3

616 Words
Semua gara-gara bayi mungil ini! Perlahan, tanganku mulai melepas tubuhnya ke dalam bak mandi berisi air lalu tertawa terbahak-bahak. Semoga setelah ini, lenyap semua penderitaan. *** "Mangkanya lain kali hati-hati! Apa kamu sengaja mau menghabiskan tabungan kita?" ucap Mas Pram yang baru saja pulang kerja, duduk di bibir ranjang menatapku jengkel. Aku mengangguk kecil, mencoba memaklumi kenapa Mas Pram bisa sangat kesal. Wajar. Gara-gara luka secar terbuka, maka harus mengeluarkan biaya untuk membeli obat herbal yang harganya lumayan mahal, juga salep untuk kakiku. Kata ibu mertua tadi, beli obat yang mahal biar cepat sembuh. Agar aku tak selalu merepotkan. "Ayaaah, bunda, Fani pulaaang!" Suara riang yang bersumber dari ruang tamu langsung membuat Mas Pram berdiri. Ia berjongkok lalu merentangkan tangan. Fani berlari riang memasuki kamar. "Ayah, Fani kangen." "Samaa, ayah juga kangen." Mas Pram melepas pelukan Fani. Fani ganti menghampiriku. "Bunda, Fani kangen." Aku mencium keningnya. Meskipun hanya anak tiri, tapi aku menyayanginya. Mungkin karena Fani juga telah menganggapku sebagai ibunya. Yang kudengar dari Yu Sari, istri Mas Pram selingkuh dan memilih pergi menikah dengan selingkuhannya. "Bagaimana liburannya, senang?" tanyaku. "Senang Bunda. Aku dan teman-teman ke Monas, Ancol, ke Taman Mini, dan banyak lagi. Halo, dedek," kata Fani sambil tersenyum riang. "Eh, cucu nenek sudah pulang rupanya. Makan, yuk. Sudah nenek siapkan." Fani segera mengikuti langkah Ibu. Mas Pram merebah, sesaat kemudian memejamkan mata. Aku memprhatikannya dalam diam. Apa salah, jika selama ini aku belum bisa mencintainya? Perlahan, aku ikut merebah, memandangnya cukup lama sampai jatuh tertidur. Saat bangun, Mas Pram sudah tak ada di tempatnya berbaring sementara dedek sedang menangis keras. Aku mengangkatnya dengan hati-hati lantas menyusuinya. "Bunda, Fani mau ke warung dulu ya sama nenek," kata Fani di ambang pintu. Di belakangnya, Ibu mertua seperti biasa menatapku tak senang. "Anaknya cepat dimandikan. Lihat sudah jam lima!" Tangan Ibu menuding jam dinding. Aku meletakkan si dedek ke tempatnya semula lalu menyiapkan air dengan hati-hati. Perutku terasa nyeri saat berjalan. "Ingat Nay, jangan sentuh sup di dapur! Bisa-bisa nanti kamu tumpahkan!" kata ibu mertua sebelum pergi. Dari aromanya yang menyengat, sepertinya ibu baru selesai masak. Aku menuju sumur di belakang rumah membawa panci kecil, berisi air yang telah mendidih, menuang air ke bak, lalu menambahkan air dingin yang kutimba sedikit demi sedikit. Rasa sakit di perut membuatku menggigit bibir sambil sesekali meringis. Rasa sakit semakin menyengat saat aku berjongkok, mencelupkan tangan ke dalam air. Sudah pas hangatnya. Aku menuju rumah dengan langkah hati-hati karena perut terasa sakit sekali. Entah mengapa, tiba-tiba aku begitu sedih. Juga menyesal. Seharusnya, aku masih berada di kontrakan, seharusnya masih menjadi mahasiswi yang ceria penuh canda tawa, seharusnya belum menikah. Aku ingin kerja dulu baru menikah. Tapi karena mencoba membuang kesedihan dengan menenggak alkohol .... Aku terisak pelan. Sesaat kemudian sudah tersengal-sengal, perutku terasa semakin nyeri. Allah ... tak sudikah Engkau mengampuniku? Ampuni aku Allah, jadikan Mas Pram suami yang pengertian dan baik. Aku masih ingat betul. Dulu, setelah ibu melahirkan adikku secara normal, bapak yang cuci semua baju sampai dua bulan fuul. Tak bisakah Mas Pram begitu? Kami menikah memang karena 'kecelakan. Tapi, bisakah kesalahan itu diperbaiki dengan menerima semua dengan lapang d**a? Aku berusaha sabar. Berusaha menekan sesuatu yang membuatku sedih dan ingin menangis. Tapi kenapa begitu berat? Kugigit bibir kuat. Kuangkat dedek lalu memandangnya. Entah mengapa, tiba-tiba aku begitu kesal padanya. Makhluk ini, iya, makhluk ini, adalah biang kesengsaraanku. Baiklah, akan kusingkirkan saja agar aku bisa menjalani hidup dengan normal. Aku menuju ke kamar mandi, berjongkok, lalu perlahan-lahan melepaskan tubuh si kecil ke dalam bak berisi air. Selamat tinggal makhluk pembawa sial. Selamat tinggal makhluk pembawa sial. Aku tersenyum kecil, lantas tertawa-tawa. Semoga setelah ini, lenyap semua penderitaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD