8. Aroma Parfum yang Menempel

1249 Words
"Aku harus pulang dulu, kamu baik-baik di sini. Jangan pergi lagi dari apartemen ini, nanti aku akan datang dan membantumu berkemas untuk pindah ke sini agar kamu tidak perlu ngekos lagi." Setelah mengatakan hal itu, Rendra mengecup kening Gea dan berlalu pergi dari apartemen dengan agak terburu-buru. Gea tidak menjawab atau sekedar tersenyum. Ia hanya diam dan melihat bagaimana sosok pria itu pergi begitu saja dari apartemen yang diberikan padanya saat ini dengan pandangan kosong. Bahkan ketika punggung Rendra telah menghilang dari balik pintu apartemen, Gea masih saja menatap pintu yang tertutup rapat itu dengan beragam ekspresi wajah yang rumit. Lalu sebuah tawa pelan muncul darinya, ia sibuk menertawai dirinya sendiri. Menertawai semua takdir yang berjalan dengan begitu mulus untuk menjadikannya seorang selingkuhan, simpanan atau bahkan pelakor bagi suami orang. "Bukankah begini lebih baik? Menjadi simpanan? Pelakor? Hanya perlu duduk dan ongkang-ongkang kaki menikmati uang dari suami orang?" Ujarnya dengan sarkastik pada dirinya sendiri. Namun berbalik dengan apa yang dia ucapkan, karena Gea mengatakan hal itu sambil menangis yang sangat kontras dengan perkataannya. Ia menertawai dirinya yang tak ubahnya seperti seorang jelang saat ini. Harga dirinya seolah hilang. Dengan dia mendedikasikan dirinya sebagai simpanan pria yang sudah beristri. Seberapa keras pun dia menyangkal, tetap saja dia tidak bisa lepas dari rasa bersalah ini. Ingin pergi namun dia tidak yakin bisa melakukan hal itu, kuasa pria itu terlalu kuat dan Gea sendiri sadar dengan pasti jika dia nekat melakukannya, maka Rendra akan terus mencari dan melakukan segala hal agar dia bisa kembali ke pelukan pria itu apapun yang terjadi. Bahkan Gea agak merasa takut saat pria itu seakan bisa melakukan hal-hal di luar batas jika Gea terus menolak keinginan pria itu untuk berpisah. Ponsel milik Gea kembali berbunyi, ada sebuah nomor asing yang tertera di layar ponselnya. Awalnya Gea enggan untuk mengangkat panggilan telepon tersebut, namun karena panggilan telepon itu terus saja berbunyi. Hingga membuat Gea pada akhirnya mengangkatnya. Sekalipun dia saat ini sedang ada dalam kondisi yang kurang baik dan enggan untuk diganggu. "Halo, ini siapa?" 'Apakah ini benar nomor Gea?' Gea mengernyitkan keningnya heran, ia sekali lagi melihat nomor asing yang ada di layar ponselnya. "Anda mendapatkan nomor ponsel saya dari mana?" Gea yang merasa penasaran langsung bertanya dari mana orang di seberang sana mendapatkan nomornya. Karena selama ini tidak banyak orang yang menyimpan kontaknya, apa lagi orang yang meneleponnya kali ini adalah suara seorang laki-laki. 'Ah syukurlah kalau benar ini nomor ponselmu, aku adalah Lian. Kita sebelumnya pernah bertegur sapa walau hanya sebentar saat jam makan siang di mall, kuharap kamu masih mengingatku.' "Lian? Ah iya aku masih mengingatnya, ada apa meneleponku, apa ada sesuatu hal yang penting?" Gea yang saat ini sedang berada dalam kondisi mood yang buruk tidak ingin berbasa-basi dengan sosok pria yang ada di seberang telepon, apa lagi dia tidak begitu mengenal orang tersebut sekalipun mereka pernah bertegur sapa beberapa kali. Itupun sangat jarang dan Gea hampir saja melupakannya. 'Tidak ada, aku hanya ingin menyimpan nomormu. Kuharap kamu tidak keberatan, apa aku saat ini mengganggumu?' suara di seberang sana terdengar agak canggung karena sikap Gea yang kurang bersahabat. "Tidak masalah, namun saat ini memang sedang ada banyak pikiran jadi maaf jika aku menyinggungmu." 'Baiklah kalau begitu, maaf kalau aku menelponmu di waktu yang kurang tepat. Kuharap lain kali kamu tidak masalah jika aku ingin lebih akrab lagi denganmu.' "Ya, tidak masalah. Kuharap begitu." 'Aku tutup dulu teleponnya, terimakasih karena mau menyimpan nomorku. Assalamualaikum.' "Walaikumsalam." Setelah panggilan telepon tertutup, Gea kembali menyandarkan kepalanya pada sofa di belakangnya. Ia memijat pelipisnya yang terasa pening. Ada begitu banyak permasalahan yang datang secara bertubi-tubi, hingga membuatnya sangat pusing dan kepalanya terasa ingin pecah. Gea terus saja memejamkan matanya, mengabaikan air mata yang terus saja menetes perlu ia harus repot-repot untuk menghapusnya. Hingga tak beberapa lama kemudian gadis itu pada akhirnya jatuh tertidur masih dengan posisi duduk di sofa yang posisi tidurnya terlihat kurang nyaman. Hidung mungilnya terlihat kemerahan karena ia terlalu banyak menangis. Bibirnya sedikit terbuka karena hidungnya sempat tersumbat efek menangis. Namun meski begitu parasnya yang cantik tidak dapat disembunyikan, meski melihat betapa berantakannya kondisi Gea saat ini tetap saja membuatnya terlihat cantik. Tak heran Rendra sebagai seorang pria dewasa bahkan tidak ingin melepaskan Gea yang memiliki paras ayu dan juga bentuk badan yang proporsional. Belum lagi hal positif yang ada pada diri gadis itu. Diantaranya Gea bukanlah tipikal cewek matre yang sering memanfaatkan seorang laki-laki untuk meminta ini itu atau hal-hal lainnya. Gea lebih memilih untuk berusaha bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Gadis itu sama sekali tidak ingin melibatkan orang lain dalam permasalahannya. Karena dia berpikiran bahwa apa yang terjadi padanya tidak seharusnya dia limpahkan pada orang lain. Sekalipun Rendra beberapa kali ingin membantu perekonomian Gea, namun dengan tegas gadis itu selalu menolak. Pernah suatu ketika Rendra mengirimkan uang jajan pasar Gea, namun pada saat Gea mengetahuinya dia tanpa pikir panjang langsung mentransfer kembali uang itu pada Rendra. Gea benar-benar tipikal gadis yang mandiri dan tidak ingin menyusahkan orang lain, apalagi sosok pacarnya. Karena dia memiliki prinsip tidak ingin dipandang sebagai cewek matre hanya hanya ingin uang dari seorang pria. *** "Kamu habis dari mana aja Mas?" Rana yang tengah duduk di ruang tamu sambil menonton televisi melihat pada sosok Rendra yang baru saja pulang. "Habis dari luar ada urusan sebentar." Setelah mengatakan hal itu Rendra langsung bergegas masuk ke kamar mandi. Sikap pria itu sama sekali tidak hangat pada istrinya. Ia hanya ingin segera membersihkan dirinya ke kamar mandi dan memikirkan cara agar Gea tidak lagi berniat untuk meninggalkannya. Bagaimanapun Rendra tidak rela kehilangan Gea dalam hidupnya. Apa lagi selama ini Gea sudah dia anggap sebagai pelabuhannya saat rumah tangganya dengan Rana sedang tidak baik-baik saja. Bohong jika dia tidak memiliki rasa pada wanita itu. Justru dia merasa bahwa Gea lebih baik dan pengertian dari pada Rana untuk saat ini. Mungkin hal itu terdengar agak b******n untuk dia ucapkan tanpa adanya rasa dosa. Tapi dia hanyalah sosok pria biasa yang tidak bisa menyangkal perasaanya. Rasa ingin mendapatkan Gea seutuhnya, tapi dia belum siap jika harus berpisah dengan Rana sekalipun hubungan rumah tangga mereka saat ini terasa sangat hambar di matanya. Tidak ada lagi kehangatan yang dia butuhkan dalam sebuah hubungan dalam berumah tangga. Bahkan Rendra kerap kali merasa tidak betah untuk berlama-lama ada di dalam rumah. Setelah melepaskan baju yang dia kenakan di wadah pakaian kotor, Rendra masuk ke dalam kamar mandi dengan hanya memakai celana saja. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa Rana rupanya mengikutinya dan tiba di depan kamar mandi setelah Rendra sudah masuk ke dalam. Hingga terdengar suara guyuran air dari dalam kamar mandi. Rana hanya bisa menghela napas panjang, ini tidak hanya sekali dua kali dia mendapati sikap dingin suaminya. Ia tidak berusaha untuk memprotes atau marah. Karena dia pernah melakukannya sekali dan setelahnya mereka berdua bertengkar hebat hingga pria itu keluar dari rumah seharian penuh tidak pulang. Lalu Rana mengambil baju yang baru saja dikenakan oleh Rendra untuk dia masukkan ke dalam mesin cuci. Namun belum sempat dia memasukkannya. Dahi wanita itu dibuat mengerut heran. Rana mencium baju yang baru saja dipakai suaminya, samar-samar dia dapat mencium aroma parfum wanita yang menempel di sana. Rana terdiam selama beberapa saat, dia lalu menolehkan kepalanya ke arah kamar mandi dan baju milik Rendra beberapa kali. Pikirannya berkecamuk, ia tidak bisa berpikir positif untuk saat ini. Wanita itu hanya bisa mencengkeram dengan erat baju yang dipegangnya sebelum memasukkannya ke dalam bak mesin cuci. Ia lalu pergi dari depan kamar mandi menuju ke kamarnya dengan ekspresi wajah yang rumit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD