6. Amarah Rendra

1162 Words
Dengan tegas Rendra langsung menggelengkan kepalanya dan menggenggam tangan Gea dengan cukup erat. Hingga membuat gadis itu sedikit meringis karena ngilu. Tatapan Rendra berubah menjadi tajam. Pria itu sangat tidak ingin jika apa yang dia inginkan tidak dapat dipenuhi. Bahkan dia telah melakukan hingga sejauh ini dan Gea masih saja ingin pergi meninggalkannya. “Kalau kamu memang sangat ingin pergi meninggalkanku. Sepertinya memang aku tidak memiliki pilihan lain, selain membuat kamu sepenuhnya menjadi milikku Gea!” Mendengarkan perkataan Rendra yang nadanya kini telah berubah dan tidak lagi terdengar lembut seperti sebelumnya. Gea perlahan mendongakkan kepalanya, menatap pria itu dengan perasaan takut yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. “Apa maksud perkataan kamu Mas? Aku hanya tidak ingin menjadi orang ketiga di antara hubungan kamu dan istrimu. Bagaimana pun aku adalah seorang wanita. Aku paham apa yang dirasakan oleh istrimu, aku …,” “Cukup Gea, aku hanya ingin kamu tetap di sini, di sisiku, dan tidak akan pergi kemanapun tanpa persetujuanku. Apa karena aku jauh lebih tua dan tidak sesuai keinginanmu sehingga kamu tanpa pikir panjang ingin pergi meninggalkanku?” Gea langsung saja menggelengkan kepalanya, dia sama sekali tidak ada pemikiran ingin meninggalkan Rendra karena selisih umur mereka yang cukup jauh atau karena hal lain. Gea dibuat semakin tidak mengerti dengan perubahan sikap pria di depannya ini yang menurutnya tidak lagi sama seperti pria yang selama ini dia kenal. “Mas, sakit …,” “Tidak, kalau aku melepaskanmu maka kamu akan pergi kan? Kamu akan mencari pria lain yang jauh lebih muda dan menarik dari pada aku kan?” Gea benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh pria di depannya saat ini. Karena Gea merasa bahwa Rendra saat ini lebih seperti seseorang yang tengah melantur dan berkata hal-hal yang tidak masuk akal. Padahal pria itu tahu dengan jelas alasan mengapa Gea memutuskan untuk pergi meninggalkan pria itu. “Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang kamu katakan Mas. Aku sama sekali bukan perempuan seperti itu. Kamu tahu dengan jelas alasan kenapa aku mengambil keputusan ini!” Gea yang ikut terpancing agak sedikit meninggikan suaranya. Membuat Rendra secara otomatis semakin mengeratkan cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan gadis di depannya dan membuat Gea tidak bisa menahan rasa sakit. Rasa sakit baik secara batin maupun fisik yang dilakukan oleh orang yang sama. “Lepaskan aku!” “Apa kamu benar-benar sudah tidak sabar ingin segera pergi dari sisiku Gea? Apakah itu yang kamu pikirkan selama ini? Padahal aku selalu memikirkan kamu, memikirkan hubungan kita dan bagaimana agar aku bisa mempertahankan hubungan ini. Tapi nyatanya …,” “Apa yang ingin kamu lakukan Mas?” Gea kontan saja mundur perlahan saat wajah Rendra semakin mendekat ke arahnya. Namun tatapan pria itu jelas saja menunjukkan kekecewaan dan amarah yang bercampur menjadi satu. Sebuah perpaduan ekspresi yang mampu membuat Gea merasa agak takut dan merasa was-was. Ia benar-benar merasa asing dengan sosok di depannya ini Seolah dia baru pertama kali melihat sisi lain dari sosok Rendra saat tengah marah seperti ini. “Aku akan membuat kamu menurut dan tidak lagi berpikiran untuk pergi dari sisiku. Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan. Termasuk kamu, jika kamu yang terus memaksaku untuk melakukan hal ini.” Perkataan yang diucapkan oleh Rendra benar-benar sangat ambigu bagi Angelia, gadis itu tidak dapat mencerna dengan pasti apa maksud perkataan Rendra dengan memberinya hukuman. Tapi yang pasti dia merasakan perasaannya memburuk dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Sehingga Gea sebisa mungkin mencoba untuk melepaskan diri dari sosok Rendra yang kini semakin menghimpit tubuhnya di antara sofa yang mereka duduki. “Kamu jangan macam-macam Mas, kamu sudah berjanji tidak akan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya …,” suara Gea terdengar bergetar dan serak. Air matanya masih mengenang di pelupuk matanya. Juga telah meleleh di antara kedua pipinya hingga membuat mata dan hidungnya memerah. Namun hal itu tidak membuat Rendra berniat untuk melepaskan gadis itu dari kukungan kedua tangannya. Bukannya mendengar permohonan Gea, atau merasa tidak tega melihat air mata Gea yang mengalir atas perbuatannya. Saat ini Rendra justru malah tanpa ragu langsung membungkam bibir merah merekah milik Gea dengan penuh nafsu. Pria itu terus saja mencumbu bibir Gea tanpa henti. Sama sekali tak memedulikan reaksi penolakan ataupun pukulan sebelah tangan Gea yang tidak dia genggam pada dadanya. Rupanya upaya yang dilakukan oleh Gea untuk bisa terlepas dari ciuman paksa yang dilayangkan oleh Rendra menjadi sia-sia belaka. Belum lagi tubuhnya yang menjadi lemas dan tidak bertenaga. Semakin membuat Rendra lebih mudah untuk menguasai tubuhnya. Gea hanya bisa menangis, meskipun sekarang hubungan keduanya masihlah sepasang kekasih. Namun tetap saja rasanya sangat sakit ketika mendapati kenyataan bahwa ia mungkin saja harus melakukan hal itu dalam kondisi dipaksa seperti ini. Sekalipun dia melakukannya dengan seseorang yang dia cintai. Apa lagi dengan sikap Rendra yang membuat Gea merasa semakin jauh dan tidak bisa mengenali pria itu lagi saat tengah marah seperti ini. Suara isak tangis gadis itu terdengar lirih. Memenuhi seisi apartemen tersebut, hingga membuat Rendra perlahan sadar. Ketika ia telah membuka sebagian baju milik Gea, hingga kini gadis itu berada dalam kondisi pakaian yang tersingkap di sana-sini. “Apa aku menyakitimu? Maafkan aku, aku sama sekali tidak bisa mengendalikan amarahku saat kamu mengatakan ingin pergi meninggalkanku dengan kukuh. Aku hanya takut kehilanganmu Sayang, sekali lagi maafkan aku.” Rendra seolah tiba-tiba saja tersadar akan apa yang baru saja dia lakukan, pria itu lalu melepaskan cengkeraman tangannya pada pergelangan Gea. Dapat dia lihat jejak memar merah keunguan karena dia yang tanpa sadar terlalu erat menggenggam tangan gadis itu karena terbawa oleh amarah hingga menyakiti Gea. Rendra yang melihat penampilan kusut Gea langsung saja melepas jas yang dia kenakan untuk menutupi tubuh Gea. Ia mengangkat tubuh gadis itu untuk dia letakkan di dalam kamar. “Lepaskan aku Mas, apa kamu masih tidak puas melakukan semua ini?” suara Gea meninggi. Dia bahkan kembali memberontak, namun gendongan Rendra jauh lebih kuat. Tidak membuatnya melepaskan Gea atau mereka berdua akan terjatuh bersama. “Aku hanya ingin membawamu beristirahat di kamar Sayang, sekali lagi maafkan aku atas kesalahanku tadi, aku khilaf.” Gea pada akhirnya berhenti memberontak dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Lagi pula dia merasa tidak lagi memiliki tenaga yang banyak untuk memberontak. Gadis itu hanya ingin menangis untuk menunjukkan betapa rapuhnya ia saat ini. Ia sama sekali tidak memahami sosok pria yang ada di depannya ini. Apakah sosok orang yang sama, atau orang lain dengan kepribadian ganda. Karena sikap Rendra yang lembut sangat berbanding terbalik dengan sikap Rendra saat sedang marah. Sikap yang sangat menakutkan dan tidak segan untuk berbuat kasar, hingga menyakitinya. Rendra membaringkan Gea di atas ranjang, pria itu lalu manarik selimut untuk menutupi tubuh Gea hingga sebatas d**a. Lalu pria itu juga ikut berbaring di samping Gea, memeluk gadis itu meskipun Gea pada awalnya sempat kembali memberikan penolakan. Tapi pada akhirnya Gea hanya bisa pasrah. Ketika ia mendengar suara deru napas pelan dan hangat di belakang telinganya. ‘Ya Tuhan, mengapa rasanya begitu sulit hanya untuk bisa terlepas dari pria di sampingku ini …,’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD