"Siapa sih malam-malam gini mencet bel?" gumam Sheila sembari berjalan menuju pintu.
Sejak terakhir penyamarannya di Caddy golf, dia memang tidak melakukan aktivitas apapun lagi. Dia hanya menunggu instruksi dari atasannya, kapan dia harus bergerak untuk meringkus Robert Bailey.
"Kamu?"
"Hai, aku gak ganggu kan," ucap Adrian tersenyum sumringah.
"Ngapain ke sini? Kamu tahu dari mana alamatku?" cecar Sheila kemudian terdiam. Ada Selma yang pasti menjadi sumber informasi bagi Adrian, dia sepertinya menanyakan hal yang tidak penting.
"Boleh masuk gak?" tanya Adrian.
Sheila menyandarkan dirinya di pintu, membuka jalan selebar-lebarnya agar Adrian bisa masuk.
Adrian menelisik seisi apartemen Sheila. Tidak banyak barang-barang di dalamnya.
"Kamu ngapain ke sini?" tanya Sheila lagi.
"Aku pengen makan mie instan," jawab Adrian.
"Hah!?"
"Iya. Aku kangen masakan mie instan buatan kamu," ucap Adrian lagi.
Sheila menggeleng tak percaya tetapi dia berjalan menuju dapur dan Adrian mengikutinya.
Adrian mengulum senyum melihat Sheila memakai piyama tidur dengan gambar kartun, rambutnya bahkan diikat asal, benar-benar sederhana.
"Kamu lagi nonton film ya," tebak Adrian saat melewati sofa, televisi sedang memutar sebuah film, selain itu ada beberapa camilan dan minuman dingin di meja.
"Iya," jawab Sheila malas-malasan.
"Aku gak punya mie," ucap Sheila setelah mengecek isi lemarinya.
"Ini," Adrian mengangkat kantongan yang sedari tadi dipegangnya.
"Oke," ucap Sheila. Sepertinya memang Adrian mempersiapkan semuanya sebelum datang ke apartemennya.
Sheila segera membongkar isi kantongan yang di bawa Adrian. Ada banyak mie instan aneka rasa dan merk, belum lagi topping mie yang juga lengkap.
"Telurnya satu atau dua?" tanya Sheila.
"Ih kok tahu," balas Adrian bercanda. Mata Sheila melotot, bisa-bisanya Adrian malah mengarahkan ucapannya ke arah negatif.
"Hehehe, satu aja. Sosisnya tiga," ucap Adrian. Sheila mengangguk.
Adrian menopang dagunya dengan kedua tangannya, menatap Sheila yang sibuk di dapur.
"Ini," ucap Sheila dengan semangkuk mie instan yang terlihat menggiurkan.
"Makasih. Kamu gak makan?" tanya Adrian karena Sheila hanya memasak satu mie instan saja.
"Gak, aku diet," jawab Sheila asal.
"Badan kamu udah bagus kok. Ngapain diet," balas Adrian lagi.
Ya, bagi Adrian, badan Sheila masuk kategori badan sehat dan bugar. Wanita itu sepertinya sering melakukan olahraga untuk membentuk otot lengan dan perutnya.
"Kamu cepetan selesein makanan kamu. Aku udah ngantuk," ucap Sheila mengusir halus Adrian.
"Oke," ucap Adrian makan dengan perlahan-lahan.
"Makasih ya," ucap Adrian setelah menghabiskan semangkok mie yang rasanya luar biasa nikmat. Benar dugaannya karena ini adalah buatan Sheila.
"Iya," ucap Sheila sembari menguap.
"Kalau gitu aku pamit ya. Lain kali aku dateng kesini."
"Lain kali? Ngapain? Aku gak suka terima tamu," balas Sheila tak suka.
"Soalnya hanya mie instan buatan kamu yang pas di lidahku," alasan Adrian.
"Ada-ada aja. Padahal aku gak naro bahan macem-macem."
"Entahlah aku juga heran."
"Ya udah aku pulang. Kamu hati-hati. Jaga diri," pamit Adrian sekali lagi sembari mengacak-acak rambut Sheila. Sheila terdiam, sedikit salah tingkah diperlakukan seperti itu.
Selepas kepergian Adrian, dia menyandarkan tubuhnya di tembok sembari memegang dadanya yang berdegup kencang.
***
Hari ini Sheila menuju bandara untuk menjemput rekan kerjanya Agen T dan Agen K yang ditugaskan atasannya untuk membantunya. Walaupun kabar kedatangan Robert Bailey bulan depan tetapi persiapan yang matang dan mengenal kondisi di lapangan perlu dilakukan oleh mereka.
"Selamat datang pak!" Sheila memberikan hormat kepada agen T dan agen K. Mereka juga membalasnya, memberikan salam hormat.
"Ternyata Indonesia kotanya indah ya," puji Agen T yang baru saja mengunjungi Indonesia. Berbeda dengan Agen K yang pernah berkunjung ke pulau Bali untuk liburan. Setidaknya dia sudah tahu kondisi dan cuaca di Indonesia.
"Terima kasih pujiannya Pak!" balas Sheila yang fokus mengemudi.
"Apartemen ini hanya mempunyai dua kamar. Apa tidak masalah anda berbagi kamar?" ucap Sheila setibanya mereka di apartemen.
"Tidak masalah, kasurnya cukup luas untuk kami tempati. Lagipula kita memang tidak liburan di sini. Kita akan menangkap Robert Bailey setelah itu akan kembali ke Inggris," ucap Agen T.
"Gimana agen K? Gak masalah kan?" tanya Agen T ke Agen K yang lebih banyak diam mendengarkan pembicaraan.
"Iya tidak masalah."
"Ya sudah. Kalian silakan mandi dan berganti pakaian. Saya akan menyiapkan makanan untuk kalian," ucap Sheila.
"Oke. Terima kasih."
Tepat saat Sheila telah selesai menata makan di meja, Agen T dan Agen K keluar dari kamar dengan wajah yang terlihat segar.
"Ayo makan," ucap Sheila.
Keduanya duduk dan menatap asing makanan yang disajikan di meja.
"Ini namanya ayam bakar dan lalapan. Saya memang sengaja memasak masakan khas Indonesia selama kalian di sini. Silakan dicoba."
"Sepertinya enak," ucap Agen K yang sedari tadi perutnya berbunyi keroncongan. Selain itu wangi ayam bakar memang telah menyeruak seisi apartemen saat dirinya membuka pintu kamar.
Kedua rekan kerja Sheila makan dengan lahap ayam bakar dengan sambal tumis.
"Apakah itu terlalu pedas untuk kalian?" tanya Sheila karena melihat kedua wajah rekannya tampak memerah.
"Ya, ini pedas tetapi membuat ketagihan," jawab Agen K sembari menghapus peluh di dahinya.
"Ini buat kalian," Sheila segera memberikan masing-masing segelas air dingin untuk keduanya untuk meredakan rasa pedas yang mungkin terasa membakar lidah mereka.
"Thank you."
Semua makanan yang tersaji di meja telah dihabiskan, bahkan lalapan juga dilahap mereka hingga habis.
Kini ketiganya, kembali ke ruang tengah untuk merencanakan bagaimana agar penangkapan Robert Bailey bisa berjalan lancar. Mereka takut kejadian di Brazil akan terulang dan Robert Bailey berhasil kabur.
"Saya melihat pengamanan di bandara lumayan ketat. Kecuali Robert Bailey menggunakan paspor palsu dan berhasil mengelabui petugas imigrasi," ungkap Agen T.
"Iya saya juga mencurigai hal itu," tambahkan Agen K.
"Apa kemungkinan lain Robert Bailey akan tiba di sini melalui jalur laut?" duga Sheila.
"Bisa saja. Kemungkinan itu selalu ada."
"Kalau begitu esok hari kita sebaiknya meninjau pelabuhan untuk mencari tahu kondisi di sana," usul Sheila.
"Iya betul sekali," ucap kedua rekan kerja Sheila bersamaan.
"Belmu berbunyi, kamu mungkin punya tamu," ucap Agen T yang terganggu oleh bunyi bel.
"Tunggu sebentar, saya akan mencari tahu," Sheila bangkit dan menuju pintu.
"Hai!" Adrian telah berdiri di depan pintu.
"Adrian, mau apa kamu ke sini?" tanya Sheila berbisik. Pria ini seperti lintah yang selalu ingin menempel di tubuhnya. Munafik jika Sheila tidak tahu apa maksud dan tujuan Adrian, tetapi meladeninya mungkin saja akan membuat pria itu akan semakin nekat. Oleh karena itu Sheila berpura-pura sembari menjaga jarak.
"Aku kebetulan lewat. Jadi bawain kamu buah-buahan," alasan Adrian.
"Oh iya makasih."
Sheila segera menarik kantongan di tangan Adrian.
"Itu aja kan. Kalau gitu aku masuk ya. Terima kasih atas buah-buahannya," ucap Sheila.
"Kamu gak nyuruh aku masuk?"
"Lain kali aja ya. Aku lagi males ngobrol," alasan Sheila.
"Ya udah kalau gitu," ucap Adrian sembari memasang wajah kecewa.
"Hati-hati!" pesan Sheila dan memastikan Adrian memang masuk ke dalam lift.
"Dasar menyusahkan!" gumam Sheila menutup pintu. Adrian tidak boleh tahu bahwa Sheila bersama rekan kerjanya di dalam. Bisa dipastikan pria itu pasti akan bertanya banyak hal, membuat kepalanya serasa ingin pecah.
"Siapa?" tanya Agen K.
"Oh temanku membawakan buah," jawab Sheila dan memperlihatkan kantongan berisi buah-buahan.
"Teman atau pacar?" tanya Agen T dengan tatapan penuh selidik.
"Gak. Saya kan sudah bilang menjalin hubungan hanya akan mengganggu pekerjaan," kilah Sheila. Agen T yang paling tua diantara mereka memang tela berkeluarga. Sedangkan Agen K masih lajang sama seperti Sheila.
"Bagaimana menurutmu Agen K?"
"Saya tidak setuju. Saya suka berhubungan dengan wanita. Percintaan membuat kita bersemangat," jawab Agen K. Kedua pria itu tampak bersekutu melawan prinsip Sheila.
"Terserah kalian saja. Sebaiknya kita kembali membahas Robert Bailey dibandingkan kalian mengurusi kehidupan pribadi saya."
Kedua rekan Sheila tertawa geli melihat wajah Sheila yang merah padam karena kesal.