Ajeng mengatur napasnya yang tersengal-sengal setiba di kamar sambil memegang dadanya. Dia tidak menyangka Anung yang selama ini lemah lembut dan kalem, ternyata sangat garang saat marah, apalagi disertai dengan aksi menggoda. Dia usap-usap sepasang lengannya yang dicekal kuat tangan Anung. “Ajeng?” Ajeng terkesiap melihat ibunya yang sudah berdiri di depan kamarnya yang pintunya tidak dia tutup. Ibunya tampak heran melihat raut wajah Ajeng yang ketakutan. “Kenapa?” “Itu, Bu. Anjing baru tetangga baru itu tadi ke luar dan ngejar aku.” “Oh ya? Bukannya sudah jinak dan nggak galak lagi.” Ajeng menggeleng. “Tuh, makanya. Lain kali nggak boleh tidur magrib-magrib. Pasti kamu udah mikir aneh-aneh pas pulang,” tebak Arni. Ajeng tersenyum mendengar kata-kata ibunya, merasa konyol deng