Bab 08 [ Iharasi Sousuke POV ]

2022 Words
Aku mencoba bangun saat Kuroda-san mengguncang bahuku beberapa kali. Wajahnya terlihat khawatir saat sekali lagi telapak tangannya menyentuh dahiku. “Aku tidak apa-apa.” Ujarku sambil menyingkirkan telapak tangannya dari dahiku. “Kau yakin?” Aku mengangguk. Meski sebenarnya kepalaku masih terasa sedikit pusing, tapi aku mencoba untuk tetap bangun, aku tidak ingin membuat Alpha –ku ini khawatir hanya karena aku mengeluh pusing dan sedikit tidak enak badan. “Yuuki mana?” tanyaku, karena biasanya setiap kali dia sudah bangun lebih dulu dariku, anak itu akan langsung melompat ke atas ranjangku dan menggangguku sampai aku bisa bangun dan memerhatikan dia. Tapi pagi ini Yuuki malah tidak ada. “Sedang mandi, ibu memandikannya.” “Kalau begitu aku mau turun.” “Sebaiknya kau di si—“ “Maachan~” Teriak suara cempreng khas anak gadisku terdengar melengking memenuhi rumah, mendengarnya aku terkekeh, tapi tidak dengan Kuroda-san, dia mendesah berat sambil menggeleng karena tidak biasa dengan kelakuan Yuuki yang seperti itu. Ya, anak itu tidak pernah melakukan hal seperti ini setiap kali di rumah kami di Kansai. Kuroda-san selalu menerapkan disiplin tinggi pada Yuuki, entah itu di meja makan, di luar rumah, cara anak itu bicara dengan orang tua dan orang lain, dan masih banyak lagi yang kadang aku juga tidak paham tapi Kuroda-san selalu lakukan. Tapi anehnya, meski Kuroda-san menerapkan banyak sekali aturan untuk Yuuki, tapi saat anak itu terlihat lelah dan marah, Kuroda-san malah akan melakukan banyak hal agar anak itu tidak murung lagi. Jadi, sebenarnya orang ini sangat memanjakan Yuuki, hanya saja dia tidak tahu bagaimana caranya memberikan perhatian semacam itu pada darah dagingnya sendiri. Gemas juga rasanya melihat bagaimana kelakuan mereka dan peraturan-peraturan itu seolah tidak berlaku di rumah ini, membuat tawaku semakin keras hingga tanpa sadar aku menjatuhkan kepalaku di d**a bidangnya. “Dia cuma anak-anak, jangan marah.” Ujarku masih tertawa. “Kau terlalu memanjakannya.” “Hei, yang memanjakannya itu kau. Jangan salahkan aku kalau anak gadismu itu tiba-tiba jadi menyebalkan.” Balasku tak mau kalah. “Sudahlah, kalau kau mau turun cepat turun.” Ujar Kuroda-san terdengar kesal, tapi sialnya aku malah terkekeh lagi mendengar bagaimana dia berkelakuan seperti itu. “Maachan~ ayo tulun~ nenek buat salapan, oh~ enak~” lagi, suara cempreng anak itu terdengar sangat keras dan lagi-lagi membuat Kuroda-san menggeleng dengan desahan lelah. “Ayo turun,” ajakku sambil menarik tangan Kuroda-san, padahal aku tahu kalau Alpha di hadapanku sekarang mood –nya sedang tidak bagus karena kelakuan anak gadisnya. Kepalaku terasa sedikit berputar saat aku turun dari ranjang, tapi aku tidak mau terlalu menunjukkannya di hadapan Kuroda-san, aku tidak mau membuat dia khawatir. Terlebih kami tidak sedang di rumah kami sendiri. Aku juga tidak mau kalau sampai ibuku juga khawatir hanya karena aku seperti ini. Mungkin, setelah kami pulang nanti aku akan pergi ke dokter dan menanyakan tentang keadaanku. Tiba di lantai bawah, aku sudah melihat anak gadisku sangat cantik. Rambutnya diikat sangat rapi oleh ibu, dia juga memakai baju cantik bergambar barbie dengan rok renda yang tidak pernah kulihat. “Hei, rok siapa itu?” tanyaku setelah berhasil merayap anak tangga dan terus berjalan ke meja makan, sementara Kuroda-san terus mengawasi langkahku dari belakang. “Aku beli itu bulan lalu waktu pergi ke kota, kupikir akan kekecilan, tapi ternyata sangat pas. Dia cantik, kan pakai itu?” ujar ibu sambil menaruh telur yang baru saja matang dadar di atas piring. Aku tersenyum sambil memeluknya yang terus meregangkan tangan padaku. “Maachan, nenek biylang kalau ada Usa-usachan di mini malket, kita ke sana ya Maachan?” “Usa-usachan?” aku mengulang nama itu. Aku memutar bola mataku, kulihat Kuroda-san setelahnya tapi dia hanya berkedip kemudian menunjuk ke arah kotak sereal di atas meja. “A—ah, Usa-usachan...,” Aku lupa kalau Yuuki sangat suka makan sereal dengan gambar seekor maskot kelinci berwarna biru pastel bernama Usa-usachan. Bukan hanya itu, anak itu juga sering merengek ingin pergi ke super market hanya untuk berfoto dengan badut maskot yang sering ada di sana untuk memikat anak-anak seusianya agar membeli produk mereka. Sialnya, anakku sudah kena hipnotis teknik marketing perusahaan sereal tersebut. “Memangnya ada?” tanyaku penasaran. “Ada,” ibu menjawab, “sudah dua hari badut maskot itu di mini market bawah, katanya besok hari terakhir dia di sini.” “Maachan~ pelgi ya, kita pelgi lihat Usa-usachan~” rengek Yuuki sambil menarik-narik bajuku. “Yuu, tidak boleh begitu. Makan dulu sarapanmu.” “Ndak mau~ Maachan, ayo pelgi~ ayo pelgi~” “Ba—baik, tapi selesaikan dulu sarapannya.” Ujarku lantas membuat anak itu bersorak sangat keras, membuat semua orang di sana tertawa kecuali Kuroda-san. Ayah anak itu masih menggeleng dengan desahan lemah yang seperti tidak senang dengan apa yang dilakukan anak gadisnya. “Yuuchan, kau mau telur dadar?” tanya ibu dan dijawab anggukan penuh semangat oleh anak itu. “Kuro, bisa membantuku di ladang hari ini?” tanya ayah. “Tentu, lagi pula sepertinya Yuuki tidak ingin kutemani.” Aku tercengang, bahkan segelas s**u yang sedang kuminum pun nyaris kusemburkan lagi saat mendengar Kuroda-san bicara demikian. Heh?! Bukannya baru saja dia bilang Yuuki tidak mau ditemani olehnya? Padahal, kalau pun dia dipaksa oleh anak itu pasti akan menolak dan langsung melemparkan semuanya padaku. “Ndak mau! Mau sama Maachan~ Papa sama kakek tsaja!” ujar Yuuki dengan suara sangat lantang, kemudian malah ditertawakan oleh kakek dan neneknya. Setelah sarapan, aku hanya bisa duduk di kursi sambil memandangi gelas s**u yang belum habis kuminum. Kepalaku rasanya berputar, tapi aku tidak bisa mengatakan itu pada siapa pun, karena hari ini ayah akan menabur pupuk ke ladang bersama Kuroda-san, begitu juga ibu, jangan sampai hanya karena aku, mereka jadi tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Jadi aku hanya diam, sementara anak gadisku sedang asik merengek sambil meminta Kuroda-san memakaikan sepatu bot untuknya. “Kenapa sepatu bot?” tanyaku penasaran. “Semalam hujan besar, kau tidak tahu?” ibu menjawab pertanyaanku. “Ha? Hujan?” “Kau tidur sangat nyenyak semalam. Wajar kalau kau tidak tahu.” Ujar Kuroda-san masih sambil memakaikan sepatu bot berwarna hijau itu di kaki mungil anaknya. Setelah selesai, Yuuki terus merengek untuk segera pergi, padahal kami sendiri tidak tahu apakah badut itu sudah di sana atau belum. Aku masih belum menanggapi rengekan anak gadisku, aku masih duduk di sana mencoba menghabiskan sisa s**u di dalam gelas sementara Kuroda-san berlari naik ke lantai atas entah untuk apa. “Sou, kau tidak apa-apa?” lagi, ibu bertanya hal yang sama padaku. “Tidak, aku hanya sedang berpikir, kenapa Yuuki sangat suka pada maskot bodoh seperti itu.” Bohongku. Padahal dulu juga aku seperti itu, aku masih ingat bagaimana aku memuja patung robot yang sering dipajang di Games Center. Saking sukanya, aku bahkan menghabiskan banyak uang untuk membeli miniaturnya, tapi sekarang semua itu sudah hancur. “Dia hanya anak-anak, nanti juga kalau dia sudah besar tidak akan begitu lagi.” “Ah, iya ....” sama saja seperti aku sekarang. “Maachan ayo~” teriak Yuuki sekali lagi dan kak ini aku tidak bisa menolak. Aku mencoba bangun perlahan dari kursi dan menghampirinya. “Bu, kami pergi dulu.” “Iya, hati-hati.” “Hm.” “Maachan ayo~” lagi-lagi Yuuki berteriak. Tapi, aku mencoba tersenyum menanggapi semangat anak gadisku. “Tunggu,” kali ini Kuroda-san yang tiba-tiba berteriak dari atas tangga. Dia turun Teresa-gesa sambil membawa sebuah sweter milikku. Tunggu, aku tidak ingat membawa benda itu? “Pakai ini, setelah pulang dari ladang aku akan mengantarmu ke dokter.” Bisik Kuroda-san tepat di telingaku seperti tidak ingin ada siapa pun yang mendengar suaranya kecuali aku. “Apa?” “Sudah, sana pergi. Hati-hati.” “Maachan ayo~” Yuuki yang tidak sabaran mulai menarik-narik tanganku untuk segera pergi mengikutinya. Dan aku tidak bisa menolak ajakan ini. “Baik~” Seperti yang ibu bilang, semalam sepertinya memang hujan besar, aku bisa melihat genangan-genangan air yang cukup banyak dan beberapa pohon yang masih meneteskan air “Yuu, jangan lari-lari!” “Maachan, ayo~” jerit Yuuki sambil terus berlari sambil bermain dengan genangan air, membuat kecipak air yang sangat mengganggu hingga membuat rok yang dibelikan ibu untuknya dan sekarang ujung rok itu sudah basah, tapi aku beruntung karena Kuroda-san memakaikan dia sepatu bot, mungkin karena Kuroda-san tahu kalau anak gadisnya itu sangat suka bermain air terutama air hujan. Tiba di persimpangan jalan, Yuuki kembali heboh saat dia melihat kerumunan anak seusianya sedang mengelilingi badut besar berbentuk kelinci berwarna biru pastel itu tepat di depan pintu mini market tersebut. Yuuki langsung ingin berlari mendekat, sialnya aku tidak bisa menahannya sampai dia berlari terus ke tengah jalan terus berlari hingga tiba di seberang jalan sana. Beruntungnya aku karena pagi itu tidak ada kendaraan yang lewat terlalu cepat hingga Yuuki tidak apa-apa sampai ke seberang jalan sana. Aku ingin sekali marah pada anak itu, tapi kalau aku memarahinya, wajah ceria itu pasti akan langsung hilang digantikan oleh hal yang tidak pernah aku suka. Murung. Aku memang sering bertengkar dengan anak gadisku itu karena banyak hal, tapi jika sampai dia menangis karena ocehanku, rasanya aku seperti orang yang sangat jahat dan kadang aku sering takut mendekatinya setelah itu. Karena aku yakin kalau Yuuki pasti benci aku karena sudah kumarahi, dan aku tidak ingin itu terjadi sekarang. Dia terlihat sangat senang dengan apa yang dia lakukan. Dia bahkan sangat heboh saat badut maskot itu menerima ajakannya untuk dipeluk, bahkan Yuuki sampai memintaku untuk mengambilkan banyak fotonya bersama badut kelinci berwarna biru pastel tersebut. Dan sialnya, bukan hanya sepuluh foto, tapi nyaris seratus foto yang kuambil. Bahkan saat badut maskot itu mau pergi pun, dia tetap merengek minta difoto bersama makhluk itu. “Maachan~” “Hm?” “Yuu mau beyli es klim boyeh?” tunjuknya ke dalam mini market itu. “Di rumah kan masih banyak, kemarin juga waktu beli sama Papa masih ada. Lagi pula ini masih pagi, Yuu?” Ujarku namun kemudian dia langsung memasang wajah muram dengan tangan yang memelintir ujung pakaiannya gelisah. Anak itu selalu seperti itu kalau dia merasa sedih atau tertekan. Dia akan memelintir ujung pakaiannya dan menangis kemudian. Tuhan, kenapa anak gadisku bisa semanis ini? “Baiklah, tapi ambil satu saja dan beli yang lain. Aku tidak mau nanti Papa marah karena kau beli terlalu banyak es krim.” Ujarku dan seketika, wajahnya kembali berseri, sepasang mata bulat besarnya berbinar dan senyum secerah matahari pagi terlihat sangat menyilaukan. Aku hanya bisa menggeleng dengan sedikit desahan saat Yuuki berlari masuk ke dalam mini market dan langsung menuju freezer berisi penuh oleh es krim. Seperti yang kuperintahkan padanya, dia hanya mengambil sebungkus es krim cokelat vanilla dari sana, menunjukkannya padaku dengan senyum lebar kemudian berlari ke arah rak lain untuk mengambil beberapa cemilan yang dia suka. “Sekarang mau ke mana lagi?” tanyaku setelah kami membayar dan keluar dari mini market itu. Tapi, kurasa pertanyaanku tidak sampai padanya, anak itu masih sibuk menjilati es krim yang dia beli dan aku hanya bisa terkekeh karena gemas. Entah karena sadar dengan suara tawaku, Yuuki berbalik dan menyodorkan es krim yang sejak tadi dia makan kepadaku. “Maachan mau?” “Tidak, ayo kita pulang saja, kita lihat kakek di kebun.” Ajakku lantas dijawab anggukkan olehnya. Aku langsung memegang tangan anak gadisku itu sebelum kami berjalan, ini sudah siang dan kendaraan pun sudah mulai ramai, aku tidak mau kalau tiba-tiba Yuuki berlari ke tengah jalan. “Maachan nangthi pinjem pongselnyah ya, Yuu mau lihat foto thama Usachan~” “Hm, nanti di rumah ki—ugh!” Suaraku tertahan saat aku merasakan ada segumpal muntahan yang mendadak akan keluar dari mulutku. Aku langsung melepas tangan Yuuki dan berjalan ke tepi jalan sebelum aku benar-benar memuntahkan semua isi perutku. Yuuki sangat khawatir, bahkan suaranya terdengar sangat panik bagaimana dia melihatku yang mungkin sudah pucat sambil terus muntah dan muntah. “Maachan, Maachan thengnapa?” tanyanya sambil menarik-narik tanganku, tapi aku mencoba menenangkan anak itu dengan menggenggam tangannya sementara aku masih muntah. Sementara es krim yang dia beli barusan sudah jatuh di tanah karena dia panik melihatku seperti ini. “Maachan~” suara Yuuki mulai terdengar berat, aku bahkan bisa merasakan tangan mungilnya gemetar. Segera kuusap bibirku yang penuh dengan cairan dan menatapnya sambil mencoba tersenyum. “Tidak apa-apa, jangan menangis.” “Ma—Maachan ndak apa-apa?” tanyanya khawatir sambil memeluk tangan kananku. “Tidak, ayo pulang.” Ajakku padanya, beruntung Yuuki jadi anak penurut hari ini, jadi saat aku mengajaknya pulang, anak itu langsung menurut dan menuntunku untuk tiba di rumah. Dan begitu kami tiba di rumah, aku langsung memilih sofa untuk merebahkan tubuhku. Sial, aku ini kenapa? Kenapa aku jadi malah seperti orang sakit begini? Bahkan saat aku melihat wajahku di cermin, wajah itu terlihat sangat pucat seperti tak ada kehidupan di sana. pantas saja, Kuroda-san cemas dengan keadaanku. “Yuu, aku mau tidur sebentar, jangan nakal sampai Papa atau nenek pulang.” Perintahku padanya dan anak gadisku hanya mengangguk dengan wajah sayu yang menyebalkan. Ya, menyebalkan, karena aku sudah menghilangkan keceriaan yang baru saja kulihat di mini market tadi. Sialnya aku tidak bisa berbuat apa pun untuk menghilangkan kecemasan itu dari wajahnya, jadi aku hanya mengelus rambutnya yang masih terikat rapi itu sangat lembut sambil mengulas sebuah senyum yang mungkin saja bisa menenangkan dia. Perlahan, sebelum aku mulai memejamkan mataku. Di sana, aku kembali bermimpi, sebuah mimpi yang sepertinya sudah sangat lama sekali tapi rasanya seperti baru kemarin aku di waktu itu, waktu di mana aku bertemu lagi dengan Kuroda-san yang tahu kalau aku adalah seorang Omega. Tapi aku tidak pernah sadar kalau orang itu sebenarnya adalah Mate –ku. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD