimakasih untuk para pimpinan kaum Mermaid, penyihir, dan Alpha yang telah hadir, dan juga untuk Lord Kenzie yang sangat dihormati. Malam ini kami akan memperkenalkan putri dari keluarga Bethani." Setelah mengatakan sambutan kecil, Esta datang dengan menggandeng seorang perempuan yang wajahnya masih tertutupi cadar. Gadis itu melangkah dengan sangat anggun. Semua orang terpesona melihatnya, mereka sudah menerka-nerka bahwa wajah gadis itu pasti sangatlah cantik, kecuali Kenzie tentunya. Esta dan gadis itu sampai tepat di samping Geor. "Dia adalah putriku, Candy Bethani." Cadar yang menutupi wajah gadis yang namanya Candy itu mulai dibuka. Semua orang cukup tertegun melihat kecantikannya. Berbeda dengan Kenzie, pikirannya terasa tak fokus, aroma gadis itu cukup menyengat tapi tak cukup kuat untuk membuatnya terpesona. Kenzie menatap gadis itu dengan datar. Kenzie merasa bahwa gadis itu terlalu memaksakan aromanya. Berbeda dengan Candy yang kini menatap Kenzie penuh harap. Saat pria itu juga menatapnya, jantungnya benar-benar tak karuan. Terhitung dua kali Kenzie menolak lamarannya. Kali ini, ia yakin Raja itu pasti terpikat padanya meskipun hanya sedikit. Dengan anggun, Candy menundukkan kepalanya. Candy masih saja menjadi pusat perhatian. Ingin sekali gadis itu menghampiri sang Lord dan bertanya apakah pria itu menyukainya. Kenzie mengernyit saat tiba-tiba tubuhnya terasa sakit, tepatnya di bagian dadanya. Ia menoleh agar berhadapan dengan Edgard dan Ared. Kedua panglima nya yang mengerti arti tatapan tuan mereka langsung menganggukkan kepala mengerti dan mulai bergerak keluar. Kenzie beranjak dari duduknya, ia harus segera kembali ke Istana Ophelix, ia merasakan firasat buruk. Namun, Saat akan melangkah pergerakannya dihentikan oleh seseorang. "Anda ingin kemana My Lord?" Suara seorang gadis yang terdengar cukup merdu berhasil menghentikan langkahnya. Ya Kenzie akui gadis ini sempat membuatnya terkejut tapi hanya sedikit, itupun karena aromanya yang memang sangat menusuk tadi. Kenzie hanya menatapnya tajam dan mengabaikan pertanyaan Candy. Pria itu meninggalkan Istana Kaene dengan berteleportasi. Hal tersebut membuat Candy sangat kesal karena Kenzie mengabaikan dirinya. Tapi kekesalannya tertutupi dengan raut wajah tenangnya. Gadis itu sudah sangat terlatih mengendalikan ekspresi dengan pandai. ____ Sepulangnya Evelyn dari menemui kekasih Aaron, mereka berdua tak langsung pulang ke penthouse. mereka masih di area dekat cafe. Di sana sangat sepi, karena suasana malam hari, ditambah lagi hanya diterangi cahaya bulan. Evelyn juga merasakan hal yang sama dengan yang Kenzie rasakan. Di bagian dadanya terasa sakit. Evelyn terus memegang dadanya berharap rasa sakit itu mereda, tapi nyatanya, rasa sakit itu tak kunjung membaik, justru semakin terasa menyakitkan. "Ada apa Princess Evelyn?" tanya Aaron dengan nada khawatir. "K-kita harus segera kembali Aaron. Mom and dad...." Rasa sakitnya tak Kunjung hilang. Pada akhirnya Aaron segera membuka sebuah portal di depan mereka. Aaron segera memapah Evelyn dan memasuki portal itu. Karena kepanikan, Aaron tidak sadar bahwa portalnya tak kunjung menghilang dari tempat mereka tadi bahkan sampai mereka tertelan portal pun. Portal yang berbentuk lingkaran bagai pusaran air itu tak akan hilang kecuali saat fajar datang. Hukum kutukan menggunakan portal di dunia manusia tanpa diterangi cahaya matahari, maka portal itu akan terus muncul sebelum fajar tiba. Dan Aaron melupakan hal itu karena kepanikannya terhadap adik dari Lord-nya. Aaron dan Evelyn pun keluar dari portal tepat di perbatasan Istana. Mereka bisa melihat beberapa prajurit yang tewas dengan tubuh membiru. "BERESKAN MEREKA SEMUA!!" teriak Aaron lantang. Sontak para prajurit menuruti perintah dari Aaron. Aaron kembali membuka portal agar sampai langsung ke dalam Istana tanpa harus melakukan perjalanan terlebih dahulu. Mengingat kondisi Evelyn yang kian memburuk. *** Pemandangan di depan Kenzie membuat pria itu menahan amarah dengan mengatupkan bibirnya dengan rapat, bahkan bisa terdengar suara gemeletup giginya. Bagaimana tidak? Baru saja ia keluar dari portalnya. Kenzie langsung disuguhi dua tubuh tak bernyawa yang berbaring di sisi bawah ranjang ayah dan ibunya. "Mom..dad." Ayah yang ia hormati, dan Ibu yang sangat ia cintai, berbaring tak bernyawa, dengan tubuh ayahnya yang membiru sedangkan ibunya yang dipenuhi darah dan jangan lupakan sebuah pedang yang terlumuri darah Cerelia tak jauh dari posisi berbaring ibunya. Pintu di belakang Kenzie yang memang sedari tadi tertutup, perlahan terbuka. Menampilkan sosok Aaron yang membopong tubuh Evelyn yang sudah tidak separah tadi. "Kakak, kapan kau datang?" tanya Evelyn bingung. Gadis itu masih belum menyadari keberadaan jasad orang tuanya. Tapi Aaron menyadarinya, ia membelalakkan matanya melihat jasad Aric dan Cerelia. Rangkulan Aaron pada tubuh Evelyn juga sudah terlepas. Aaron menatap Kenzie yang saat ini masih terdiam dengan amarah yang meletup-letup. "Lihatlah kedepan Evelyn!" Awalnya Evelyn bingung saat kakaknya berbicara dengan intonasi rendah nan dingin, tapi ia tetap menuruti perintah Kenzie. Matanya semakin membelalak kaget melihat pemandangan di depannya. "MOOOMMM, DAAADDD!!" teriak Evelyn histeris. Gadis itu tak kuasa menahan tangisnya. Ia menangis meraung-raung seraya mendekati jasad orang tuanya. "S-siapa yang melakukan ini Mom?! Hikss.. Aku tidak akan pernah memaafkannya. BANGUN mom, dad. Kalian tega meninggalkanku dan kakak?!" Kenzie mengepalkan tangannya kuat hingga kuku-kuku jarinya memutih. Pria itu menatap tajam sebilah pedang yang tergeletak di lantai. Ia tahu siapa pemiliknya hanya dengan mencium aromanya pun ia tahu siapa pemilik sekakigus pelaku yang membunuh ibu dan ayahnya. 'Caliborne' Edgard dan Ared memasuki kamar Aric dan Cerelia dengan tergesa-gesa. Mereka bisa melihat bahkan mendengar sebelum masuk di kamar itu dengan jelas. Evelyn yang menangis histeris meneriaki ibu dan ayahnya. Keduanya langsung bungkam saat Melihat Aric dan Cerelia tak bernyawa lagi. Ditambah, atmosfer mencekam di seluruh ruangan. Mereka bisa melihat warna mata Kenzie yang awalnya berwarna abu-abu, sekarang justru berwarna gold. Mereka tahu warna itu, warna mata monster Devil yang ada dalam tubuh Kenzie. "Siapkan semuanya....." Seluruh pasang mata menatap Kenzie kecuali Evelyn yang masih menangisi Aric dan Cerelia. "Kita akan menyerang Kerajaan Froid. terutama klan Caliborne." *TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD