When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Khal ... belum ngantuk, kan?" Itu saat malam dan Khala hendak terpejam, tetapi gimana mau ngantuk kalau ada sebuah tangan yang diam-diam menelusup sampai mengusap perut Khala dari area dalam, terus makin naik, naik, ke puncak gunung, dan ... Khala cekal tangan itu. "Aku lagi nggak mood, plis. Lagian tamu bulanan aku belum kelar." Tahu, kok. Makanya tangan Bintang tahu diri memilih naik daripada turun. Eh, tapi ... sebaiknya nggak naik atau turun, kan? Dasar Bintang. Dia tarik tangannya, keluar dari dalam piama Khala. Malam itu, Khala masih bad mood tentunya, belum memaafkan Bintang, padahal waktu menuju 3 hari jangka maksimal marahan sudah kian menipis. "Jangan lama-lama marahnya, Khal. Dosa." "Itu Mas tau dosa, tapi kenapa malah zalim terus sama aku?" Eh, eh? "Mas zalim apa?" Di