"Jadi apa yang sedang ingin kamu katakan pada saya?"
Aku menghela napas berat. Ini memang harus aku katakan. Aku tidak bisa membiarkan seorang laki laki jatuh cinta padaku, sementara aku dalam keadaan hamil seperti ini. AKu tidak boleh merusak harapan seorang laki laki sekali lagi. Aku tidak mau ada Damar lain yang menjadi korban ku.
"Saya sedang hamil." ujarku. Ku lihat dia melebarkan kedua matanya begitu terkejut.
"Ka-kamu sudah menikah?"
Apa yang harus aku katakan padanya. Apakah aku ini seorang janda atau malah seorang perempuan yang menjadi korban sebuah pelecehan. Aku sepertinya akan mengatakan keduanya, dan akhirnya aku pun menceritakan semuanya padanya. Tentang aku yang berpacaran dengan seseorang, aku tidak berani menyebut namanya karena aku takut dia mencari tahu dan membuat masalah semakin rumit. Kemudian aku pun mengatakan bahwa aku ini menikah dan kemudian hamil, bahkan sebelum suamiku menyentuhku. Aku sama tidak menceritakan siapa nama mantan suamiku itu. Aku hanya mengatakan bahwa aku menikah lalu kemudian bercerai. Aku tidak mau pak Laksmana kembali mencari tahu tentang siapa Damar itu.
"Rumit sekali." gumamnya.
"Iya. Saya hanya ingin pak mana tidak terjerumus pada kehidupan saya."
Dia lelaki baik. Maka ia pun harus bertemu dengan seorang perempuan yang jauh lebih baik dariku. Aku tidak mau berdosa dengan harus menjadikannya sama seperti Mas Damar.
"Lalu apakah mantan suami mu itu sudah menikah lagi?"
"Aku tidak tahu, karena terkahir ketemu itu tiga bulan yang lalu. Dan setelah itu, dia tidak lagi menemuiku. Aku sangat berharap dia sudah menikah dan hidup bahagia."
"Lalu mantan mu yang melecehkan mu itu bagaimana? apa dia sama sekali enggak mau bertanggung jawab atas perbuatannya itu?"
"Dia ... dia tidak menginginkan anak ini. Dia akan menikah dengan perempuan pilihannya. Dan aku sungguh tidak apa apa. Aku sudah ikhlas."
"Tapi an, dia harus dikasih pelajaran! dia tidak boleh diam berpangku tangan. Sementara kamu dalam kehidupan yang seperti ini. Kamu enggak boleh nyerah, an."
"Terima kasih, pak mana. Saya sudah ikhlas. Saya bisa melalui ini. "
Pak Laksmana terdiam selama beberapa saat, seperti sedang menimang nimang sesuatu. Dia menghela napas dalam, dan kembali menatap padaku. "Siapa laki laki itu, an? siapa laki laki yang telah merusak masadepan mu itu?"
"Pak ... saya sudah tidak mau membahas ini sebenarnya. Namun karena bapak terus memperlihatkan sikap ketertarikan bapak pada saya. maka saya katakan ini pada bapak."
"Agar saya menghindari kamu?"
Aku mengangguk. "Agar bapak tidak menjadi korban saya, seperti suami saya. Karena saya ini enggak layak untuk bapak."
"Terima kasih, an. Tapi hanya saya yang tahu siapa perempuan yang terbaik untuk saya."
Setelah percakapan itu, Pak Mana memang tidak lagi banyak menegurku. Kami memang bertemu, namun pak mana sepertinya mulai menghindariku. Aku terima ini dengan lapang d**a. Karena memang inilah yang aku inginkan. Aku ingin dia berpikir logis. Bahwa aku ini adalah perempuan yang telah dijamah oleh orang lain. Aku tidak akan pernah layak bersanding dengannya.
"Jadi kamu sudah menyampaikan semuanya pada pak mana?"
Saat ini aku bertemu dengan mbak Wela. BTW kehamilan mbak wela ini sudah tujuh bulan dan memang sudah terlihat, Berbeda dengan diriku yang masih saja tidak keliatan karena perutku memang se ramping itu. AKu baru saja empat bulan, dan mungkin akan terlihat ketika kehamilan ku sudah menginjak tujuh bulan. Namun itu pun tidak terlalu kentara karena aku memang memakai dress.
"Iya. "
"apa reaksinya?"
"Dia menghindari aku. Dan aku merasa tenang sekarang." ujarku.
"Kamu yakin?"
Aku menautkan kedua alis atas pertanyaannya itu. "Maksud mbak wela?"
"Kamu yakin pak mana menghindari kamu dan enggak lagi tertarik sama kamu?"
"Ini sudah seminggu, dan pak mana memang enggak lagi nyapa aku kaya dulu. Kita memang sering bertemu di lobi dan juga di parkiran dan kantin. Namun beliau hanya tersenyum kemudian pergi begitu saja. Bukankah itu artinya dia sudah berubah karena apa yang aku katakan itu?"
Mbak Wela menggeleng. "Aku rasa enggak. Karena dia selalu menatap kamu secara diam diam. Aku yakin dia sedang menyiapkan sesuatu untuk memiliki kamu lebih lagi."
"Aku enggak ngerti, mbak."
"Gini. AKu denger desas desus dari para karyawan yang rumahnya dekat dengan pak mana. Katanya saat ini pak mana membeli sebuah apartemen dan akan di berikan untuk kekasihnya. Aku sudah mencari tahu, bahwa selama ini pak mana tidak memiliki seorang kekasih. Dan aku yakin yang dimaksud kekasih oleh para keryawan itu, adalah kamu."
"Tidak mbak. Aku rasa pak mana tidak akan pernah melakukan hal yang sebodoh itu. Tolong jangan membuat gosip yang enggak enggak, mbak. Aku sangat takut jika ada gosip tentang aku dan pak mana, hal itu akan membuat pak mana dalam sebuah kesulitan."
"Kamu ini ..." Ku dengar helaan napas mbak wela. "An, kalau seandainya pak mana beneran merjuangin kamu. Aku punya saran untuk kamu."
"Saran apa mbak?"
"Tolong jangan sia siakan dia. Bahagiakan dia, karena ..." dia terdiam sejenak. "Karena sangat jarang ada lelaki seperti itu. Aku bahkan tidak pernah berani bermimpi untuk menerima hal yang semacam itu dari laki laki seperti dia. Kamu tahu kenapa? karena aku tahu keberuntungan itu tidak ada padaku. Aku sudah pasrah dan aku memang akan hidup berdua saja dengan anaku. Sedangkan kamu, kamu memiliki wajah yang sangat cantik. Aku yakin sekali pak mana memang sedang menyiapkan sesuatu."
***
Mbak Wela cuti hamil, sedangkan aku masih kerja karena aku memang masih terlihat baik baik saja. Namun meski begitu, aku merasa heran karena pekerjaan ku tidak lah banyak setiap harinya, namun gajihku tetap lah sama. Hari ini sepertinya aku sedang enggak fit, karena itu aku harus ke dapur kantor untuk membuat sesuatu.
"Handle pekerjaannya anita, dan serahkan padaku, Berikan dia pekerjaan yang hanya sedikit saja, agar dia tidak merasa jenuh saja."
Langkah ku terhenti, dan aku mendengar suara itu. Aku yakin itu adalah suaranya pak mana. Jadi selama ini pekerjaan ku dia yang meng handle nya? kenapa baik sekali laki laki itu.
"Baik, pak."
"Lakukan dengan rapi, jangan sampai dia tahu semua ini."
"baik, pak." Kemudian percakapan mereka selesai, namun aku segera datang dan membuat pak mana mematung. Aku menunduk da laki laki yang berbicara dengan Pak mana itu segera meninggalkan kami berdua.
"Anita ..."
"Pak mana jangan lakukan itu lagi."
Aku mendekat dan berdiri tepat satu langkah darinya. Aku melihat wajahnya yang murung dan menatapku cemas. "Saya enggak tega melihat kamu kelelahan, an."
"Bapak jangan khawatir, saya akan baik baik saja. Saya sudah bilang sama bapak, kalau saya bisa menangani ini."
"Tapi, an."
"Saya mohon, pak. Saya merasa enggak enak pada yang lain."
Kami hening selama beberapa saat. Kemudian ia mengangkat pandangannya padaku
"Jujur saja, saya enggak tega melihat kamu seperti ini. Saya merasa bahwa kamu memang membutuhkan sebuah perlindungan."
"Terima kasih, Pak Mana. Tapi biarkan saja melindungi diri saya sendiri."
Aku pun pergi meninggalkannya. Aku akan berjuang untuk diriku dan anaku. Laki laki mana pun tidak akan aku ijinkan masuk ke dalam kehidupan kami.