Adrian masih saja terbayang wajah wanita itu. Wanita yang menolaknya tetapi memberikannya pengalaman ciuman yang berkesan. Untung saja tidak ada kawan-kawan yang melihat dirinya dipermalukan oleh seorang wanita penghibur. Dimana image playboy-nya, sungguh hal itulah yang kerap kali diagungkannya, sekali tunjuk wanita pasti takluk di hadapannya. Satu hal yang dahulu menjadi pertimbangannya untuk menjalin komitmen serius dengan kekasihnya.
Selama di kantor, Adrian tidak bisa berkonsentrasi. Usaha kerasnya untuk mendapatkan identitas dari detektif sewaannya tidak menemukan hasil. Seminggu ini cukup membuatnya kelimpungan. Keinginannya hanya ingin menaklukkan wanita itu kemudian mencampakkannya, dia sangat kesal dan merasa sakit hati. Dia tidak pernah diremehkan seperti ini.
Sebuah undangan pesta pertunangan salah satu kawannya, diberikan kepada Adrian. NW Centrall hotel, milik Vanessa Angelica mantan tunangannya. Lagi-lagi tempat itu menjadi tempat yang begitu banyak memberikan kenangan menyakitkan baginya. Tetapi atas nama persahabatan dia harus datang ke tempat itu. Bukan tidak mungkin dia mungkin saja menemukan jodohnya di sana.
Pukul 07.00 malam, Adrian tiba di lokasi acara. Dia mengenakan jas biru dengan dasi kupu-kupu, terlihat tampilan pria metroseksual yang maskulin juga mempesona. Wajahnya mulus tanpa jambang, rambutnya pun ditata rapi terkesan rapi.
“Selamat malam Tuan Adrian,” sapa doorman membuka pintu untuk Adrian. Adrian hanya mengangguk kemudian melangkah menuju lokasi acara. Ruangan ballroom NW Centrall hotel, tempat yang sama dahulu dia pernah melangsungkan pertunangan. Dia yang masih betah sendirian, berbanding terbalik dengan Angel yang telah menikah dan memiliki seorang putri yang cantk dan menggemaskan. Nasib Angel sungguh beruntung jika dibandingkan dengan dirinya.
Acara berlangsung mewah, meriah dan menyenangkan, tetap tidak bagi Adrian, tidak ada yang menarik hatinya. Setiap wanita yang mendekat hanya sekedar berbincang lepas dan basa-basi, tidak ada ketertarikan sama sekali. Dia menghormati semua wanita yang hadir di sana, karena mereka adalah wanita dari kalangan atas, anak pejabat hingga anak pengusaha. Sikapnya harus selalu dijaga, bukan tidak mungkin salah satu diantara mereka bisa saja menjadi rekan bisnis bagi perusahaannya. Itulah salah satu trik agar bisnisnya bisa berkembang pesat. Dia mampu memaksimalkan semua peluang hingga menjadi keuntungan baginya.
“Selamat yah bro,” ucap Adrian berjabatan tangan kepada sang pemilik acara.
“Thanks bro, semoga lo juga nyusul ya. Tobat bro, umur gak ada yang tahu,” sindir kawan Adrian. Bahkan tunangan wanita ikut terkekeh geli mendengarnya.
“Sialann lo!” Adrian meninju pelan lengan kawannya.
Ucapan ini terdengar sarkas dan juga menyedihkan. Umurnya yang menginjak 26 tahun belum masuk usia yang terlambat untuk menikah. Bahkan papanya menikah dengan mamanya saat umur 35 tahun. Tentu saja mama tiri Adrian, mama kandungnya meninggal sejak dia SD. Hubungan dia dengan mama tirinya awalnya kurang harmonis. Tetapi karena suatu fakta terungkap bahwa mama tirinya tidak seperti perkiraannya, membuat Adrian sadar dan menyayangi sepenuh hati mama tirinya itu.
Setelah mencicipi beberapa makanan dan meneguk segelas wine, Adrian meninggalkan lokasi acara. Setidaknya dia sudah datang, memberikan selamat dan menikmati pesta, itu sudah cukup.
Langkah kaki Adrian terhenti saat melihat sosok yang dikenalnya. Ya, wanita yang malam itu menolaknya di klub, rambut pirangnya terlihat mencolok. Masih dengan make-up yang tebal, dan baju seksi mendukung penampilan wanita itu.
Adrian tidak sadar dan mulai mengikuti wanita itu. Wanita itu berjalan menggamit lengan pria di sampingnya. Terlihat sangat akrab dan intim. Wanita itu tidak menyadari kehadiran Adrian karena fokus berbincang kepada pria yang menemaninya, sesekali tertawa geli layaknya saling menggoda.
Mereka naik ke lift tetapi Adrian menunggu sesaat untuk tahu di lantai berapa mereka akan tuju. Jika dia bergabung dengan wanita itu bukan tidak mungkin dia cepat dikenali.
Lantai 18, lift itu berhenti. Adrian segera masuk dan menyusul. Untung saja dia masih bisa melihat wanita itu masuk ke ruangan karena mereka berjalan lambat.
“Hei stop!” cegat Adrian saat wanita itu akan masuk ke dalam kamar hotel dengan pria yang bersamanya.
“Siapa kamu?” tanya pria itu tidak senang, menatap risih Adrian.
“Iya siapa kamu?” tambah wanita itu juga merasa terganggu akan kehadiran Adrian tetapi Adrian yakin dia mengenali wanita itu. Wanita yang sama, yang mengacaukan pikirannya akhir-akhir ini.
“Ayo!” Adrian mengacuhkan ucapan keduanya dan menarik kasar tangan wanita itu.
“Hei, kamu bawa kemana dia?” susul pria itu mencegat langkah Adrian.
“Apa sih?” Adrian mendorong bahu itu. Namun dia masih bertahan di posisinya.
Bugh!
Satu bogem mentah diarahkan Adrian ke wajah pria itu, dia terjatuh dan meringis.
“Arrggh!” wanita itu memekik, melihat perbuatan Adrian.
“Kamu kenapa sih?” tanya wanita itu ketus dan mendorong tubuh Adrian hingga Adrian mundur beberapa langkah.
“Hei, jika kamu butuh uang. Aku akan berikan itu," ucap Adrian.
“Aku memang butuh uang tetapi aku tidak butuh kamu,” balas sinis wanita itu.
Adrian mendekatkan wajahnya ingin mencium wanita itu.
Plak!
Sebuah tamparan melayang tepat di pipi kanan Adrian, sangat perih.
Adrian tidak gentar, dia semakin maju. Tangannya bahkan ingin mengungkung wanita itu ke tembok.
“Arrggh!!” Adrian meringis saat tangannyalah yang dipelintir ke belakang. Wanita itu menendang belakang lutut Adrian membuat Adrian terjatuh dan berlutut. Adrian tidak menyangka wanita itu mempunyai kekuatan untuk melumpuhkannya. Setidaknya dia mempunyai sedikit ilmu bela diri, untuk berjaga-jaga dari ancaman yang mungkin saja bisa muncul saat tidak ada pengawal yang berjaga di sampingnya. Tetapi kali ini teori itu tidak berlaku, wanita itu bukan wanita lemah. Dia sepertinya salah menilai wanita itu. Dia menghadapi orang yang salah
“Jangan macam-macam kamu!” ancam wanita itu tidak terima, berbisik di telinga Adrian.
“Saya sudah bilang, malam itu adalah malam terakhir kita bertemu,” ucapnya lagi.
“Setidaknya berikan aku kesempatan untuk kenal denganmu. Aku tahu kamu wanita penghibur, aku bisa bayar berapa pun kamu minta,” Adrian masih terus mencecar wanita itu agar berubah pikiran. Rasa penasaran Adrian lah penyebab semua ini.
“Oh ya?”
“Iya,” Adrian mengangguk yakin.
“Tapi saya tidak suka dengan tampang mesummu, kamu bukan tipeku,” balas wanita itu.
Sialan, rutuk Adrian dalam hati.
“Mulai sekarang, jangan pernah muncul lagi dihadapanku,” ancam wanita itu dan mengeratkan pelintiran tangannya. Adrian meringis kesakitan dan memukul-mukul lantai untuk mengalihkan rasa sakitnya.
“Please, setidaknya aku ingin tahu siapa namamu?” mohon Adrian lagi. Sebuah usaha yang sulit dilakukannya hanya untuk mengetahui nama seorang wanita yang tidak menyukainya. Sungguh sia-sia dan memalukan. Benar-benar dia kehilangan jati dirinya.
“Gill namaku Gill,” jawab wanita itu meninggalkan Adrian kedua kalinya. Adrian hanya bisa duduk dan mengecek pergelangan tangannya. Terasa pegal dan perih. Dia hanya bisa melihat wanita itu berjalan menjauh dari pandangannya.
Aku harus benar-benar menghilang dari pria bernama Adrian Tanuwijaya ini, dia bisa mengacaukan segalanya, batin wanita itu.