Sheila melakukan sebuah tugas penyamaran di sebuah toko roti. Konon Kevin Bailey sering membeli roti di sana untuk menghabiskan waktu sembari menikmati secangkir kopi hitam dan roti keju.
Benar saja, Kevin datang ke toko roti pagi itu. Dia mengambil tempat duduk di sudut. Hanya seorang diri.
"Silakan dinikmati kopinya pak," ucap pelayan. Sedangkan Sheila hanya mengawasi dari jauh. Dia takut Kevin Bailey sudah mengenalnya saat bertemu di klub malam.
Kevin Bailey hanya mengangguk sombong dan terlihat sibuk dengan ponselnya.
Saat Kevin beranjak dari kursinya menuju toilet, segera saja Sheila menghampiri mejanya dan menaruh alat penyadap. Tentu saja berhati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaaan orang sekitarnya.
Setelah memastikan alat penyadap itu terpasang dengan aman. Sheila kembali ke tempatnya bertugas, menunggu Kevin kembali ke mejanya.
Sosok Kevin kembali lagi, tetap berjalan angkuh seperti biasanya.
"Ijin ke toilet ya," ucap Sheila kepada rekan kerjanya.
Di dalam toilet, Sheila kemudian memasang alat untuk mendengar percakapan Kevin. Semoga saja dia berbicara di ponsel bukan berbalas pesan.
"Halo."
"Iya Om Bernard."
"Daddy katanya akan datang bulan depan."
Kevin kedengaran mengecilkan suaranya. Sheila sampai mendengar lekat-lekat agar tahu apa yang dibicarakan oleh Kevin. Pasti "Daddy" yang dimaksud Kevin adalah Robert Bailey. Tidak sia-sia dia mengintai Kevin selama ini. Dia akan segera bertemu Robert Bailey, meringkusnya dan kembali ke Inggris secepatnya.
"Besok Om? Di Padang Gold Club House jam 9 pagi."
"Sepertinya Kevin gak bisa Om. Kevin susah bangun pagi."
"Iya Om. Lain kali aja ya."
"Sama-sama Om."
Kevin menutup panggilannya, Sheila juga mencabut alat pendengaran dari telinganya. Dia kemudian mendapatkan informasi baru kali ini. Kevin berbicara dengan seorang pria bernama Bernard dan dia akan bermain golf esok hari.
Sheila sepertinya harus berganti profesi lagi dan mencari tahu sosok pria bernama Bernard yang merupakan sahabat Robert Bailey.
Sheila segera kembali, dia terlalu lama di toilet.
"Maaf, perutku sakit," alasan Sheila kepada rekannya yang menyambutnya dengan wajah ditekuk. Kevin juga sudah meninggalkan toko roti.
Sheila kembali bekerja hingga jam kerjanya usai.
Tepat sore hari, pintu masuk toko berbunyi, Sheila segera mengalihkan pandangannya untuk menyambut pelanggan. Adrian- pria itu kembali muncul di hadapannya. Pria yang hampir saja mengacaukan penyamarannya di klub malam, kini mendapatinya bekerja di toko roti. Entah mengapa dia dan Adrian selalu saja bertemu saat dirinya bertugas.
Sheila tetap melayani dengan ramah sedangkan Adrian sepertinya bersikap sombong dan pura-pura tak mengenalnya. Sheila tidak peduli.
Selesai bertugas, Sheila kemudian menemui manajer untuk menyampaikan pengunduran dirinya. Manajer tampak terkejut akan keputusannya. Ya, Sheila memang menyogok para manajer agar menerimanya bekerja dan mereka akan memberikan reaksi yang sama saat tahu Sheila hanya bekerja sehari saja.
Sheila kembali ke apartemennya. Dia akan mencari tahu siapa sosok Bernard dan melaporkan penemuannya ini kepada Bos M.
Ponsel Sheila berbunyi saat dia sibuk berkutat dengan laptopnya.
"Halo Ma."
"Sayang, kamu jadi kan makan malam dan nginep di sini?" tanya Selma dibalik telpon.
Sheila menepuk jidatnya, dia melupakan janjinya itu.
"Kalau makan malam sepertinya gak Ma. Sheila lagi beresin pekerjaan. Banyak banget. Tapi nginep, Sheila akan usahain. Apa gak masalah Sheila Dateng tengah malam?"
"Iya gak masalah. Mama paham kerjaan kamu. Tapi ingat untuk selalu berhati-hati. Pekerjaan kamu beresiko."
"Iya Ma."
Setelah menutup panggilannya, Sheila kembali sibuk mencari informasi mengenai Bernard. Pria tua dengan perawakan gemuk. Sheila sudah mendapatkan gambaran wajah pria itu. Dia akan mencari tahu apa hubungan Bernard dan Robert Bailey.
Sheila melirik jam dinding di kamarnya. Sudah pukul sebelas malam, dia tidak menyadari terlalu banyak menghabiskan waktu di depan laptop.
Segera saja dia mengambil kunci mobilnya menuju kediaman Selma. Dia harus menginap malam ini agar tidak ditagih lagi di kemudian hari. Apalagi, isu kedatangan Robert Bailey, berarti Sheila akan semakin sibuk.
Seorang penjaga keamanan membukakan pagar untuk Sheila. Suasana kediaman Tanuwijaya tampak sunyi.
Saat turun dari mobil, perut Sheila berbunyi keroncongan. Dia melupakan makan malam dan sekarang sangat kelaparan.
"Sheila, kamu udah tiba nak," Selma langsung menyambut Sheila saat mendengar suara deru mobil memasuki pekarangan. Suaminya dan Adrian lebih dulu tidur.
"Mama belum tidur?"
"Iya aku nungguin kamu."
"Ya udah Mama tidur aja. Sheila lapar. Sheila boleh masak gak?"
"Suruh Bibi aja."
"Gak usah Ma. Bibi gak tahu gimana selera Sheila saat memasak mie instan."
"Mie instan? Makanan yang lain banyak. Kenapa harus mie instan?" protes Selma.
"Lagi pengen Ma," jawab Sheila.
"Ya tapi jangan sering-sering. Gak baik buat kesehatan."
"Iya Ma. Malam ini aja. Sheila janji."
"Ya udah Mama istirahat aja. Nanti gak lihat Sheila pulang besok. Sheila berencana pulang pagi Ma."
"Astaga, kamu hanya berapa jam di sini berarti."
"Iya Ma. Sheila sibuk banget. Ini hanya curi-curi waktu ke sini. Saat kerjaanku beres, aku janji bakalan nginap lebih lama."
"Ya udah. Kalau gitu Mama balik ke kamar. Kamu jangan sungkan ya di sini."
"Iya Ma."
Setelah kepergian Selma, Sheila bergegas menuju dapur. Makan mie instan di malam hari adalah hal yang menyenangkan.
Saat tengah asyik berkutat di dapur. Seseorang terdengar berjalan mendekat. Sheila yang terlatih dengan insting mendengarnya, memasang mode siaga.
Adrian yang ternyata menghampirinya. Kali ini Sheila mencoba bersikap ramah dan menawarkan mie instan untuk Adrian. Ternyata pria itu tidak menolak.
Sheila merasa salah tingkah karena Adrian mengamati gerak-geriknya saat masak, membuatnya tidak nyaman.
"Kamu lembur ya tadi?" tanya Adrian sembari mengunyah mie instannya.
"Lembur?" tanya balik Sheila tidak mengerti.
"Iya di toko roti. Kamu lembur di sana. Emang toko itu rame banget pembelinya."
"Oh i-iya," ucap Sheila. Dia sekarang mengerti bahwa Adrian salah sangka mengapa dia terlambat pulang karena bekerja di toko roti.
"Kamu sepertinya suka berganti-ganti pekerjaan ya. Gak pernah betah. Emang apa yang kamu cari?"
"Gak tahu sih. Belum dapet pekerjaan yang cocok soalnya."
"Penawaranku masih berlaku. Kamu bisa memilih di tempat di mana kamu nyaman. Lagipula kamu juga punya hak di perusahaan," jelaskan Adrian.
"Iya nanti aku pertimbangkan. Tapi sepertinya bulan depan aku akan balik ke Inggris."
"Ke Inggris?" Adrian tampak terkejut.
"Iya."
Sheila kemudian bangkit dari duduknya, "Aku sudah selesai. Kamu?"
"Udah."
"Sini aku beresin."
Sheila menarik mangkok mie milik Adrian dan mencucinya. Adrian hanya diam saja dan kembali ke kamarnya tanpa pamit. Sheila hanya mengendikkan bahunya, dia terkadang tidak mengerti jalan pikiran pria itu.
Setelah mencuci piring, Sheila menuju kamarnya. Terus terang dia perlu merebahkan tubuhnya sebelum melakukan misi penyamaran lagi esok hari. Dia tidak lupa menyalakan alarm pukul lima pagi.
"Ma, Sheila balik ya," ucap Sheila yang sudah segar tepat pukul setengah enam pagi. Adrian belum turun dari kamarnya.
"Sarapan dulu ya. Mama udah buatin roti isi dan s**u hangat buat kamu."
"Iya Ma. Makasih. Maaf ya Ma, lain kali Sheila janji bakalan lebih lama. Kita sepertinya perlu berbincang banyak hal."
"Iya sayang. Mama mengerti. Tapi kamu udah bertemu dengan Abangmu- Matthew? Dia udah balik seminggu lalu dari Paris."
"Belum Ma."
"Astaga. Dia pasti marah saat tahu kamu di sini. Udah hampir dua bulan kan."
"Nanti aja Ma. Setelah pekerjaan Sheila beres. Abang Matthew pasti ngerti kok."
"Iya makanya Mama juga gak ngomong-ngomong kamu di sini."
"Iya Ma. Nanti Sheila temuin dia."
"Ya udah ya Ma. Sheila takut telat, salam sama Om Abimanyu. Maaf datangnya kayak gini."
"Iya nanti Mama sampein."
Selma mengantar Sheila hingga ke depan pintu dan menunggu mobil Sheila menghilang dari balik pagar.