Adrian semakin sering mendatangi Sheila di apartemennya. Padahal wanita itu juga sangat sibuk untuk mempersiapkan penangkapan Robert Bailey. Terkadang Adrian hanya mendapati apartemen kosong Sheila.
Ketiga Agen interpol Inggris itu baru saja kembali setelah mengecek kondisi pelabuhan yang mungkin menjadi jalur kedatangan si bandar besar narkoba itu.
"Sheila?" Adrian langsung berucap saat pintu lift terbuka. Belum lagi ekspresi keterkejutannya mana kala melihat Sheila bersama dua pria asing.
"Kamu ngapain lagi sih ke sini?" balas Sheila masih dengan ekspresi kesal. Dia tetap membuka pintu apartemennya dan rekannya yang lain menunggu. Adrian seolah tak dianggap di situ.
"Apakah butuh bantuan?" tanya Agen T.
"Tidak usah. Saya bisa mengatasinya," jawab Sheila mencoba tersenyum.
Kedua rekannya itu bersitatap kemudian mengangkat bahunya acuh dan masuk ke dalam apartemen. Walaupun mereka yakin bahwa Sheila sangat mudah mengatasi pria nekat seperti itu, mereka hanya ingin menepis kesalah pahaman yang mungkin terjadi antara Sheila dan pria itu.
"Sori Adrian, aku capek," Sheila ikut melangkahkan kakinya masuk ke apartemen.
"Sheila! Siapa mereka?" interogasi Adrian dengan nada sedikit naik.
"Bukan urusan kamu!" balas Sheila dengan nada yang sama.
"Ini urusanku. Bagaimana mungkin kamu bisa membawa dua pria asing ke apartmenmu. Apakah kamu w************n?"
Sheila menggeram mendengar tuduhan Adrian, tangannya mengepal dengan d**a kembang kempis.
"w************n?" Sheila menaikkan satu sudut bibirnya.
"Kenapa emangnya? Sejak pertama kali kita bertemu memang seperti itu penilaian kamu kan. Setelah tahu ini kamu akan mengancamku dengan memberitahukan hal ini ke Mama. Iya begitu Tuan Adrian Tanuwijaya yang terhormat?"
"Kamu tahu kan aku melakukan semua itu karena aku peduli. Aku bahkan menawarkan kamu untuk bekerja di perusahaanku yang notabene lebih terhormat dan juga menjanjikan penghasilan yang besar."
Sheila menggeleng, "Ini bukan soal uang."
"Lantas apa? Uji nyali?" cecar Adrian.
"Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku juga tidak ingin membuang-buang waktuku menjelaskan semuanya ke kamu. Jadi silakan kamu dengan asumsimu sendiri. Aku tidak peduli."
Adrian mencekal tangan Sheila dan memepetnya ke tembok kemudian mencium paksa wanita itu.
Plak!
Sebuah tamparan keras di pipi Adrian dilayangkan Sheila. Terdengar nyaring dan hasilnya sangat perih, Adrian sampai meringis.
"Kamu keterlaluan! Jangan pernah menunjukkan wajah mesummu di hadapanku! Aku tidak akan segan-segan membunuhmu jika kita bertemu lagi!" ancam Adrian. Pria itu tidak tahu bahwa apa yang dikatakan Sheila bisa saja terjadi. Wanita itu memegang sabuk tertinggi untuk olahraga bela diri. Kemampuannya ini membuat dia terpilih menjadi alumni terbaik sekolah kepolisian.
Adrian tidak lagi berucap, tatapan marah dan kecewa terlihat jelas di wajah Sheila. Dia gegabah dan juga terlalu emosi sehingga tidak memikirkan efek kelakuannya terhadap hubungan dirinya dan Sheila.
Adrian melupakan bahwa Sheila harus diberikan pengertian dengan cara yang lembut dan komunikasi yang baik. Semakin dia keras maka Sheila akan semakin sulit menerimanya.
Sesampainya di mobil, Adrian masih melampiaskan kekesalannya pada setir mobilnya. Entah dia kesal kepada apa dan siapa. Rasa cintanya membuatnya cemburu buta dan tidak bisa berpikir jernih. Adrian juga tidak ingin terjebak dengan perasaan itu. Dia bahkan berhalusinasi bahwa Sheila juga mempunyai perasaan yang sama tetapi hanya terlalu gengsi mengakuinya.
Adrian menginjak dalam pedal gasnya. Kini dia menumpahkan kekesalannya pada jalanan, mobilnya tampak berjalan zig-zag melewati kendaraan lain.
***
Sudah sebulan sejak pertemuan terakhir Sheila dan Adrian, pertemuan yang lebih banyak diwarnai perdebatan dan salah paham.
Sepertinya peringatan Sheila didengar oleh Adrian. Pria itu tidak lagi mendatangi apartemen Sheila sekadar singgah atau membawakannya makanan.
Sheila merasakan itu, di sudut hatinya yang terdalam ternyata ada sedikit rasa kehilangan karenanya. Tetapi menangkap Robert Bailey di atas segalanya. Dia akan tetap fokus pada tujuannya.
Jika misinya berhasil dia akan kembali ke Inggris dan selamanya tidak akan melihat pria bernama Adrian lagi.
"Halo, Agen S dan Agen T, sepertinya ada sebuah kapal kecil tampak akan bersandar di pelabuhan. Kemungkinan besar Robert Bailey berada di dalamnya," lapor Agen K yang hari ini bertugas mengawasi pelabuhan.
"Ayo kita bergerak!" perintah Agen T dan Sheila mengangguk sembari mengambil kunci mobilnya.
Sheila segera memacu kendaraannya berharap mereka akan tiba di sana tepat waktu.
Sesampainya di pelabuhan, suasana tampak lengang karena mereka memang berada di bagian pelabuhan yang tidak ramai. Tidak jauh dari sana, kapal yang dijadikan alat untuk mengangkut banyak penumpang, tampak ramai dan terlihat sesak.
"Agen K? Di mana kamu?" tanya Sheila setelah memasang alat komunikasi di telinganya.
"Saya berada di atas," jawab Agen K.
Agen T dan Sheila mendongak ke atas. Agen K ternyata sedang berbaring telungkup di atas sebuah peti kemas agar bisa meneropong jauh kapal-kapal yang akan bersandar.
"Lima menit lagi kapal itu akan bersandar. Kalian bersiaplah!"
"Baik!" seru Sheila dan Agen T. Keduanya segera mengambil senjata dari belakang pinggang mereka dan mencari tempat untuk bersembunyi.
Sebuah kapal sederhana yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan di laut tiba bersamaan dengan sebuah mobil sedan hitam yang baru saja masuk di dalam kawasan pelabuhan tersebut.
Dua orang pria turun dari mobil sedan itu, Kevin Bailey dan Bernard. Dua pria yang dikenali oleh Sheila.
"Pria muda itu adalah anak angkat Robert Bailey sedangkan pria tua yang bersamanya adalah sahabat Robert Bailey," jelaskan Sheila kepada rekan-rekannya.
"Informasi diterima!" seru keduanya.
"Sepertinya mereka tidak mendapatkan pengawalan," ucap Agen T kepada Sheila.
"Iya Pak, saya juga sedikit curiga tetapi bukankah ini memudahkan kita," balas Sheila.
"Benar!"
"Jangan ada yang menembak sebelum saya perintahkan!" tita Agen T.
"Siap laksanakan!"
Kapal akhirnya bersandar, Kevin tampak bersandar di depan mobilnya sedangkan Bernard berdiri bertolak pinggang.
Robert Bailey turun dari kapal, melambaikan tangan kepada keduanya. Pria itu rela meninggalkan kemewahan dan menaiki kapal yang sangat minim fasilitas demi mengunjungi Indonesia.
Sheila dan rekannya yakin kedatangan Robert Bailey semata-mata bukan hanya ingin mengunjungi Kevin Bailey tetapi pasti ada maksud dan tujuan terselubung. Mungkin saja Indonesia akan menjadi salah satu lokasi bisnis narkoba miliknya.
Dor!
Sebuah tembakan dilepaskan, Sheila dan rekannya panik. Robert Bailey, Kevin dan Bernard juga terkejut mendengar suara tembakan itu, refleks ketiganya merunduk untuk menghindari tembakan.
"Agen K kenapa kamu menembak!" teriak kesal Agen T.
"Saya tidak menembak pak!"
"Lantas siapa?"
"Sial!" umpat agen T dan Sheila segera menampakkan diri.
"Robert Bailey! Anda ditangkap!" ucap Agen T dan Sheila menodongkan senjata ke arah Robert Bailey. Ketiganya mengangkat tangannya ke atas sebagai tanda menyerah.
"Lihat rekanmu di atas!" ucap Robert Bailey tersenyum.
Sheila dan Agen T lantas melihat ke arah rekannya Agen K. Seorang pria sudah menodongkan senjatanya ke pelipis rekannya itu.
"Kalian jangan takut, tembak saja Robert Bailey!" teriak Agen K. Sheila dan Agen T mengalami dilema, melepaskan Robert Bailey atau membiarkan rekannya terbunuh demi meringkus si bandar narkoba.
Agen T dan Sheila perlahan-lahan menaruh senjatanya ke lantai.
Kevin segera masuk ke mobil dan mengambil alih kemudi. Bernard dan Robert Bailey naik di kursi belakang. Mobil itu berlalu dan ketiga Agen interpol itu hanya menatap nanar kepergian buronan narkoba mereka.
Dor!
"Sheila!" teriak seseorang saat melihat pria yang akan menembakkan timah panas ke arah Agen K beralih ke Sheila.
"Adrian!" teriak Sheila saat Adrian tertembak tepat di punggungnya membuat pria itu tersungkur di pelukan Sheila.
"Astaga Adrian apa yang kamu lakukan di sini!" Sheila menangis panik melihat Adrian bersimbah darah. Padahal pria itu tidak perlu menolongnya seperti itu. Dia dan rekannya sudah dilengkapi rompi anti peluru di tubuh mereka.
Dor!
Sebuah suara tembakan terdengar lagi. Agen K berhasil mengambil alih senjata dari pria penodong kemudian menembaknya, sepertinya pria itu meregang nyawa.
"Sheila telpon ambulans sekarang! Pria itu pasti bisa diselamatkan!" titah Agen T.
"I-iya."
Sheila segera mengambil ponselnya dan menghubungi rumah sakit terdekat untuk meminta ambulans.
"Adrian kamu harus bertahan!" mohon Sheila, Adrian sekilas tersenyum kemudian menutup matanya tak sadarkan diri.
Agen K segera turun dan menghampiri mereka.
"Kenapa kamu harus membunuhnya padahal hanya cukup melukainya saja agar dia bisa kita jadikan sumber informasi," tatap kesal Agen T.
"Pria itu membahayakan nyawa kita pak. Saya mengikuti prosedur yang ada," sanggah Agen K. Keduanya kini beralih memikirkan kondisi Adrian.