SUAMI ONLINE 18 C
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Pria berbaju kaos warna hitam itu sedang duduk di warung angkringan kopi. Ya, Ratan akan menunggu waktu yang tepat untuk memberi satu kejutan.
"Apa Bapak kenal sama wanita yang tinggal di kontrakan dekat perumahan elit itu? Namanya Kenes," tanya Ratan sambil meminum kopinya.
Pemilik angkringan tampak berpikir siapa wanita yang dimaksud. Ia tidak begitu hafal semua orang yang melewati angkringannya.
"Saya kurang tahu, Mas. Coba aja tanya pria di sampingmu itu," jawabnya sembari menunjuk dengan lirikan mata.
Ratan menatap pria yang sedang menyantap bakwan dengan begitu tenang. Ada keraguan ingin bertanya atau tidak. Namun, dirinya sudah terlanjur sampai di sini. Ia ingin melanjutkan tujuannya untuk apa berada di tempat ini.
"Em, Mas ... apa kenal wanita bernama Kenes yang memiliki usaha warung seblak di sekitaran pusat kota?" tanya Ratan ragu.
Pria di sebelahnya menoleh, menatap Ratan dengan sorot mata yang entah artinya apa. Bola matanya memutar seakan sedang mengingat wanita yang ditanyakan pria di sebelahnya.
"Maksudnya Kenes yang tinggal sendiri di kontrakan belakang sana? Yang katanya perawan tua?" Pria itu menjawab tanpa beralih dari bakwan dan kopi.
Ratan tersenyum sinis penuh kelicikan. Ternyata warga di sini belum ada yang tahu kalau Kenes tinggal bersama pria. Ya, setelah melihat mereka bermain air beberapa hari yang lalu, Ratan sering mengintip dari balik gerbang. Ia kerap mendapati Kenes keluar masuk dengan seorang pria yang mengaku suaminya.
Kepalanya langsung ingin membuat kejutan untuk menghasut beberapa pemuda untuk menggerebek rumah kontrakan wanita yang telah membuat hatinya patah atas penolakannya.
"Jadi, Masnya tahu kalau dia masih perawan tua? Terus, Mas tahu enggak kalau sekarang Kenes tinggal berdua sama pria?" tanya Ratan kembali memancing emosi pria di sebelahnya. Namanya di desa pasti masih kental dengan norma dan adat. Ini bisa menjadi senjata yang ampuh.
Pria di sebelahnya menoleh. Ia mencoba mencari kebenaran dari ucapan pria di sebelahnya.
"Kamu sebenarnya siapa? Kok, bisa tahu Kenes tinggal dengan pria?"
"Aku sering melihat mereka keluar masuk rumah bersama. Sekarang aja mereka mungkin sedang berduaan. Masa wanita belum menikah tinggal berdua dengan pria yang tidak tahu siapa. Kalau bukan untuk ...." Ratan semakin tersenyum mendapati wajah pria di sebelahnya menjadi panik.
"Kalau itu benar, enggak bisa dibiarin nih ... aku harus lapor Pak RT. Tamu menginap itu wajib lapor setelah melebihi 1x24 jam," ucapnya sembari bergegas membayar bakwan dan kopinya.
"Saatnya pertunjukan dimulai," batin Ratan.
Pria itu bangkit diikuti Ratan dari belakang menuju rumah Pak RT yang terletak tidak jauh dari angkringan. Lima menit berjalan akhirnya sampai di tempat tujuan. Terlihat pria berumur yang sedang duduk santai di teras depan. Ratan terus mengikuti pria di depannya sampai memasuki halaman rumah bercat coklat s**u.
"Assalamu'alaikum, Pak RT ...." Pria itu menyapa ramah. Ratan hanya menganggukkan kepalanya sebagai bentuk penghormatan.
"Wa'alaikumsalam ... tumben ke sini, ada keperluan apa nih? Terus itu Masnya siapa?"
"Ini, Pak ... Mas ini memberi tahu kalau Kenes yang ngontrak rumah di belakang perumahan itu tinggal berdua sama pria. Tapi, kan, selama ini kita tahunya dia masih sendiri. Saya ingin Pak RT memeriksanya, takut terjadi hal-hal yang memalukan desa," jelasnya.
Pak RT tampak mengerti dengan penjelasan tetangganya. Sebagai tetua di desa L RT 01, sudah menjadi kewajibannya harus menjaga ketentraman warga.
"Baiklah. Kita segera ke sana bersama." Pak RT berjalan lebih dulu, lalu kedua pria itu mengikuti dari belakang. Kebetulan waktu juga sudah selesai salat Maghrib.
Letak rumah kontrkan Kenes yang hanya berselisih empat rumah membuat mereka memilih berjalan kaki.
Sementara itu, Danesh baru saja selesai membersihkan diri, begitu juga Kenes. Dia juga baru selesai mandi dan masih mengenakan celana pendek berbalut kaos tak berlengan. Bahkan
Danesh yang sudah duduk santai di depan TV sambil menunggu sang istri untuk makan bersama, tiba-tiba tubuhnya terasa kaku melihat pakaian Kenes yang selalu menghipnotis matanya.
Bagi Kenes berpakaian santai di rumah membuat geraknya lebih leluasa. Ia belum bisa mengubah kebiasaan buruk itu meski kini ada suaminya. Bukankah tidak masalah jika tubuh dinikmati oleh pria yang berstatus suami?
Ketika Kenes mendekat lalu melewatinya, satu cekalan tangan menahan langkahnya.
"Tunggu! Apa kamu tidak pernah merasa bersalah?" tanya sang pria yang menarik lebih kuat tangan Kenes sampai terduduk di pangkuan.
Kedua mata Kenes melebar mendapat perlakuan yang tidak terduga. Namun, sorot mata sang pria menguncinya tanpa memberi kesempatan untuk memberontak.
"Salahku apa? Awas! Aku mau ke kamar!" jawab Kenes sembari terus berusaha bangkit tapi tertahan kedua tangan kekar yang melingkari pinggangnya.
"Salahmu ... pakaianmu membuat sisi liarku terbangun. Bukankah tadi siang aku sudah bilang akan memberimu satu kecupan. Kamu boleh menentukan sendiri," ucapnya tanpa mengalihkan pandang matanya.
Kenes melirik kanan kiri, lalu menunduk dan memainkan jemarinya. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Kepalanya mengingat jika boleh menentukan satu kecupan itu.
"Em ... kalau aku milih di kening, boleh?" tanyanya ragu.
Danesh tersenyum mendengar jawaban sang wanita. Kemudian tanpa menunggu lama, kedua tangan Danesh membingkai wajah sang istri dan mendaratkan satu kecupan mesra.
Setelah cukup, Danesh kembali mengusap pipi yang selalu terasa lembut. Matanya tertuju satu tempat yang begitu ia inginkan.
"Apa aku juga boleh menentukan pilihan ingin mencium bagian yang mana?
"Ma—”
Jawaban Kenes terpotong karena tiba-tiba sesuatu yang hangat terasa lembut di atas bibirnya. Otot yang menegang sekarang menjadi semakin tegang ketika cinta berubah menjadi b***k nafsu. Sang wanita memejamkan kedua matanya untuk lebih merasakan sentuhan cinta sang suami. Mereka tenggelam dalam ciuman yang bagai candu.
Sementara di luar rumah sudah ada beberapa warga yang siap mengetuk pintu. Kedua pria itu tampak terkejut saat melihat adegan yang terlihat dari balik kaca.
"Wah ... enggak bener ini, Pak RT. Mereka sedang ...."
"Sebaiknya ketuk pintu sekarang dan tanyakan dengan baik-baik," ucap pria yang menemani.
"Bukan hanya tentang gosip mereka, tetapi ada bukti lain yang sedang dilakukannya sekarang di dalam sana." Ratan ikut menimpali agar Pak RT segera menindak kelakuan yang membuat dadanya memanas.
Tanpa menunggu lama, Pak RT langsung mengetuk pintu lumayan keras.
Tok ... tok ... tok!
Suara ketukan pintu membuat pasangan yang tengah menepati janji menghentikan kegiatannya. Kenes bergegas bangkit dari pangkuan dan menuju kamar untuk memakai pakaian yang lebih sopan.
Sementara Danesh berjalan mendekat ke arah pintu dan membukanya. Ketika pintu terbuka, Danesh melihat Ratan tersenyum sinis.
"Ckck ... jadi ini ulahnya yang dimaksud tadi pagi? Kamu salah bertindak, Bung ...," batin Danesh dalam hati.
"Maaf ... pemilik rumahnya ada, Mas? Saya ketua RT di desa ini. Ada laporan kalau Kenes tinggal dengan pria. Padahal yang kami tahu dia masih sendiri." Pak RT menjelaskan kedatangannya.
Kenes yang mendengar ucapan Pak RT seketika mematung di tempat. Kenapa giliran sudah menerima pernikahannya malah ada cobaan tak terduga.
"Apa ini salah satu cara untuk menyadarkanku kalau memiliki Danesh membutuhkan perjuangan?"
-----***-----
Bersambung