Setelah mampir sejenak ke apartemen untuk berganti pakaian, Sheila segera ke Padang Golf Club House tempat Kevin dan orang bernama Bernard bertemu.
Dia kemudian mengemudikan mobilnya dengan kencang agar tiba lebih cepat. Tepat pukul delapan pagi, Sheila akhirnya sampai di lokasi tersebut.
"Selamat pagi Mba? Apa saya bisa bertemu dengan manajer anda?" tanya Sheila menghampiri meja resepsionis.
"Oh langsung aja ke ruangannya. Jalan aja terus, mentok, belok kiri. Ruangannya pas disitu," jawab resepsionis.
"Oh baik Mba. Terima kasih."
Sheila kemudian berjalan mengikuti arahan dari resepsionis.
Tok...tok...
Sheila mengetuk pintu dengan sebuah papan nama Manajer tergantung di pintunya.
"Silakan masuk!" teriak seorang dari dalam ruangan.
"Selamat pagi," ucap Sheila saat masuk ke dalam ruangan.
"Pagi. Ada apa ya?" tanya manajer dengan tatapan tidak ramah. Pria paruh baya dengan kumis tipis. Rambutnya disisir rapi dengan Pomade.
"Oh saya Ana pak. Saya ingin melamar menjadi caddy," jawab Sheila.
"Hahahaha kamu mau melamar jadi caddy? Emang kamu siapa sampai saya harus setujuin permintaan kamu? Kamu punya back up siapa?" cecar sang manajer dengan senyum menyebalkan.
Sheila menghela napas panjang. Terus terang dia juga tidak suka berbasa-basi. Sheila mengeluarkan segepok uang dollar dari dalam tasnya.
"Saya bayar anda agar menerima saya menjadi caddy. Hanya sehari saja."
Sang manajer melihat tumpukan uang itu sejenak memperbaiki posisi duduknya. Siapa yang tidak tergiur dengan tumpukan uang sebanyak itu. Apalagi dalam bentuk dollar. Jika bisa ditebak, jumlahnya sama dengan enam bulan gajinya.
"Kamu menyogok saya?" tanya manajer dan berpura-pura tidak tergoda.
"Tidak pak. Saya hanya meminta tolong dan ini anggap saja imbalannya."
"Maaf saya tidak bisa. Saya tidak punya kewenangan di sini."
Sekarang Sheila merasa kesabarannya tengah diuji dengan sikap sang manajer.
"Anda tidak mau?" Sheila mengeluarkan kartu identitas agen interpol miliknya. Tentu saja menutupi nama aslinya.
Saat ini wajah manajer berubah pucat pasi.
"A-ada apa dengan tempat ini sampai-sampai kepolisian luar negeri harus terlibat?"
"Saya tidak bisa menjelaskan lebih detail. Tetapi saya harapkan bantuan anda. Tetapi jika anda menolak, saya bisa melaporkan bahwa tempat ini membebaskan miras dan narkoba," ancam Sheila.
Sang manajer mereguk ludahnya berkali-kali. Wajah paniknya tampak jelas. Dia terkejut Sheila tahu aktivitas terlarang para member VIP-nya saat bersantai di ruangan.
Sheila memang mencari tahu kelemahan dari tempat tersebut agar dia mempunyai kartu As saat terdesak. Nyatanya, dia membutuhkan itu.
"Jadi? Apa anda bisa membantu saya?" tanya Sheila dengan tatapan intimidasi.
"Bi-bisa."
"Baiklah. Terima kasih."
"Tapi ini tetap saya ambil kan," manajer menarik uang tersebut dan segera menyimpannya ke dalam saku jasnya.
"Itu memang hak anda."
"Oh iya. Saya ingin ditugaskan menjadi caddy dari pria bernama Bernard. Dia member VIP di sini kan?" tanya Sheila memastikan.
"Oh Bapak Bernard. Iya dia member di sini. Dia memang menghubungi saya kemarin bahwa dia akan bermain golf hari ini."
"Kalau begitu bagus."
"Memang dia punya masalah apa?" tanya sang manajer. Sheila hanya membalasnya dengan lirikan tajam. Manajer kemudian mengerti dan tidak berani bertanya lagi.
Sang manajer kemudian mengajak Sheila ke ruang ganti dan menemui rekan kerjanya. Dia juga dibekali pakaian seragam yang sangat ketat dan juga seksi.
"Itu dia bapak Bernard," ucap seorang caddy yang diutus manajer untuk mengarahkan Sheila.
"Oh baik."
"Hai, siapakah yang menemani saya bermain golf pagi ini?" tanya pria bernama Bernard itu dengan tatapan m***m.
"Dia Pak. Dia pegawai baru, jadi harap maklum jika dia tidak terlalu paham tugasnya."
"Oh dia," ucap Bernard memindai tubuh Sheila. Sesekali mengusap dagunya.
"Nama kamu siapa manis?" tanya Bernard dan kini tangannya sudah berada di bahu Sheila.
"Ana pak."
"Oh Ana. Kalau begitu temani Om ya."
"Baik Pak."
Sheila dan Bernard kemudian turun ke lapangan golf. Bernard yang sesekali mengeluarkan candaan membuat Sheila berpura-pura tertawa. Candaan garing nan m***m, terkesan tidak lucu.
"Pak, ponsel anda berbunyi," ucap Sheila yang memegang ponsel Bernard.
"Oh iya."
"Halo Robert, apa kabar?" ucap Bernard dengan seseorang di telpon.
Sheila memasang baik-baik pendengarannya. Dia yakin Robert yang dimaksud adalah Robert Bailey, orang yang selama ini dicari-cari Sheila.
"Oh kamu akan tiba bulan depan? Baiklah. Saya akan siapkan semuanya."
"Oh anakmu? Kevin? Dia tidak bersamaku. Aku mengajaknya kemarin dan dia beralasan susah bangun pagi. Sepertinya dia mabuk-mabukan lagi di Klub."
"Iya, biasa anak muda. Kita juga seperti itu saat muda," Bernard terkekeh geli hingga membuat perut buncitnya ikut bergoyang.
"Baiklah. Aku akan menunggumu. Hati-hati."
Bernard menutup panggilannya.
"Oh ini temen Om. Dia akan datang dari luar negeri," jelaskan Bernard ke Sheila.
"Oh iya Pak."
"Kita sudahi saja ya. Kita kembali ke lounge," saran Bernard yang baru saja memukul tiga kali bola tetapi keringatnya sudah bercucuran.
"Iya Pak."
Sesampainya di lounge, Sheila tetap menemani Bernard yang berbincang. Mereka menikmati minuman dingin sembari menatap lapangan golf.
"Kamu kalau gak betah kerja di sini. Kamu bisa kerja di tempat Om," ucap Bernard sembari mengelus-elus paha Sheila, membuat wanita itu tidak nyaman.
"Iya pak," ucap Sheila memaksakan tersenyum.
Bernard kemudian melirik arloji mahalnya dan tersadar, "Oh astaga sudah jam sebelas. Saya ada pertemuan penting siang ini. Kalau begitu saya pamit ya. Terima kasih telah menemani saya," ucap Bernard dan mencubit gemas dagu Sheila.
"Sama-sama pak."
Sheila akhirnya bernapas lega karena akhirnya bisa lepas dari pria tua nan m***m. Dia mengamati sekeliling dan berharap orang tidak melihat perbuatan Bernard tetapi tanpa sengaja matanya bertemu pandang dengan- Adrian. Lagi-lagi pria itu ada saat dirinya melakukan penyamaran. Sheila menjadi curiga, jangan-jangan Adrian adalah agen rahasia yang ditugaskan untuk mengawasi gerak-geriknya atau mungkin dia sebenarnya adalah anak buah Robert Bailey. Pikiran itu mendadak menyeruak. Sheila segera memalingkan wajahnya, berpura-pura tidak melihat Adrian.
Pria bernama Bernard itu memberikan ciuman di pipi sebagai tanda perpisahan, tidak lupa memberikan sebuah amplop di tangan Sheila sebagai uang tip juga kartu nama untuk menawarkan pekerjaan baru kepada Sheila.
Sheila mengantar Bernard hingga ke pintu keluar karena mobilnya telah siap menunggunya. Tidak lupa melambaikan tangan dan tersenyum manis. Sheila akhirnya bisa melewati penyamarannya kali ini dengan lancar.
Sheila sudah mendapatkan informasi berharga. Robert Bailey akan datang bulan depan. Dia akan segera meringkus pria itu dan membawanya kembali Inggris agar menerima hukuman yang setimpal.
Dia kemudian menuju ruang ganti dan akan berisitirahat di apartemen. Saat akan masuk ke ruang ganti, ada Adrian yang mencegat langkahnya, masih dengan pertanyaan yang sama mengapa dia harus melakukan pekerjaan yang menurutnya nista.
Satu fakta lagi membuat Sheila tercengang, Adrian menyatakan rasa sukanya. Sheila semakin membulatkan tekadnya untuk menjaga jarak dari Adrian dan segera menyelesaikan tugasnya. Toh, sebulan adalah waktu yang tidak terlalu lama, pikir Sheila.
Saat ini di pikiran Sheila hanyalah fokus untuk menangkap Robert Bailey. Dia membuang jauh-jauh kehidupan pribadinya. Bahkan seorang senior di kepolisian pernah menyatakan rasa sukanya tetapi ditolaknya mentah-mentah. Walaupun seniornya itu memilik wajah tampan dan juga prestasi membanggakan tidak membuat Sheila bergeming. Sheila hanya takut kehidupan pribadinya akan mengganggu pekerjannya. Dia sangat mencintai pekerjaannya.
"Ini buat kamu," Sheila memberikan amplop pemberian Bernard kepada caddy yang tadi memperkenalkannya kepada Bernard.
"Serius? Ini banyak loh?!" ucap caddy dan membuka isi amplop.
"Iya. Aku hanya ingin mencoba menjadi caddy. Bukan mencari uang," ucap Sheila menepuk bahu caddy itu dan meninggalkannya yang berdiri mematung.
Memang selama melakukan penyamaran Sheila selalu tidak mengambil sepeser pun uang tip yang didapatkannya. Uang yang tidak pantas dimiliki oleh seorang perwira kepolisian yang harusnya memiliki integritas tinggi.