Chapter 5

1190 Words
Vani kembali bersama Risa ketika sore hari. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu dengan pergi ke salon bersama. Padahal tujuan sebenarnya mereka pergi kesana untuk menyegarkan diri, tetapi rupanya terasa melelahkan juga. Risa akan tinggal di villa Vani selama dirinya berada di Jogja. Lagi pula kedatangan gadis itu kesini semata-mata adalah karena dipaksa oleh Vani. Vani membutuhkan teman berlibur disini. Satu-satunya orang yang mungkin untuk datang adalah Risa. Jadi Vani sedikit memaksanya serta membelikan tiket untuk Risa. Bila tidak seperti itu, maka Risa tidak akan datang kesini. Setelah Vani memasuki kamarnya, ia segera merebahkan diri di atas ranjang. Dirinya kemudian memeriksa ponsel dan tersenyum mendapatkan pesan dari Lano. Adik bungsunya itu ternyata mengirimi foto Naren yang sedang tersenyum dengan tampan. Padahal Vani baru sebentar meninggalkan keponakannya itu, sekarang rasanya sudah rindu saja. "Vani.." Terdengar suara ketuka pintu. Vani pun bangkit untuk membuka pintu. "Kenapa, Ma?" Flora tersenyum. "Mama mau ngobrol. Masuk, ya?" Vani menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Flora untuk masuk ke dalam kamarnya. Mereka kemudian duduk bersama di atas ranjang untuk saling berbincang. "Kenapa, Ma?" "Mama sama Papa mau liburan berdua." Vani kemudian mengernyitkan keningnya. "Jadi, Lano akan punya adik?" Flora kemudian terkekeh. "Liburan, Vani. Bukan honeymoon." Vani pun mengangkat satu alisnya. "Oke. Terus?" "Kamu kalau mau liburan sama Risa disini puasin aja. Tapi jadinya Mama sama Papa nggak balik bareng kamu." "Terus aku balik sama siapa?" "Sama Risa atau kalau mau bareng Mama Papa. Tapi agak lama. Mama Papa seminggu disini." Vani terdiam sebentar. Ia juga tidak bisa mencegah orang tuanya yang ingin menikmati waktu berdua. "Oke." ------------- "Seru banget ya Papa Mama kamu." "Iya." Tadinya Vani mengira akan berlibur bersama orang tuanya setelah acara itu. Akan tetapi sepertinya tidak. Besok Bayu akan bertemu Pak Handoko untuk membahas bisnis. Seharusnya Vani ikut namun Bayu mengatakan bahwa tidak masalah bila hanya Bayu yang mengatasinya. Meski sebenarnya Vani tetap ingin ikut namun ia tidak bisa melakukan hal tersebut. Tidak masalah juga. Bayu selalu mengarahkan hal yang terbaik untuk dilakukan oleh Vani. Jadi selama ia mengikuti arahan papanya itu dengan baik maka semuanya akan baik-baik saja. Lagi pula butuh banyak perjuangan hingga akhirnya Vani layak untuk menjadi CEO Widjaja Grup. Perjalanannya masih panjang dan Vani harus bersabar untuk itu. "Disini enak banget deh. Jadi pengen makan semua yang ada." Vani pun terkekeh mendengar ucapan Risa. Mereka berdua saat ini tengah menikmati waktu di jalan Maliboro. Suasana malam hari disini terasa benar-benar ramai dan menyenangkan. "Papan tulisan Malioboro masih jauh banget ya? Kayaknya dari tadi kita jalan kok nggak sampe-sampe ya?" gumam Risa. "Dikit lagi kita sampai kok," ucap Vani. Benar apa yang diucapkan oleh Vani. Tidak lama kemudian, keduanya tiba di tempat tujuan. Risa ingin berfoto di papan bertulisan Malioboro yang sudah menjadi tempat ikonik di Jogja tersebut. "Ternyata mau foto disini harus antri, ya?" Vani pun hanya bisa tersenyum menatap raut wajah kecewa Risa. Gadis itu padahal sudah kelaparan dan ingin segera makan. "Ya udah duduk dulu, yuk." Vani mengajak Risa untuk duduk terlebih dahulu seraya menanti giliraj berfoto. Masih ada banyak remaja yang sepertinya merupakan rekan satu geng. Vani dan Risa harus bersabar menanti hingga mereka selesai. "Bagus juga nih kalo kursi kantor kayak gini. Tapi versi empuknya." Vani pun menatap tempat duduk yang merupakan bentukan semen yang bulat seperti bola. Mereka duduk disana karena kursi biasa telah penuh. Lagi pula Vani hanya meniru orang-orang yang duduk di atas benda bulat ini. "Yakin? Ini nggak ada sandarannya, loh." Risa pun menghela napasnya. "Iya juga, ya." ----------- Setelah menunggu selama hampir lima belas menit, keduanya akhirnya berkesempatan untuk berfoto di depan papan Malioboro. Mereka berfoto secara bergantian. "Foto berdua, yuk?" ajak Risa. "Selfie?" "Minta tolong orang dong Bu Bos." Risa kemudian celingukan menatap sekeliling. Berusaha mencari orang yang tepat untuk diminta pertolongan memotret dirinya dan Vani. Gadis itu kemudian tersenyum manis dan melangkah menghampiri seorang lelaki. Vani memeriksa kameranya untuk melihat foto hasil jepretan Risa. Dirinya bisa terbilang jarang berfoto, namun ia selalu memiliki hasil foto yang bagus. "Sip banget. Tolong fotoin, ya?" Vani mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara Risa yang mendekat bersamaan suara langkah kaki dari dua orang. Maka dapat dipastikan bahwa itu adalah langkah kaki Risa dan seseorang yang berhasil ia ajak kemari untuk dimintai bantuan. "Loh, Bram?" Vani merasa terkejut ketika melihat siapa yang Risa temukan untuk dimintai pertolongan. "Kamu kesini?" tanya Vani sedikit keheranan. Bram pun tersenyum salah tingkah dan hanya bisa mengangguk atas pertanyaan Vani. "Oke. Sekarang tolong fotoin kami, ya?" Risa mengambil kamera dari Vani kemudian memberikannya kepada Bram. Vani sebenarnya masih sedikit terkejut dengan kehadiran Bram yang secara tiba-tiba disini. Akan tetapi karena Risa langsung mengajaknya untuk berpose, maka Vani pun ikut melakukannya. Mereka berfoto beberapa kali hingga Risa merasa puas. Setelah selesai, Risa menatap Vani sejenak kemudian menatap Bram. "Van tolong fotoin aku sama Bram, ya?" Vani langsung menatap Risa. Ia hanya merasa heran saja mengapa Risa memiliki niatan untuk berfoto bersama Bram padahal mereka belum terlalu saling mengenal. "Ayo, Bram. Boleh kan foto bareng?" pinta Risa. Bram pun menganggukkan kepalanya. Vani kemudian menghampiri lelaki itu dan mengambil kameranya. Bram pun melangkah mendekati Risa dan mereka mulai berpose. Vani tidak tahu sebenarnya berapa foto Bram bersama Risa yang sudah terbidik. Hanya saja ia merasa bahwa dirinya menjadi fotografer dalam waktu singkat. Rasanya baru beberapa jepretan dan Risa langsung menghampirinya begitu saja. "Sekarang gantian. Sana, Van." Risa langsung mengambil alih kamera dari tangan Vani. Hal itu membuat Vani merasa kebingungan dan terkejut. "Apa?" tanyanya tidak mengerti. "Gantian foto sama Bram sana." "Aku nggak" "Udah sana cepet." Risa mendorong Vani dengan halus. Vani pun maju beberapa langkah berkat dorongan dari Risa. Dirinya kemudian menatap Bram yang masih berdiri di tempat tadi. Ia segera menghampiri lelaki itu kemudian duduk di sebelahnya. Risa tersenyum menatap Vani dan Bram yang bersebelahan. "Oke, perfect." Dengan aba-aba jari yang berganti dari tiga jari menjadi dua jari kemudian menjadi satu jari, Risa mulai membidik momen itu dengan kamera milik Vani. Gadis itu kemudian langsung memotret keduanya. "Oke, ganti gaya." Vani dan Bram pun mengganti posenya. "Nice. Ganti gaya." "Oke. Ganti gaya." Vani mengernyitkan keningnya ketika Risa terus-terusan meminta ia berganti pose. Rasanya ia terlalu banyak mengambil foto bersama Bram padahal dirinya tidak begitu ingin melakukan hal tersebut. "Oke. Sekarang gaya candid dong." "Risa. Udah aja. Udah kebanyakan kayaknya foto tadi." Risa pun berdecak. "Itu tadi dikit banget. Ayo, lah. Gaya candid, ya?" Risa pun kembali memposisikan kamera untuk siap membidik. Vani terdiam sejenak. "Gaya candid gimana coba?" gumamnya yang kemudian terdengar oleh Bram. Lelaki itu kemudian menatap Vani. "Pura-pura ketawa aja." Ucapan Bram itu membuat Vani langsung menoleh ke arahnya. Mereka pun bertatapan sejenak. "Pura-pura ketawa?" tanya Vani bingung. "Senyum dulu," ujar Bram. Bram kemudian tersenyum. Vani pun reflek ikut tersenyum sehingga mereka saling bertatapan dengan wajah tersenyum. "Terus sekarang ketawa," ucap Bram seolah menjadi instruktur untuk pose mereka berdua. Bram pun mulai tertawa dan Vani mengikuti arahan Bram dengan ikut tertawa secara hambar. Keduanya tidak sadar sejak tadi Risa tersenyum puas dibalik kamera setelah mengabadikan momen tersebut dengan mengklik tombol bidik secara berulang kali secara terus menerus tanpa jeda. Gadis itu mengabadikan setiap sepersekian detik momen tanpa terlewat sedikit pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD