3

1644 Words
Keesokan harinya, Kenzie akan dikawal oleh panglima Ared, Edgard dan beberapa prajurit melakukan perjalanan ke wilayah Keane, klan Fairy. Lebih tepatnya melesat. Aaron sengaja Kenzie biarkan tetap di Istana Ophelix. Untuk mengawasi Evelyn, karena Kenzie tau adiknya itu tidak akan tinggal diam di Istana. Jika gadis itu bosan maka Evelyn akan pergi ke dunia manusia tanpa bilang-bilang ataupun izin padanya. Dan Aaron selalu ia tugaskan untuk mengawasi Evelyn di dunia manusia. Seperti saat ini, Evelyn hampir mati kebosanan di Istana. Ibu dan juga ayahnya lebih memilih menghabiskan waktu bersama dan tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk dirinya. Evelyn juga telah memanggil Aaron agar datang ke kamarnya. Saat Aaron datang, dengan semangat Evelyn berbicara dan mengajak pria itu agar ke dunia manusia. "Ayolah Aaron, aku ingin melihat kekasihmu itu," rengek Evelyn. "B-baiklah Princess, tapi kita tidak boleh terlalu lama di sana," ujar Aaron yang tidak berani menolak keinginan adik dari Lord nya. "Baiklah. Ah! Aaron kau yang terbaik!!" pekik Evelyn dengan senang. Tanpa membuang waktu, Evelyn segera membuka sebuah portal yang cukup besar untuk menampung lumayan banyak orang. Gadis cantik itu berteriak kegirangan kemudian memasuki portal tersebut yang kemudian disusul oleh Aaron. Evelyn dan Aaron keluar tepat di sebuah penthouse, tempat Evelyn tinggal jika gadis itu ke dunia manusia. Karena tadinya di Ophelix Evelyn menggunakan gaun panjang melewati mata kaki. Ia harus segera mengganti pakaiannya, begitupun dengan Aaron yang juga memasuki kamar lain yang terdapat di penthouse itu. Evelyn keluar dengan dress santainya yang menjuntai hingga sebatas atas lututnya, yang membuatnya terlihat sangat cantik. Sedangkan Aaron tentunya menggunakan calana jeans dan juga baju kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket hitam. Aaron pun terlihat tak kalah tampan saat dia memakai pakaian Kerajaan ataupun pakaian seperti para manusia pada umumnya. "Baiklah! Di mana tempat kekasihmu saat ini?" tanya Evelyn dengan semangat. "Sepertinya dia berada di cafe flour, karena saat ini merupakan jam kerjanya, Princess." Evelyn mendesis. "Bukankah sudah kubilang, panggil namaku saja tanpa embel embel Princess, apalagi kita sedang di dunia manusia," kesal Evelyn karena Aaron tidak pernah mendengarkan perkataannya jika ia menyuruh pria itu agar berhenti berbicara formal padanya. "B-baik, Princess-- eh maksudku nona Evelyn." Meskipun Evelyn tidak suka mendengar kata nona yang Aaron ucapkan, ia harus tetap menerimanya. Sangat sulit untuk pria kaku seperti Aaron yang sebenarnya tak jauh berbeda dari kakaknya. Entah bagaimana dengan kakaknya yang kejam itu saat bersama seorang wanita nanti? Kakaknya itu pasti akan mengacaukan. "Baiklah antar aku ke tempat itu." Aaron dengan sigap, menyiapkan mobil yang memang miliknya agar mereka tak perlu lagi berjalan kaki. Mobil sport merah yang Aaron kendarai mulai membelah jalanan kota. Hingga beberapa menit kemudian Aaron memarkirkan mobilnya di area parkir yang telah disiapkan jika ingin berkunjung ke cafe flour. Aaron turun lebih dulu dari mobil, kemudian memutari mobil dari depan agar membukakan pintu untuk Evelyn. "Silahkan Princess Evelyn." Evelyn mendengus kasar. Biar bagaimana pun, Aaron selalu saja memanggil namanya dengan embel-embel Princess. Tapi kali ini Evelyn tidak protes, gadis itu sudah lelah mengingatkan Aaron. Aaron dan Evelyn berjalan beriringan, itupun karna paksaan Evelyn saat Aaron justru mengikutinya dari belakang. Pintu cafe berdenting saat Aaron dan Evelyn masuk, pertanda adanya pengunjung. Saat masuk ke dalam cafe, Aaron mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru cafe, ia tengah mencari kekasihnya. Gadis yang berhasil membuatnya jatuh cinta. "Sebaiknya kita duduk di meja itu, Princess Evelyn," ujar Aaron seraya menunjuk sebuah meja yang kosong dan agak sepi dari pengunjung lain. Evelyn tampak tak protes, gadis itu mengikut saja sampai bokongnya mendarat sempurna di kursi yang tersedia di sana. "Apa kau akan tetap menyebut kata Princess padaku, bahkan setelah kekasihmu ada di sini?" sinis Evelyn pada Aaron. Pria itu jelas-jelas salah tingkah saat Evelyn menekan kata kekasihmu padanya. "Maafkan saya, pri-- Evelyn," koreksi Aaron seraya menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. "Baiklah, di mana kekasihmu itu? Siapa namanya? Aku lupa. Hehehe," cengir Evelyn. "Jofyna Jolyn, kau bisa memanggilnya Fyna," seru Aaron yang mulai berbicara dengan santai. Evelyn tidak marah dengan ucapan Aaron, justru ia lebih suka Aaron berbicara layaknya teman seperti ini padanya dibandingkan selalu berbicara formal. "Ya baiklah.... Fyna. Mana gadis itu?" tanya Evelyn tak sabaran. Evelyn memang tipe perempuan yang menyukai hal-hal berbau romantis. Karena itulah saat mendengar Aaron memiliki kekasih, Evelyn lah yang paling semangat. Aaron sedikit menundukkan kepalanya pertanda hormatnya, kemudian berjalan masuk lebih dalam, yang sepertinya area dapur cafe. Sementara itu, Fyna baru saja selesai berkutat dengan alat dan bahan di dapur, sebenarnya tugas Fyna maupun Jesslyn hanya sebagai pelayan yang mengantarkan pesanan. Tapi karena salah satu yang bertugas di dapur tengah cuti, Fyna lah yang menggantikannya sementara. "Fyna, ada seseorang yang mencarimu," seru Sesyl, salah satu rekannya sebagai pelayan cafe. Fyna tanpa banyak tanya, langsung berjalan keluar dari dapur. Saat melihat sosok Pria yang sangat dirindukannya berdiri menjulang di depannya, Fyna tak kuasa menahan perasaan bahagianya. Gadis itu sontak memeluk Aaron. Bertanya apakah Fyna mengetahui jika Aaron adalah makhluk Immortal? Jawabannya adalah tidak!! "Aku merindukanmu," terang Fyna setelah melepaskan pekukannya. "Aku juga, sayang. Tapi, aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang. Ayo!" Tanpa protes, Fyna mengikut saja saat Aaron menarik tangannya lembut ke tempat yang terdapat seorang perempuan di sana. Fyna mengernyit bingung. Sedangkan Evelyn justru tampak tersenyum lebar saat melihat Fyna yang kini tengah kebingungan. "Hay, aku Evelyn Westie Reynand, kau bisa memanggilku Evelyn," ujar Evelyn seraya mengulurkan tangannya dan disambut oleh Fyna yang masih kebingungan. "Jofyna Jolyn, kau bisa memanggilku Fyna." "Fyna, dia---" "Aku sepupu Aaron," seru Evelyn semangat, memotong perkataan Aaron yang akan memperkenalkan siapa dirinya. "Ah salam kenal. Kau juga harus berkenalan dengan Jesslyn," sambut Fyna tersenyum. Beruntunglah gadis itu karena keadaan cafe yang cukup sepi, jadi tak masalah ia berlama-lama bersama Evelyn maupun Aaron. "Siapa Jesslyn?" tanya Evelyn bingung "Dia sahabatku," jawab Fyna berseri-seri. "Baiklah, ajak dia kemari." Fyna mengangguk dan segera beranjak meninggalkan Evelyn dan Aaron untuk mencari Jesslyn. Tepat saat itu juga, Jesslyn muncul setelah dari kamar mandi, untuk membuang air kecil. "Jesslyn, aku ingin memperkenalkanmu dengan sepupu Aaron," ujar Fyna dengan girang. "Sepupu? Aaron punya sepupu?" tanya Jesslyn bingung. "Iya tentu saja. Ya sudah, ayo!!" Jesslyn pasrah saja saat Fyna menyeretnya. Sudah terbiasa bagi Jesslyn seperti ini, mengingat perilaku Fyna yang akan sangat tidak sabaran jika tengah bahagia. "Evelyn, ini sahabatku," ujar Fyna saat sampai di depan Evelyn yang tentunya membuat Evelyn tersenyum lebar. "Evelyn Westie Reynand, panggil Evelyn saja," seru Evelyn semangat seraya mengulurkan tangannya seperti yang ia lakukan pada Fyna tadi. Evelyn sangat suka memiliki teman banyak di dunia manusia. Agar saat ia datang ke dunia ini lagi lain kali, dia tidak akan sendirian seperti biasanya. "Jesslyn Gracious, kau bisa memanggilku Jesslyn," balas Jesslyn tersenyum, yang