Jazzy?!

1716 Words
Hari sudah semakin malam, Joe menyenderkan tubuhnya di dinding sebari menunggu kabar baik dari Justin. Ya, laki-laki itu sedang memeriksa Jazzy dengan beberapa dokter spesialis dan itu sudah berlangsung lama sekitar satu jam lebih. Joe mengigit kukunya, dalam hati ia berdoa kalau gadis itu akan baik-baik saja, entah kenapa Joe mempunyai rasa khawatir sebesar ini kepada Jazzy yang notabenenya baru saja kenal. Apa karena Joe selalu merasakan kehilangan maka dari itu Joe terlalu takut bila ada seseorang yang baru saja ia kenal kenapa-kenapa? Gadis itu menghela nafas kasar, melirik kearah jam dinding di rumah sakit, ia masih setia menunggu dan berdoa agar tidak ada hal buruk yang tertimpa. Dengan hawa rumah sakit malam yang dingin, ruang gawat darurat terbuka, ada tiga dokter spesialis yang tadi Justin panggil keluar bersamaan, Joe sebisa mungkin bersabar untuk menanyakan yang sebenarnya. Tidak perlu menunggu lama Justin keluar masih dengan pakaian khususnya untuk memeriksa pasien darurat. Kedua sorot mata Justin terlihat lesu, itu cukup terlihat sebagaimana wajahnya sedikit tertutup masker. Justin membuka masker sekaligus membuka sarung tangannya, Joe hanya diam menunggu Justin menjelaskan apa yang terjadi kepadanya. Setelah maskernya ia buka wajahnya sudah cukup terlihat berantakan dan sedih, namun laki-laki itu masih berusaha tersenyum kearah Joe. “Just-“ “Jazzy sakit leukimia,” Ucapnya sambil terkekeh pelan, Joe yang melihat kekehan Justin merasa bahwa laki-laki itu sedang menertawakan dirinya sendiri. “Kok bisa semendadak ini?” Tanya Joe hati-hati. Justin menggeleng, tubuhnya ia jatuhkan keatas bangku yang sudah disediakan di lobby rumah sakit, “Enggak mendadak, tapi udah lama. Dan parahnya baru ketahuan sekarang,” Justin mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sorot matanya menatap dinding-dinding lobby rumah sakit dengan pandangan kosong. “Harusnya gue tau, disaat Anna sakit pun Jazzy pasti akan ada keturunan penyakit itu, tapi kenapa gue malah gue ga memperhatikan itu,” Jelasnya dengan suara parah. Justin terlihat sangat kacau saat ini, Joe yang juga duduk tepat disebelah tubuhnya hanya mengeluas lengan tangan Justin lembut, ia benar-benar tidak tahu harus berkata seperti apa. “Gue gagal jadi Ayah Joe,” Joe menggeleng, “No Justin, lo ayah terhebat yang pernah gue temuiin,” Justin tertawa pelan seakan-akan menghibur dirinya sendiri, “Mulai sekarang gue gak tau sampai kapan Jazzy bertahan didunia ini,” “Maksud lo?” Tanya Joe memastikan, ia berharap ucapan Justin kali ini hanya lelucon yang selalu ia buat seperti biasanya. “Dokter Andi bilang, leukimia yang diderita Jazzy udah parah dan dia hanya bisa bertahan beberapa bulan kedepan. Paling lama hanya delapan bulan,” Entah kenapa air mata Joe akhirnya menetes saat Justin menjelaskan hal itu kepadanya, rasa ketakutan yang ia takuti sedari tadi akhirnya tidak bisa Joe bendung. Walaupun Joe memang baru saja mengenal gadis kecil itu, tetap saja ia sudah masuk kedalam daftar hidup Joe bahwa Jazzy adalah gadis yang berharga baginya. Justin menoleh saat menyadari bahwa Joe menangis, tangannya terulur untuk menghapus air mata yang sudah berjatuhan di pipinya, “Jangan sampai nangis didepan Jazzy ya,” Justin langsung menarik Joe kedalam pelukannya dan Joe tidak melakukan perlawanan sama sekali. “Terkadang kita memang harus berpura-pura kuat untuk menguatkan orang lain,” Ucap Justin tepat di dekat telinga Joe. Baiklah, justru dengan ucapan Justin barusan mampu membuatnya semakin menangis kencang. Apa yang Justin ucapkan benar adanya, dan tanpa ia sadari Joe pun selalu melakukan hal tersebut sebagaimana dirinya sendiri pun rapuh. “Dan lo Joe, terima kasih sudah kuat menghadapi hidup yang gue tau itu berat banget,” Joe mempererat pelukannya kepada Justin, sedangkan Justin hanya mengelus punggung gadis itu pelan. Tidak, tidak bisa. Joe benar-benar membutuhkan laki-laki ini dihidupnya, Joe sudah jatuh kedalam pesona Justin sangat dalam. Justin mengurai pelukannya, menatap wajah Joe yang sudah memerah karena menangis, lalu jari telunjuknya menyentuh ujung hidung mancung milik Joe sekilas, membuat Joe mengerutkan keningnya. “Masih cantik aja padahal udah nangis kejer,“ Goda Justin, Joe mencubit perut Justin dan laki-laki itu hanya meringis sambil tertawa. “Bisa-bisanya ngajak bercanda padahal posisi lagi pada rapuh gini,” Justin menghela nafas kasar, “Gue kan punya kekuatan cadangan,” “Gimana?“ Tanya Joe tidak mengerti. Justin mendengus kesal, “Jazzy itu adalah orang yang selalu ngebuat gue semangat untuk hidup, tetapi sekarang semangat itu ada double. Yaitu lo,” Justin menarik sebuah senyuman manis kearah Joe lalu mengedipkan sebelah matanya samar lantas Justin kembali tertawa kencang saat melihat wajah Joe yang sudah memerah karena malu. Joe mendorong Justin sehingga tubuh laki-laki itu agak menjauh, definisi cowok gila ya Justin ini. Gak ada adab sama sekali. “Tau ah capek gue,“ Jelas Joe kesal. “Capek kenapa sih? Kan lagi gak lari-lari,” Joe memejamkan kedua matanya menahan kesal didalam dirinya,” Sumpah ya, lo sinting,“ “Sinting karena lo jadinya begini,“ “Dasar buaya,” “Buaya ganteng tapi kan?“ “Justin! Ya tuhan,” Justin kembali tertawa, benar-benar menggoda Joe adalah hal menyenangkan, “Aku hanya bercanda Love,” “Terserah,“ •••••• Jam sudah menunjukan pukul dua belas malam, Joe dan Justin masih menunggu Jazzy siuman dalam ruangan VVIP, sebagaimana hawa dingin masih saja menusuk kekulit gadis itu Joe bertahan duduk tepat disebelah pinggir kasur yang Jazzy tempati. Tatapan Joe melihat kearah Jazzy yang berbaring diatas kasur dengan alat penyokong kehidupan yang melilit pada tubuhnya, melihat itu membuat nafasnya menjadi sesak kembali. Lantas Joe melihat kearah Justin yang juga duduk di sisi lain bangkar kasur rumah sakit, laki-laki itu masih menatap Jazzy dengan tatapan hangat sekaligus kedua tangannya menggenggam tangan mungil Jazzy. Sebagaimana Justin sudah terlihat sangat lelah malam ini, laki-laki itu masih tetap terjaga untuk menjaga Jazzy dan itu cukup membuat Joe terharu dengan sikap penuh perhatian Justin. Gadis kecil itu benar-benar beruntung mempunyai ayah seperti Justin. “Pulang gih, lo harus istirahat. Besok kan sekolah,” Kata Justin yang sekarang sudah menatapnya lembut. “Gue udah nyuruh orang buat nganterin lo balik, gak apa-apa kan malam ini gak gue anter?” Lanjutnya lagi dengan nada khawatir. Bukannya menjawab, Joe hanya menghembuskan nafasnya kasar dan menatap Justin dengan tatapan penuh ke khawatiran. “Terus lo?” “Gue kenapa?” Tanya Justin bingung. “Iya lo masa sendirian disini?” Tanya Joe dan itu mampu membuat Justin menaikan sebelah alis matanya heran. Sadar dengan mimik wajah Justin yang seperti itu membuat ia mendengus pelan. Kesalahan, Joe yakin bahwa Justin kali ini kePDan akibat pertanyaan spontan yang baru saja ia lontarkan. “Maksud gue tuh si-“ “Jadi udah mulai khawatir nih?” Tanya Justin menggoda, Justin menarik senyum tipis karena ia menyadari kekhawatitan Joe kepada dirinya. “Jadi malam ini lo nginep di sini?” Justin mengangguk mantap, “Iya, lagian jam tujuh pagi gue ada praktek juga,” Joe mengangguk paham, baru saja Joe membuka mulut berniat untuk berbicara tiba-tiba saja seorang gadis masuk kedalam ruangan dengan wajah khawatirnya dan tergesa-gesa. Gadis berambut hitam legam itu menyentuh punggung tangan Jazzy lalu menatap kearah Justin yang sudah membalas tatapan gadis itu. “Pak, maaf saya baru saja denger kalau Jazzy tiba-tiba masuk rumah sakit, jadi saya langsung datang kesini,” Jelasnya dengan nada sopan dan Justin hanya membalas senyuman hangat kepada gadis itu. Joe yang melihat respon Justin kepadanya membuat ia memutar bola matanya jengah, dan Joe melihat penampilan gadis itu dari ujung kaki sampai ke ujung kepalanya dengan tatapan tajam. Caper banget! Batin Joe. Apa ini salah satu mantan Justin juga? Kenapa keliatannya akrab banget sama Jazzy. Sial! Berapa banyak cewek sih yang Justin kenalkan kepada Jazzy? Joe kira cuma hanya dirinya yang dekat dengan Jazzy. Tapi kalau dipikir sekali lagi, gadi itu kan memanggil Justin dengan sebutan “Pak” masa iya mantan manggil pak? Astaga Joe! Kenapa jadi overthingking begini sih. “Gak apa-apa Jessica, lagian lo malem-malem begini nekat banget kesini,” “Soalnya kan ini urgent banget, masa iya asistennya malah enak-enakan tidur dirumah sedangkan bosnya lagi kesusahan,“ Jelas Jesicca. Mendengar tuturan gadis itu membuat Joe langsungg reflek membentukan bibirnya menjadi bulat, rasanya Joe ingin benar-benar menghilang dari sini. Bisa-bisanya ia cemburu buta dengan asisten Justin. Ya tuhan! “Ah! Jessica gue hampir lupa,” Justin bangkit dari duduknya langkahnya mendekat kearah Joe dan merangkul pinggang Joe agar merapat ketubuh Justin. “Ini cewek yang gue ceritaiin beberapa waktu lalu. Joe ini Jessica asisten pribadi sekaligus baby sitter Jazzy,” Justin memperkenalkan diirnya kepada Jessica yang berdiri tidak jauh dari posisi mereka. “Jovanka tapi kakak bisa panggil aku Joe,” Ucap Joe sopan, gadis itu mengulurkan tangannya kehadapan Jessica, dan Jessica. Ia hanya tersenyum ramah kepada Joe serata mengangguk pelan. “Saya Jessica. Senang bertemu denganmu Joe,” Jawab Jessica seraya membalas uluran tangan milik Joe Joe tersenyum kikuk dan mengurai uluran tangannnya dengan tangan Jessica. “Aku harap kalian bisa akrab dengan baik,” Hadap Justin dengan senyuman yang tercetak diwajahnya. Justin menghela nafas panjang, tangannya ia angkat untuk melihat arloji yang Justin gunakan. “Okay, waktunya pulang Love,“ Kata Justin. Laki-laki itu melepaskan rangkulannya dan sekarang kedua tangannya memegang pundak milik Joe, menghadapkan tubuhnya kearah Justin. “Pulang terus istirahat, sebelum itu kalau sudah sampai kabarin gue. Okay?” Perintah Justin. Joe sadar akan satu hal bahwa semakin kesini Justin semakin menunjukan sikap perhatiannya kepada gadis itu. Dan Joe pun sadar bahwa perhatian Justin terlalu sangat berlebihan. Contohnya seperti yang disebutkan laki-laki itu, kalau suruh pulang ya sudah sih pulang gak harus wajib telfon kan? “Lebay banget,” Omel Joe. “Eh! Ini kegiatan wajib ya. Gue gak mau melewati waktu satu detik hanya karena gue gak tau kabar elo,” tegas Justin kepada Joe. Dan gadis itu yang mendengar tuturan Justin yang berlebihan hanya mendengus sebal dan memutar bola matanya. Perasaan mantan-mantannya dulu gak ada yang selebay dia deh. “Terserah deh, kalau gue tolak pun lo bakal tetep kekeuh nyuruh gue telfon lo,” “Lah itu tau, mangkanya be smart my girl,” Justin sedikit mengacak-ngacak rambut Joe pelan langas jari-jarinya menyentuh kembali hidung mancung Joe sekilas. “Hati-hati ya,” Ucap Justin lembut, lantas tanpa aba-aba laki-laki itu mencium kening Joe. Sedangkan Joe yang mendapat perlakuan secara tiba-toba dari Justin hanya diam mematung. Tanpa sadar wajah gadis itu sudah memerah seperti tomat, belum lagi degupan jantungnya yang sudah tidak beraturan iramanya. Sial! Justin benar-benar bisa mempermainkan perasaannya yang mudah mleyot seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD