Tania mengunyah pelan makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Insiden yang terjadi tadi di galeri butik khusus gaun pengantin itu membuatnya tak berani kontak mata dengan Leo yang duduk di hadapannya.
"Kamu gak suka makanannya, Tania?" Sarah bertanya karena sedari tadi Tania makan pelan dan terkesan lamban, gak seperti biasanya yang cepat dan tangkas.
"Suka kok, Bu, eh, Ma," jawab Tania dengan senyuman yang sedikit dipaksakan. Leo menahan diri untuk tak tersenyum, ia tahu kalau Tania sedang salah tingkah saat ini. Ia paham kalau Tania sangat malu.
"Pernikahan kalian dua minggu lagi, mama sudah hubungi hampir semua kerabat kita. Jaga kondisi badan, jangan sampai drop," kata Sarah memberi perintah.
"Iya, ma," jawab Tania pelan.
"Dan kamu, Leo, batasi diri, jangan sering temui Tania. Mama gak mau kamu inden dulu," kata Sarah lagi yang membuat Tania langsung tersedak
Gimana mau inden? Nikah aja kontrak.
"Mama nggak pengen cucu?" pancing Leo pada Sarah.
"Ya pengen, malah sebulan kamu nikah semoga aja Tania langsung isi. Jadi mama bisa tenang di rumah, gak sibuk wira wiri kantor rumah terus," kata Sarah. Leo melirik ke arah Tania yang berusaha tak mendengar percakapannya dengan sang ibu.
"Ehm, kalau Leo sih terserah sama Tania, Ma. Itu perutnya dia, mau langsung hamil atau gak ya terserah sama dia. Leo kan cuma bagian nabur benih," kata Leo. Tania langsung mendelik lebar, tak menyangka sama sekali ucapan seperti itu akan keluar dari mulut bosnya. Bagaimana mungkin ia hamil? Ia sendiri yang tidak mau disentuh sama Leo. Rasa percayanya pada Leo masih jauh.
"Kamu siap hamil, kan, Tania?" tanya Sarah akhirnya. Pertanyaan ini yang selama ini Tania takutkan. Ia harus menjawab Sarah apa? Kalau ia bilang dia siap hamil, Leo akan meminta haknya sebagai suami setelah menikah.
'Kan kamu sendiri yang bilang ke mama kalau siap hamil. Ya sudah ayo, kita buat anak sekarang!'
'Sudah gak berlaku kontrak nikahnya, yang penting buat anak dulu. Udah dinanti sama mama.'
Kalimat-kalimat seperti itu nanti yang akan keluar dari mulut Leo, sedangkan Tania tak siap, ia benar-benar tak siap.
Tapi, kalau ia bilang tidak siap, maka Sarah akan mengajukan berbagai pertanyaan kepadanya lagi.
'Nunggu apa lagi? Kan kalian udah menikah.'
'Apa perlu ke dokter kandungan buat program hamil, siapa tahu dari sana kalian jadi bisa tahu lebih baik bagaimana cara berhubungan agar cepat hamil.'
Sarah akan mengatakan hal-hal seperti itu. Tania benar-benar tak punya ide sama sekali. Ia bingung harus memberikan jawaban apa kepada Sarah yang menatapnya intens.
"Kalau Tania, apa kata Tuhan. Kan anak adalah rejeki," jawab Tania pintar yang membuat Leo menggeram pelan karena kesal mendengar jawaban cerdas Tania itu.
"Tapi, manusia juga harus berusaha, Tania. Tuhan tidak mungkin tiba-tiba memberi anak, kan?" jawab Leo.
"Tentu, pak. Manusia harus berusaha," jawab Tania datar. Ia berharap Leo tak mendebat ucapannya lagi.
"Berusaha dengan sangat keras," sahut Leo.
"Mama punya temen, dia punya ramuan khusus buat pengantin baru," sahut Leo yang membuat Tania dan Leo serentak menoleh ke arahnya. Tania hanya tersenyum hambar, sedangkan Leo tersenyum usil. Senyuman Leo itu membuat otak Tania berpikir yang tidak-tidak.
"Manjur gak ma, ramuannya?" tanya Leo. Mendengar itu Tania menelan ludah. Bisa-bisanya Leo bertanya hal sesintif itu kepada ibunya.
"Bikin kuat beberapa ronde," bisik sang mama dengan malu-malu.
Ya Tuhan!
Tania serasa ingin menghilang saja dari meja makan itu.
"Nanti tolong pesankan buat Leo, ya, ma," sahut Leo.
Mendengar itu sontak saja kaki Tania yang ada di bawah meja itu menendang kaki kiri Leo, yang membuat Leo mengadu kesakitan.
"Kamu kenapa, Leo?" tanya Sarah.
"Nggak, ma. Latihan aduh-aduh saja," jawab Leo. Tania benar-benar tak habis pikir dengan jawaban yang dilontarkan oleh Leo itu.
"Mana bisa aduh, aduh, Leo," jawab Sarah.
Tania heran, ibu dan anak di hadapannya ini benar-benar luar biasa unik. Entah sampai kapan Tania akan mendengarkan pembicaraan yang membuat dirinya merinding heran.
***
Di dalam mobil, Sarah duduk di belakang. Ia meminta Tania duduk di sebelah Leo yang menyetir mobil. Ia ingin melihat bagaimana chemistry keduanya tercipta. Tapi sudah separuh jalan, keduanya masih saja diam, membuat Sarah heran.
"Turunin mama di toko perhiasan langganan mama, Leo," kata Sarah pada Leo.
"Oke, ma," jawab Leo. Tak berselang lama, Leo benar-benar menepikan mobilnya. Tania dan Leo hendak turun juga, mereka sudah melepas seat belt yang melingkar di tubuh mereka.
"Kalian langsung saja. Mama pasti lama, biar nanti mama telepon pak Dodi buat jemput mama," kata Sarah.
"Beneran, ma?" tanya Leo cemas.
"Ya beneran lah, kamu juga tahu kalau Mama sering ke sini sendiri, kan?" tanya Sarah dan Leo mengangguk. Setelah Sarah turun dari mobil, Tania dan Leo pamit pulang.
"Bapak kenapa pesen ramuan itu sih?" tanya Tania setelah mobil yang mereka kendarai kembali melaju di atas jalanan
"Ramuan apa?" tanya Leo berlagak pilon. Tania mendesah heran dan melirik kesal ke arahnya.
"Ya ramuan yang dibahas bu Sarah tadi, pak," kata Tania.
"Oh, kamu mau juga? Kayaknya ada juga ramuan yang buat perempuan," jawab Leo. Tania mendelik.
"Aku? Buat apa ramuan itu untukku?" Tania merasa malu.
"Ya sapa tahu kamu mau," jawab Leo, "biar kita sama-sama kuat di atas ranjang," goda Leo pada Tania.
"Ihh, kok m***m sih, pak," kata Tania.
"Sama calon istri sendiri ya gak papa," jawab Leo.
"Calon istri kontrak." Tania mengingatkan.
"Tetap saja istri," jawab Leo.
"Gak usah gombalin saya, pak. Gak mempan, udah kebal dengan kelakuan bapak selama tujuh tahun," kata Tania.
"Makanya itu, saya heran dengan diri saya sendiri, kenapa gak dari dulu saja saya gombalin kamu, Tania. Padahal kita lebih sering bersama loh," jawab Leo. Mendengar itu entah mengapa hati Tania menjadi segar dan wajahnya bersemu merah. Niatnya ingin kesal dengan kelakuan Leo saat di restaurant tadi, tapi tiba-tiba ia meleleh setelah mendengarkan apa yang baru saja Leo katakan padanya.
"Bapak merem," jawab Tania.
"Nggak, Tania. Saya gak merem, kamu aja yang gak begitu kelihatan kalau kita lagi jalan sama-sama," kata Leo. Tania mendelik lalu melihat ke arah dirinya sendiri. Kesal dengan ucapan Leo, Tania memukul lengan Leo dengan koran yang teronggok rapi di dashboard mobilnya. Leo malah tertawa, "itu kenyataan, Tania," kata Leo.
"Saya ini cukup tinggi, pak. Seratus enam puluh tiga, bapak aja yang kayak jerapah," kata Tania. Leo menoleh tak terima.
"Saya ini lelaki idaman, seratus delapan puluh lima dengan body proporsional ini bisa melindungimu," kata Leo yang kembali menggombal, "kamu pasti gak kelihatan kalau saya peluk," kata Leo lagi. Tania tak jadi berbunga-bunga, kalimat terakhir Leo menghempaskannya ke kasur yang isinya kapuk mati, keras sekali. Sekeras kenyataan yang baru saja Leo lontarkan dan Tania membalasnya dengan memukul lembut lengan Leo. Dan kesempatan itu tak dilepaskan oleh Leo, ia menarik tubuh Tania untuk ia peluk, membuat jantung Tania berdebar-debar.