Setelah melihat apa yang dilakukan Ellena, Bobi langsung meminta Ellena menghadap di ruangan Bobi, entah apa yang akan Bobi lakukan, apakah dia akan memecat Ellena sesuai permintaan Bryan atau akan memaafkannya karena ia adalah pegawai baru.
"Setelah ini temui aku di ruangan ku, bersihkan dulu pakaian mu," ucap Bobi pergi ke ruangannya sementara supervisor yang bertanggungjawab di sana mencoba menenangkan keadaan yang sebelumnya sempat riuh.
"Baik, tuan, aku akan segera menemui mu," ucap Ellena yang masih sangat bersedih dengan perlakuan yang ia terima barusan.
"Apa kau baik-baik saja? Seharusnya kau tidak melakukan itu pada tuan Bryan, dia adalah orang yang paling berbahaya walaupun dia hanya tamu di sini, ucapan tuan Bryan selalu jadi kenyataan karena dia bisa menggerakkan siapapun semaunya," ucap pelayan senior yang sebelumnya tidak menyukai Ellena, rupanya mereka masih memiliki hati saat anak baru itu mendapat perlakuan tak menyenangkan.
"Terimakasih atas saran mu, aku akan lebih menjaga sikapku lagi," ucap Ellena yang benar-benar terlihat lemas setelah mendapatkan perlakuan itu.
Ellena membersihkan dirinya di kamar mandi, dia juga mengganti seragam dengan yang baru. Di dalam kamar mandi itu ia membasahi seluruh tubuhnya hingga akhirnya air itu mengingatkan ia pada sebuah kejadian di masa lalu.
"Semua perlakuan yang aku dapat sejak kecil benar-benar terulang kembali, pria itu sudah menyentuh mental ku, aku benar-benar ketakutan sekarang, rasanya aku tak ingin melakukan apapun dan tak mudah untuk aku melupakan kejadian barusan," ucap Ellena meneteskan air matanya bersamaan dengan kucuran air shower yang membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah selesai membersihkan diri, kini Ellena telah nampak di dalam ruangan Bobi, nampaknya Bobi cukup kecewa dengan perbuatan Ellena tetapi, Ellena hanya terlihat murung tak berani mengatakan apapun.
"Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran mu, apa kau sadar dengan yang kau lakukan barusan? Kau benar-benar membuat ku malu," ucap Bobi nampak kecewa dengan kelakuan Ellena.
"Ini adalah hari pertama mu bekerja di sini dan kau tidak bisa menjaga etika, percuma saja ijazah mu tinggi dan berhasil menuntaskan pendidikan di luar negeri jika attitude mu buruk, kau pikir dengan ijazah S2 mu kau akan diistimewakan? Kau hanya seorang pelayan di sini, kau harus tahu sopan santun," ucap Bobi meluapkan amarahnya.
Ellena sebenarnya tidak terima dengan ucapan Bobi tetapi, ia memilih diam agar keadaan tak bertambah buruk. Ellena menelan mentah-mentah setiap ucapan yang keluar dari mulut Bobi, dibandingkan sebuah nasihat ataupun omelan, Bobi malah terkesan menghina dan memaki Ellena dan membuat Ellena semakin tertekan.
"Aku akui aku salah tetapi, apakah seorang atasan harus melakukan hal ini ketika anak buahnya melakukan kesalahan?" gumam Ellena menundukkan wajahnya.
"Hei, apa yang kau lakukan? Apa kau tak mau mendengarkan ucapan ku? Siapa yang menyuruh mu menundukkan pandangan? Lihat aku dan dengarkan baik-baik, cermati setiap ucapan yang keluar dari mulut ku!" ucap Bobi semakin meninggikan suaranya.
"Baik, tuan," jawab Ellena menahan amarahnya.
Bobi menarik napas panjang, sepertinya ia berpikir sesuatu sebelum akhirnya ia mengatakan sesuatu yang membuat Ellena terkejut.
"Kau aku pecat dan besok tidak perlu kembali ke tempat ini, sekarang keluar," ucap Bobi dengan tegas mengatakan itu.
"A-apa? Kau memecat ku? Apa kau yakin dengan keputusan mu?" tanya Ellena dengan raut wajah yang begitu gelisah dan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
"Aku bilang keluar sekarang!" ucap Bobi sekali lagi.
"T-tapi kau seharusnya bisa memberikan aku teguran dulu sebelum memutuskan memecat ku," ucap Ellena mencoba mempertahankan pekerjaannya.
"Hei apa kau tuli? Kau itu orang yang berpendidikan, kenapa kau tidak mengerti apa yang aku ucapkan?" ucap Bobi memaksa Ellena keluar.
Ellena tak dapat berbuat apa-apa, akhirnya dia meninggalkan ruangan itu dengan air mata yang menetes membasahi pipinya, kemudian ia mengusapnya selama perjalanan keluar ruangan manajernya itu.
Sementara itu Bryan dan Luis telah berada di mobilnya, Bryan meminta Luis untuk mencari restoran lain untuk makan, mau bagaimana pun mereka tidak jadi makan di sana.
"Menyenangkan sekali, hiburan yang cukup bagus," ucap Bryan.
"Dasar kau, sebenarnya si pembuat onar itu aku atau kau, sih?" tanya Luis menghela napasnya.
"Hahaha ayolah kawan, lihatlah betapa lucunya ekspresi wanita itu saat aku menumpahkan makanan di kepalanya," ucap Bryan yang bangga akan kelakuannya.
"Dasar orang gila, lain kali jangan panggil aku sahabat mu lagi jika kau melakukan keonaran! Aku tak mau ikut campur lagi dengan urusan mu, Bryan," ucap Luis menancap gas mobilnya.
"Hahaha ini adalah ucapan Luis yang ke? Hmm ke berapa ya? Rasanya sudah ribuan kali kau mengatakan itu padaku kawan," balas Bryan tertawa.
Sejak dahulu memang seperti itu, Luis akan mengatakan jika dia enggan berteman dengan Bryan jika dia melakukan kekacauan walaupun pada akhirnya Luis lah yang berdiri paling depan untuk menjaga Bryan. Begitulah Luis, sebenarnya dia tidak pernah bisa membiarkan sahabatnya itu dipermalukan oleh orang lain.
Hari berlalu, kini ada rumor tentang keinginan Bryan yang membuat Luis terkejut.
"Aku akan melamar Natasha, bagaimana menurut mu, Luis?" tanya Bryan pada Luis yang nampak merebahkan diri di kasurnya.
"Hah? Apa kau serius? Aku tidak yakin dia wanita yang baik," ucap Luis tiba-tiba bangkit dengan posisi terduduk saat Bryan tiba-tiba masuk ke kamarnya.
"Kenapa kau selalu menilai Natasha gadis yang buruk? Dari semua wanita yang aku kenal, hanya dia yang paling sempurna, dia juga setia dan begitu mencintai ku, walaupun aku membenci wanita-wanita itu tetapi, Natasha adalah pengecualian, dia satu-satunya wanita yang bisa meluluhkan hatiku diantara jutaan wanita yang mengejar ku," ucap Bryan begitu yakin dengan pilihannya.
Luis menarik napasnya panjang kemudian menghembuskannya.
"Aku tidak tahu, Bryan, jika menurut mu dia yang terbaik maka lakukan sesuka hatimu," ucap Luis kembali merebahkan dirinya.
"Baiklah aku akan menelpon Natasha untuk berkencan nanti malam," ucap Bryan mencari kontak Natasa di smartphone miliknya.
"Ya terserah kau saja Bryan," ucap Luis.
Sambungan telepon itu tersambung ke handphone Natasha yang saat ini berada di sebuah kamar hotel. Telepon Natasha terus berdering tetapi ia tak mempedulikannya sampai Bryan menelponnya berkali-kali.
"Ada apa dengan Natasha? Apa dia sibuk?" ucap Bryan yang teleponnya tidak diangkat oleh Natasha.
Kemudian ia mencoba sekali lagi, sekarang Natasha mengangkatnya tetapi, hal mengejutkan terjadi.
"Berhenti, si bodoh itu menelpon ku, kita hentikan dulu," ucap Natasha yang saat ini tak menggunakan baju sehelai benang pun.
Di sampingnya seorang pria kekar nampak memeluknya.
"Hei, apa itu pacar mu? Kenapa kita tidak melakukannya saat dia menelepon?" ucap pria kekar itu.
"Apa kau sudah gila?" ucap Natasha kemudian mengangkat telponnya.
"Hai, sayang? Kenapa kau menelpon tiba-tiba?" tanya Natasha.
Kemudian pria kekar itu menarik Natasha kembali ke kasur dan pria yang tak memakai sehalai pakaian pun langsung mengeksekusi Natasha ketika ia sedang menelpon Bryan dengan gaya seperti katak. Lenguhan Natasha terdengar oleh Bryan dan ia nampak curiga dengan suara itu.
"Hei? Apa yang terjadi, sayang?" tanya Bryan melalui sambungan telepon itu.
"Ah, apa? Ini aku sedang berdiri tiba-tiba aku terpeleset untuk tidak jatuh," ucap Natasha menahan desahannya.