terlihat sangat cantik di mata Evelyn. Saat kedua tangan Evelyn dan Jesslyn bersentuhan. Evelyn sedikit tersentak kaget dan melepaskan tautan tangan mereka. "Ada apa?" tanya Jesslyn bingung. "A-ah tidak apa-apa! Hehehe," cengir Evelyn. Mereka pun mulai berbincang-bincang tapi tak bertahan lama karena Fyna dan Jesslyn harus lanjut bekerja. "Ada apa Princess Evelyn?" tanya Aaron melihat Evelyn. Sedangkan Evelyn yang ditanya masih saja fokus pada pemikirannya. "Entah apakah ini hanya perasaanku saja. Tapi saat bersentuhan dengan Jesslyn tadi, tanganku terasa tersengat listrik dan ada aura yang tidak ku ketahui menguar dari tubuhnya." *** Cerelia menghela nafas gusar. “Aku tidak tau kenapa perasaanku sangat gelisah, Aric.” Berbeda dengan Aric yang Nampak santai-santai saja. “Semuanya akan baik-baik saja,” ujarnya. Cerelia kembali menghela nafas. Mencoba menghilangkan perasaan gelisah yang merayap di relung hatinya. “Mohon ampun Yang Mulia.” Aric dan Cerelia sontak menatap seorang prajurit yang memasuki kamar mereka dengan posisi berlutut. “Ada apa?” tanya Aric. Masih dalam keadaan kepala tertunduk, prajurit itu menjawab pertanyaan Aric. “Terdapat beberapa prajurit Istana tingkat A yang terlihat sudah tidak sadarkan diri di perbatasan Istana Yang Mulia," lapornya. Karena tidak ada Kenzie di Istana Ophelix, Aric lah yang harus mengambil alih. Aric sedikit terkejut mengetahui para prajurit tingkat A yang bisa dibilang memiliki kemampuan tak tertandingi itu bisa ditemukan tak sadarkan diri. “Aku akan kesana,” putus Aric. Setelah prajurit itu pergi, Aric menoleh ke arah Cerelia. “Dengarkan aku Cerelia, mungkin aku akan pergi dalam kurun waktu cukup lama. Kau harus tetap di Istana, mengerti?” pesan Aric saat melihat raut wajah khawatir istrinya. Aric memang merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi ke depannya karena masalah ini. Ia merasa masalah kali ini tidak main-main. Dan Kenzie sedang tidak ada di Istana. Aric hanya merasa kurang yakin dengan kemampuanya saat ini. Karena faktor usia, energinya akan lebih cepat terkuras jika ia mengeluarkan kekuatannya. Ditambah lagi jenis kekuatan Aric memang tingkat tinggi. “Aku pergi.” Aric mencium kening Cerelia lama. Setelahnya ia segera bergegas meninggalkan Cerelia yang menatapnya penuh rasa kekhawatiran. “Hati-hati Aric,” lirih Cerelia. Aric melakukan teleportasi agar ia sampai lebih cepat di perbatasan Istana, meskipun ia harus merelakan tenaganya terkuras dengan sangat cepat. Sesampainya di perbatasan, ia bisa melihat beberapa prajurit Kerajaan yang tergeletak tak sadarkan diri. Sedangkan salah satu dari mereka sudah tak bernyawa. “Apa yang terjadi?” tanya Aric pada salah satu prajurit yang ada di sana. “Sepertinya mereka terkena racun mematikan yang mulia.” Aric mengernyit. Racun? Sejak kapan keamanan Kerajaan Ophelix menjadi selemah ini? TAK Aric membelalakkan matanya saat sebuah anak panah melewati tubuhnya dengan jarak yang cukup dekat. Para prajurit sontak bergerak cepat mencari asal dari datangnya serangan anak panah tersebut. Di lain tempat, seorang pelayan memasuki kamar Cerelia dan Aric dengan membawa segelas teh di atas nampannya. Ia memberikan teh hangat untuk Cerelia. “Minumlah dulu yang mulia. Anda terlihat sangat gelisah.” Dan tanpa curiga, Cerelia meminum teh tersebut hingga tandas. Karena kekhawatirannya, Cerelia menjadi mudah diperbodohi. Terbukti, pelayan tadi tampak tersenyum miring dan Cerelia sama sekali tak menyadarinya. ‘Tunggu saja dalam 15 menit ke depan.’ Saat pelayan tadi telah pergi, Cerelia beranjak dari posisi duduknya yang semula berada di atas ranjang, menjadi berdiri. Terlewat beberapa menit Cerelia berjalan mondar-mandir memikiran suaminya yang tak kunjung kembali. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan keras. BRAK~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD