Unggulan VS Berbeda

1672 Words
"Pintar saja tidak cukup, etika baik juga perlu" *** Kedua kelompok pemuda itu tengah berdiri berhadap-hadapan sembari saling melemparkan tatapan tajam. Anak unggulan hanya melemparkan senyum kepada anak berbeda, senyum mengejek. Bahkan hendra yang jadi center dari anak unggulan hanya menatap tanpa beban anak-anak berbeda yang sudah mengepalkan tangannya erat. Sudah siap untuk melayangkan bugemannya, "Maju lo anjing," teriak Wawan sembari perlahan mendekat pada beberapa anak cowok yang berpakaian rapi, bersih dan juga wangi itu. Berbanding terbalik dengan mereka semua yang urakan, baju tak terkancing satupun, kaos kaki beda sebelah, dengan rambut acak-acakan. "Lo yang maju kaum bodoh," ujar Hendra sembari tersenyum miring, "Anjing bangat kan nih anak ," geram bento sembari menggulung lengan bajunya. "Kalian gak usah mimpi bisa ikut test lawan kita, karena kita gak sudi buat ngotorin otak sama pikiran cuma buat hal-hal menjijikan kayak kalian," Mark sudah maju sembari melangkah tepat membuat Hendra ikut maju. Keduanya saling tatap-tatapan dengan tangan yang mengepal sempurna, "Ngapain mereka adu tatap njir," bisisk Bento pada yang lain. "Gatal bangat gue pengen putar lagu india," celetuk Kai membuat yang lain mengumpat kasar. "Lo gak usah bangga Hendranjing ! Lo cuma pintar karena bantuin orang tua lo. Lo mah gak ada apa-apanya sama anak-anak lain, lo cuma ngandalin orang tua," ujar Mark penuh penekanan membuat pemuda jangkung itu mengeraskan rahangnya dengan wajah keruh. "Bacot lo anjing !" Ujar Hendra langsung melayangkan tonjokannya pada Mark. Keduanya pun sudah saling adu pukul dengan sesekali meringis sakit. Apalagi Mark yang seringkali kena pukulan kuat dari Hendra yang notabennya anak taekwondo. Bento dan yang lain hanya menonton sembari menyemangati Mark yang sudah babak belur karena pukulan Hendra. "Berhenti !" Teriakan komando dari Azzam membuat keduanya sontak menghentikan aksi pukul-pukulannya. "Mampus ada pak Azzam," bisik Yuta sembari merapat pada tubuh Johny menyembunyikan diri. Hendra menautkan alis melihat Azzam berdiri ditengah-tengah mereka. "Bapak gak usah ikut campur, ini urusan saya sama si g****k ini." Kata Hendra dengan menunjuk tak sopan pada Mark yang sudah hendak tepar. "Mereka anak murid saya, otomatis mereka urusan saya." Jawab Azzam membuat Hendra tersenyum sinis, "Oke kalau itu mau bapak," ujarnya dengan megepalkan tangannya kuat. Dengan cepat ia hendak meninju Azzam namun pemuda bermata cokelat itu dengan sigap menghindar membuat Hendra tersungkur ke lantai karena tidak bisa menahan ancang-ancang kuatnya sendiri. Anak-anak menganga kecil melihat itu, apalagi anak berbeda sudah ingin bersorak senang namun melihat wajah serius Azzam, membuat mereka merapatkan mulutnya. "Ada apa ini ?" Ucapan pak Mike membuat mereka menoleh pada pria setengah baya itu, "Kamu dipukuli siapa ?" Lanjutnya sembari menangkup wajah Hendra, "Bapak yang pukuli murid saya ?" Tuduhnya pada Azzam yang hanya menatapnya tenang. "Bapak tidak bisa seenaknya memukuli murid saya, bapak bisa dikenakan hukuman karena melakukan k*******n terhadap murid saya. Ba--" "Ayo anak-anak, balik ke kelas." Ujar Azzam memotong pembicaraan Pak Mike membuat pria itu menggeram kesal. "Cepat ke kelas !" Ulang Azzam dengan tegas membuat anak berbeda sontak bergeges menuju kelas dengan cepat. Daewhi yang baru muncul jadi menautkan alis bingung, "Eh udahan berantemnya ?" Katanya dengan wajah sendu, "Padahal gue udah beli cemilan buat teman nonton," katanya membuat Bento yang mendengar itu jadi menarik kasar kerah baju remaja itu. "Jangan g****k bisa gak." Dewhi jadi berdecak lirih sembari melangkah bersama yang lain ke kelas. Azzam sendiri hanya terdiam tanpa berbicara lagi dengan murid-muridnya, "Kalian semuanya duduk di kursi masing-masing." Ucap Azzam membuat Gio yang duduk di pojok langsung melihat ke depan. "Ada yang mau menjelaskan kenapa kalian berkelahi dengan anak unggulan ?" Semua sontak mengangkat tangan, kecuali Gio yang memang tidak tahu-menahu dan Daewhi yang dasarnya lama loading. "Mereka semua kayak anjing pak!" Teriak Mark. "Hendra apalagi, ketuanya anjing !" ini suara bento. "Si Farel juga tuh, sok bangat elah. Pengen bangat gue elus-elus pakai parut." Kali ini Lucas yang bersuara. Azzam menghela kasar sembari menatap muridnya satu persatu, "Kalian besok pasti bakalan dihukum." Kata Azzam membuat anak muridnya memperotes. "Lah kan mereka yang mulai pak," "Mereka ngatain anak berbeda isinya sampah, yakali pak. Saya gak ridha pak." "Mereka juga mau bakar kelas ini pak, gak guna katanya." "Anak berbeda g****k semua, katanya." "Mereka biangnya masalah pak," "Hidup ini memang penuh dengan masalah, jika kalian semua tidak mampu menghadapi masalah. Maka kalian semua yang akan menjadi masalah. Seperti sekarang ini, apa yang kalian lakukan tadi sudah menimbulkan masalah." Jelas Azzam sembari menghela nafas panjang. "Yah tapi gitu pak, masalahnya anak kelas kita selalu di pandang sebelah mata. Bodo amat sih tapi ngeganggu pak," kata Taufiq di sebelah Kai. "Yah satu-satunya cara dengan kasih mereka pelajaran, biar kapok." Azzam tersenyum samar sembari menggeleng. "Dua tambah tiga sama dengan lima, empat tambah satu juga sama dengan lima. Jadi, ada banyak cara yang bisa kalian lakukan tanpa harus menyalahkan satu sama lain. Cara tadi adalah cara yang paling tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar. Bodoh boleh tapi harus mengedepankan akhlak yang baik." Kata Azzam membuat anak-anaknya terdiam sembari saling melirik satu sama lain. "Ada masanya dimana kalian hanya perlu memperhatikan apa yang mereka lakukan meskipun itu menyakiti kalian, karena membalas dengan cara yang sama akan membuat kalian sama seperti mereka. Tidak ada bedanya," lanjut Azzam masih dengan wajah tenangnya. "Balaslah mereka dengan prestasi yang kalian punya, andalkan otak jangan otot. Karena otot hanya akan melukai satu sama lain, tapi kalau kalian mengandalkan otak. Sudah pasti kita tahu siapa yang menang disini, karena otak yang berperan penting." Tambahnya membuat Daewhi mengerjap tak paham sembari menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Berarti yang menang anak unggulan dong pak ?" Azzam menggeleng, "Belum, kalian juga bisa menang." "Tapi kami kaum bodoh pak," "Tidak ada yang namanya bodoh yang ada hanya kaum yang malas berusaha," jawab Azzam dengan tersenyum hangat kearah murid-muridnya. Daewhi sontak bertepuk tangan heboh sembari berdiri membuat yang lain mengumpat kasar. "Jadi mulai hari ini belajar yang giat, bapak akan bantu kalian semua. Dan satu lagi, berhenti bawa nama-nama binatang di dalam kelas." Ucapan Azzam sontak membuat murid-muridnya terbahak keras, apalagi Bento sudah menunjuk-nunjuk Mark yang seringkali mengumpat. *** Azzam terlihat berjalan menyusuri koridor pondok, hari sabtu dan minggu ia disana. Kembali mengajar santri-santrinya bersama Jaelani. Kedua pemuda itu terlihat sedang duduk berhadapan sembari saling menyetor hafalan masing-masing. Azzam menghela nafas masih merasa baru sedikit hafalan qurannya, pemuda beriris mata cokelat itu baru menghafal 26 juz, dan masih 4 juz yang belum bisa ia hafal sampai sekarang. Azzam menautkan alis saat melihat salah satu ustadzah sedang mengangkat meja berukuran besar seorang diri. Sepertinya perempuan itu sedang menyiapkan untuk acara kajian sore nanti. Pemuda itu sontak berdiri dan mengajak Jaelani untuk ikut turun di bawah lantai satu tempat para kaum perempuan berada. "Permisi ustadzah biar saya yang angkat," ujarnya sembari mengambil alih meja dari tangan wanita bercadar tersebut. "Terima kasih ustadz." Azzam hanya mengangguk sembari mengangkat benda itu masuk ke dalam ruangan kajian. "Zam, ini berat bangat ya Allah. Ustadzah Putri kuat bangat yah ngangkat beginian." Azzam hanya terkekeh sembari mengambil sapu dan bergegas membersihkan ruangan tersebut. "Sekuat-kuatnya perempuan akan tetap lemah dihadapan lelakinya nanti, karena tugas kita laki-laki adalah menjaga, melindungi, menafkahi dan menyayanginya setulus hati" Jaelani langsung tersipu begitu saja, "Kok aku baper yah, Zam ?" Celetuknya sembari terkekeh sendiri, Azzam hanya menggeleng sembari melanjutkan kerjaannya. Para perempuan pun perlahan mengisi ruangan sembari menunggu ustadz yang akan mengisi kajian. Azzam dan Jaelani pun beranjak hendak meninggalkan tempat tersebut dan melanjutkan menyetor hafalan. Namun, saat salah satu ustadzah yang berdiri di depan keduanya membuat Azzam menghentikan langkahnya. "Mohon maaf ustadz, bisa isi kajian sore ini tidak. Soalnya ustadz Muslim berhalangan hadis karena beliau sedang safar (dalam perjalanan)," Azzam melirik Jaelani yang menyuruhnya mengangguk. "Bisa." Balasnya membuat perempuan bercadar itu menyipitkan mata pertanda ia sedang tersenyum. Azzam pun langsung melangkah masuk di dalam ruangan sembari mengambil mic dan worles. Pemuda itu merapikan kain yang menjadi penghalang antara dirinya dan perempuan-perempuan yang berada disana. Karena Azzam tahu banyak yang bercadar disana, dan sangatlah tidak sopan jikalau ia harus menatap mereka secara langsung tanpa ada penghalang untuk ia dan para akhwat. Azzam pun memulai ceramahnya sembari mengucapkan salam dan bershalawat, tidak lupa pula ia mengucap syukur pada Allah. "Tema kajian kita hari ini adalah Islam memuliakan wanita," ujarnya sembari memberi jeda. "Wahai para akhwat sekalian, tahukah kalian bahwa semakin banyak pandangan yang tergiur denganmu semakin bertumpuk pula dosa-dosamu. Semakin banyak lelaki yang menghayalkanmu, semakin berhasrat denganmu, maka semakin bertumpuk pula dosa-dosamu." Ujarnya membuat para akhwat terdiam sembari mendengarkan. "Untuk itu, marilah kita menjaga hasrat kita untuk tidak menampakan diri dalam bentuk foto. Apalagi kalian yang sudah bercadar, bukankah kalian bercadar untuk menutup diri dan menjaga pandangan kami para adam terhadap kalian, lantas apa yang membuat kalian berani memajang wajah kalian di sosmed, dengan pakaian tertutup sembari tersenyum manis pada kamera." Ujar Azzam sembari menghela nafas. "Apa motif kalian sehingga kalian memasang wajah kalian di sana ? Berharap dapat pujian ? Berharap di sanjung ? Atau apa ?" "Tidak perlu dunia maya tahu betapa cantik dan shalihahnya dirimu, karena penyakit ain bisa terjadi melalui foto ataupun video yang disebabkan oleh dengki, hasad, iri, takjub maupun kagum." Tambahnya sembari terdiam sejenak. "Penyakit ‘ain adalah penyakit baik pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena. Ibnul Atsir rahimahullah berkata, ﻳﻘﺎﻝ: ﺃﺻَﺎﺑَﺖ ﻓُﻼﻧﺎً ﻋﻴْﻦٌ ﺇﺫﺍ ﻧَﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ ﻋَﺪُﻭّ ﺃﻭ ﺣَﺴُﻮﺩ ﻓﺄﺛَّﺮﺕْ ﻓﻴﻪ ﻓﻤَﺮِﺽ ﺑِﺴَﺒﺒﻬﺎ “Dikatakan bahwa Fulan terkena ‘ Ain , yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya jatuh sakit”  "Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺣﻖُُّ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺷﻲﺀ ﺳﺎﺑﻖ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻟﺴﺒﻘﺘﻪ ﺍﻟﻌﻴﻦ “Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya”  "Untuk itu marilah kita menjaga diri kita dan keluarga kita dari penyakit ain," ujarnya lalu mengakhiri ceramahnya sembari mengucap salam. Azzam terlihat berjalan keluar sembari menghela nafas kasar, ia pun merogoh ponselnya saat benda pipih itu bergetar pada saku bajunya. "Iya Bento, kenapa ?" Azzam melebarkan mata kaget mendengar penuturan remaja di seberang sana. "Tunggu, bapak kesitu. Jangan kemana-mana," uajrnya lalu mematikan telepon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD