Merasa Kalah

1017 Words
Di sini lah Freya berada, di atas kasur dalam kamar berukuran luas di apartemen miliknya, menumpahkan segala perasaan sedih dan sakit hatinya pada Zyan. Sejak tadi Freya menahan diri dan menegarkan hatinya sendiri untuk tidak terpengaruh dengan sikap sang suami yang memang terlihat tidak menyukainya dua hari ini. Tapi semua usaha Freya gagal, air matanya tumpah ruah tanpa aba aba. Bulu mata panjang nan lentik alami miliknya seketika basah, iris hazel indah itu menatap sendu sebuah figura yang terpajang di dinding kamarnya. "Ma, Pa. Kenapa aku enggak ikutin kata kata kalian kemarin? Aku baru tahu ma, pa, sakit hati yang sebenarnya sebagai seorang istri itu bagaimana. Aku takut buat kalian berdua kecewa dengan pilihanku saat ini," guman Freya menatapi gambar keluarga kecil yang terlihat begitu bahagia di dalam figura itu. Freya kembali membenamkan wajahnya di balik telapak tangannya sesaat, lalu menyeka air matanya yang masih menganak sungai membasahi wajahnya. Kata kata Zyan dua jam yang lalu membuat hatinya terluka. Meski pun dalam perdebatan dingin itu Freya yang menjadi pemenangnya karena dapat membungkam mulut sadis Zyan, tetao saja Freya merasa kalah sebelum bertanding. Tidak masalah jika dirinya tidak di anggap sebagai seorang istri, tapi setidaknya perlakukan dirinya dengan kata dan sikap yang baik. Hanya itu yang Freya pinta, tidak lebih. *Flashback On* "Tidak ada yang pantas menjadi suami dari seorang perempuan sepertimu," sahut Zyan mengucap satu per satu kata kata itu. Freya terdiam, iris hazelnya menjelajahi seluruh wajah sang suami. Entah apa yang ada di pikirannya, terlebih saat melihat lengkungan bibir Zyan yang tertarik ke atas, seolah semakin membuat dirinya tidak memiliki arti apa pun. Perlahan senyum getir di wajah Freya terbit, masih dengan ketenangan yang luar biasa Freya menyahut ucapan menohok suaminya. "Seperti apa aku? Kenapa kamu mau menikahiku mas? Berarti kamu juga enggak pantas dong jadi suami aku?" Zyan baru saja ingin menjawab tapi Freya terlebih dahulu membuka mulutnya kembali. "Jangan lupa loh mas, baik atau buruknya seorang istri itu tergantung dari didikan suaminya. Ya kalau kamu berpikir aku perempuan seperti apa, berarti kamu lebih dari itu. Karena kan, katanya, orang baik akan dapat pasangan yang baik juga. Begitu pula sebaliknya. Ya ... aku sadar sih aku bukan orang baik." Kembali tersenyum menatap Zyan sebelum akhirnya memusatkan matanya pada jalanan di sebelah kaca jendela mobil. Sepertinya lebih damai memandangi kendaraan yang lalu lalang di sebelahnya dari pada wajah tampan suaminya itu. Suasana di dalam mobil sport yang memiliki harga miliaran itu kembali hening, mengalahkan sepinya kuburan di malam hari, hanya suara mesin mobil yang nyaris tak terdengar yang bisa di tangkap oleh indera pendengaran Freya. Sampai akhirnya mobil yang di kendarai Samuel berhenti di basemen apartemen tempat Freya berada. Sebelum Samuel mematikan mesin mobil dan keluar untuk membukakan pintu penumpang di sebelah Freya berada, buru buru perempuan berdarah Indonesia-Prancis itu berbicara pada suaminya. "Mas, kamu enggak usah nungguin aku, nanti aku bisa minta antar sama sopir aku. Kamu nanti kabari aja alamatnya dimana." Tanpa bertanya alasannya, Zyan terlihat tidak memperdulikan ucapan Freya. Justru laki laki itu sibuk dengan tablet pc yang ada di tangannya. Freya tidak mempermasalahkan itu, ia menganggap jika Zyan setuju dengan apa yang ia sampaikan barusan. Lalu, Freya menyodorkan tangan kanannya di hadapan Zyan. Hal itu berhasil membuat Zyan menoleh dengan sudut alis yang terangkat ke atas, seolah bertanya 'apa' melalui tatapan datarnya itu. "Mau salim (mencium punggung tangan) kamu," ucap Freya seolah tahu dengan apa yang ada dalam pikiran suaminya. Sambil membuang wajahnya, Zyan menyodorkan tangan kanannya dan langsung di terima oleh Freya. Sambil mencium punggung tangan suaminya sebagai bentuk penghormatannya, Freya berdoa dalam hati agar suaminya di bukakan pintu hatinya untuk bisa menghargainya sebagai seorang istri, walaupun hanya dalam waktu dua tahun kedepan. Setelah itu, Freya segera keluar dari dalam mobil untuk menuju apartemen pribadinya. *Flashback Off* Entah sudah berapa lama Freya tertidur diantara tumpukan baju di atas kasur yang belum selesai ia kemas. Berat sekali untuk membuka matanya yang sudah pasti sembab akibat menangis. Sebenarnya Freya masih sangat mengantuk, tapi suara krasak krusuk dari tadi mengganggu indera pendengarannya. Mau tidak mau Freya akhirnya membuka paksa matanya. Alangkah terkejutnya Freya saat mendapati seseorang sedang berdiri di samping ranjang dengan tatapan tak terbacanya. Freya yang saat itu hanya menggunakan celana pendek katun setengah paha dan tank top crop, segera menarik selimut tinggi tinggi hingga menutupi bagian dadanya. "Astaga... Mas Zyan. Kamu ..." Melirik ke sekeliling ruangan kamarnya. Dengan ekspresi dingin seperti biasanya, Zyan menaikkan kedua alisnya, mengamati ekspresi Freya yang terkejut mendapati dirinya tengah berada di dalam kamarnya. "Kenapa? Kaget aku bisa di sini?" "Kok kamu bisa masuk ke dalam kamar aku? Bik Darmi kemana? Kenapa enggak bangunin aku dulu sih?" Beringsut duduk sambil menahan selimut agar tetap menutupi tubuhnya. Sudut bibir Zyan tertarik ke atas, lalu melipat kedua tangannya ke depan d**a. "Jangan lupa kalau aku suami kamu, dan tetap harus terlihat harmonis di depan orang lain. Ingat itu." Freya tidak menyahut, hanya menggeram dalam hati, kalau begini terus tentu saja yang akan mengalami kerugian banyak itu dirinya. Bukan suami tampannya yang berhati salju itu. "Sekarang cepat bersiap, dua jam lagi acara konferensi pers di mulai. Jangan sampai telat," sambung Zyan bersiap untuk melangkah keluar. "Konpers apa mas?" "Hmm..." Zyan berdehem, "Aku kan sudah bilang malam ini kita akan mengadakan konpers perihal pernikahan dadakan kita." "Tapi aku enggak tahu, emang ka-" Belum selesai Freya berucap, tangan Zyan sudah melambai di depan wajahnya. "Aku tunggu dua puluh menit paling lama. Gunakan pakaian yang sudah ku bawakan untukmu," ucapnya sambil menunjuk menggunakan wajahnya sebuah paper bag yang terletak di sisi lain kasurnya, lalu pergi begitu saja tanpa menatap Freya. Saat pintu kamar kembali tertutup rapat oleh Zyan dari luar, Freya langsung membuang asal selimutnya, lalu merangkak mengambil paper bag dan melihat isinya. Mata Freya berbinar melihat sebuah dress selutut berwarna hitam berkerah tinggi menutupi lehernya, lengan panjang dengan aksen tali berukuran sedikit lebar di bagian perutnya. "Ternyata kamu tahu selera aku seperti apa, mas." Tersenyum tipis. "Kamu lihat aja mas, kamu bakalan kepincut dengan pesonaku nantinya. Enggak apa apa sekarang kamu dingin dan kaku banget ke aku, lihat aja kedepannya. Aku bakalan buat kamu jatuh cinta sama aku sebelum hari terkutuk itu tiba."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD