Kulihat dia hanya menghela napas kasar. Dion seolah tak acuh akan teriakanaku. Tatapannya beralih pada darah yang tercecer. Lalu tanpa kata, dia lekas membuka lemari pakaian yang ada di ruangan ini. Lalu dia kembali dengan membawa kotak P3K. “Kaki kamu luka, Yu. Aku obatin dulu, nanti infeksi.” “Aku mau pulang! Buka pintunya sekarang!” Aku tak peduli lagi atas sikapnya yang masih sok baik. Rupanya selama ini aku sudah salah menilai Dion. Kukira dia adalah lelaki baik, lelaki yang pantas mendiami relung hatiku hingga tujuh tahun lamanya aku tak bisa berpaling dari sosoknya. Namun, kenyataan hari ini benar-benar membuatku shock. Tega-teganya dia melakukan hal rendah ini padaku. “Diam dulu! Kalau mau pulang harus nurut! Dengar, kartu akses ada padaku.” Kudengar suara tegasnya. Lalu ta