Gisha, Joe, Jessica and Jazzy

1734 Words
Saat ini pukul menunjukan waktu jam empat sore, semua kegiataan untuk merayakan tujuh belas agustus selesai, dan besok akan di lanjutkan. Joe berjalan keluar kelas dengan perasaan malas dan tidak ada gairah sedikit pun, semenjak Justin tadi menelfonnya rasa rindu Joe kepada laki-laki itu malah semakin tumbuh. Tanpa sadar pun ia sudah bucin banget kan kepada Justin? Sebagaimana Joe menolaknya dengan keras pun pikirannya terus menujuk kepada Justin. Gadis itu menghela nafas panjang, ia bingung akan melakukan apa saat ini lagian pulang ke apartemen juga tidak ada hiburan sama sekali disana. Hanya ada keheningan yang menyelimuti di setiap sudut ruangan apartemennya, melangkah keluar sebari melamun tanpa sadar Joe menabrak d**a bidang seseorang dan itu membuat Joe sedikit meringis. Gadis itu mendongak, sebelum mengeluarkan sumpah serapah kepada orang yang menjalani langkahnya tadi akhirnya ia urungkan karena ternyata yang berada di hadapannya saat ini adalah Gisha yang sedang tersenyum lembut kearahnya. Ia mengalihkan pandangannya, Joe tidak ingin jatuh lagi kepada pesona dan ketulusan Gisha, gadis itu ingin benar-benar fokus berhubungan dengan Justin. Akibat perdebatan kecil tadi, Joe benar-benar sedikit menghindar darinya, karena bagaimana pun Joe tidak ingin mengacaukan hubungan yang sudah ingin jalani dengan serius. “Pulang gue anterin ya,” Tawar Gisha dengan wajah memohonnya. Sialan memang, kenapa sih Gisha harus memasang wajah seperti itu? Ia benar-benar tahu kelemahan Joe sejak mereka pacaran tuh apa. “Please,” Lanjutnya lagi, mau tidak mau akhirnya Joe mengangguk pelan. Akan tetapi sesudah ia menganggukan ajakan Gisha untuk pulang bersama lalu Gisha bersorak senang. Joe hampir lupa bahwa gadis itu akan di jemput oleh orang-orang suruhan Justin, bodoh! Bagaimana bisa sih Joe melupakan hal penting seperti itu. “Gue lupa,” Cetus Joe, wajah paniknya ketara dan Gisha bisa membaca itu. “Kenapa? Lupa kenapa?”Tanya Gisha yang tanpa sadar ikutan panik. Tipikal Gisha kalau ada orang panik laki-laki itu pun juga bakal ikutan panik, ya walaupun tidak separah yang kalian fikirkan akan tetapi kan hal tersebut bisa memperkeruh suasana bukan? “Gue lupa kalau selama Justin pergi gue di anter jemput sama kacung-kacungnya dia,” Jawab Joe lemas. Gisha mendengar itu mendengus kesal, di kira ada hal darurat dan hal yang sangat penting, lah kok malah masalah Justin doang. Kenapa sih semua tuh harus tentang Justin mulu? Gisha benar-benar muak dengan laki-laki pengecut itu lagi. “Ya bilang aja sih ke mereka, lagi ada urusan gitu,” “Lo kata gampang bilang begitu? Enggak anjir! Justin tuh-“ “Stt! Tanpa lo jelasin gue udah tau kelakuan kakak gue sendiri,” Potong Gisha yang raut wajahnya sudah berubah menjadi datar sekarang. Joe yang sadar dengan perubahaan raut wajah laki-laki itu hanya memutar bola matanya jengah. Sebenarnya di antara mereka berdua ada masalah apa sih? Sampai kaya begini banget? Bisa-bisanya sama saudara kandung ribut gak jelas begini. Tanpa fikir panjang dan tanpa memikirkan dampaknya seperti apa untuk kedepannya akhir Joe menarik lengan Gisha, langkah Joe mengarah kearah parkiran. “Untuk hari ini gue pulang sama lo, untuk kedepannya enggak,” Mendengar itu Gisha menaikan sebelah alis matanya, “Kok lo enak banget ngomongnya? Enggak bisa gitu dong,” Ucap Gisha tidak terima. Joe memberhentikan langkahnya, tubuh gadis itu menghadap kearah Gisha dengan ekpresi wajah yang menunjukan bahwa ia meminta penjelasan dari tuturan yang baru saja ia lontarkan. “Maksud lo?” “Ck! Lepas dulu dong tangan gue, kalau di pegang gini terus kan gue jadi mleyot Joe,” Ceplos Gisha asal, sadar tangan kanannya masih memegang lengan laki-laki itu dengan cepan Joe melepaskan. Terkadang Gisha juga bisa seabsurd ini kok waktu pacaran. Dan Joe paham gen gak jelas diantara dua laki-laki ini yaitu Gisah dan Justin hampir sama. “Pokoknya, selama Justin pergi ngurusin pekerjaan lo. Lo wajib di anter jemput gue,” Lanjut Gisha lagi. Joe mengerutkan keningnya tidak mengerti, “Apa sih Gish? Gue gak paham,” Lagi dan lagi Gisha mendengus, kali ini jarinya menyentil pelan kerutan di dahi Joe dan itu mampu melemaskan dahi miliknya. “Intinya selama Justin pergi, gue yang anter jemput lo. Lo gak perlu sama kacung-kacungnya Justin,” Jelasnya lagi. “Lah siapa lo ngatur-ngatur gue?” Mendengar ucapan Joe Gisha menghela nafas panjang, terkadang ucapan Joe memang benar-benar menyakitkan ya. Contohnya barusan saja. “Iya tau gue cuma mantan lo doang. Tapi please! Kali ini aja nurutin mau gue. Itung-itung nembus kesalahan gue selama dua bulan yang lalu,” Mohon Justin. Gisha memejamkan kedua matanya, taut wajah gadis itu tampak berfikir sejenak. Kaya nya ia gampang banget ya kalau meminta maaf kepada orang, padahal kesalahannya fatal banget! Memutuskan hubungan secara sepihak disaat Joe lagi sayang-sayangnya? Di fikir-fikir ya emang jahat banget! “Joe, mau ya?” Rajuk Gisha lagi kali ini tangannya meraih tangan kanan Joe dan membelai punggung tangannya pelan bahkan gerakan sederhana Gisha itu mampu membuat Joe bergidik geli di sekujur tubuhnya. Astaga! Please jantung jangan berulah! Gak lucu juga kan kalau Gisha bisa dengar degupan jantungnya yang udah kacau di dalam kaya club malam. Dengan raut wajah kesal yang di buat-buat Joe hanya mengangguk kaku mengiyakan kemauan Gisha. Senyuman laki-laki itu merekah lebar dan itu tampak membuat Gisha tampan berkali-kali lipat. Ya tuhan! Lutut Joe melemas seketika melihat senyuman manis Gisha lagi. Bisa-bisanya ia membuat hati Joe terombang-ambing secara cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Justin, maaf kan Joe untuk kali ini. ••••• “Mampir bentar ke rumah gue ya,” “Ngapain?” Tanya Joe terus terang. “Nostalgia bentar,” Lagi-lagi Gisha menjawab asal pertanyaan Joe. Dengan gamblang tangan joe memukul kepala Gisha yang sedang memakai helm berwarna hitam, ia mendapat perlakuan Joe secara tiba-tiba seperti itu meringis pelan karena menahan sakit. “Gue serius anjir!” Sumpah ya, Gisha kapan sih bisa serius ? Dari dulu slengean mulu kelakuannya. “Hidup lo serius-serius amat sih Joe. Gara-gara sering bareng sama Justin sih jadi gitu,” “Apa hubungannya dih! Ga jelas banget,” Gisha membasahi bibirnya sekilas, “Ya ini? Yang biasanya juga santuy banget sekarang malah kaku,” Joe diam, masa sih jadi sekaku yang di ucapkan Gisha? “Perasaan lo aja kali Gish,” Laki-laki itu menggeleng pelan, “Gue tahu persis Joe yang gue kenal kaya gimana. Tapi untuk sekarang gue gak bisa mengenali lo dengan baik lagi, dia udah benar-benar bisa merubah hidup lo,” Gisha diam begitupun Joe. Entah, Joe tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang ia tidak ingin asal berucap untuk saat ini. “Atau jangan-jangan Justin juga merubah perasaan lo juga?“ Gisha melanjutkan ucapannya dan itu mampu membuat Joe diam seribu bahasa. Rasanya ia ingin menghilang dalam hitungan detik saat ini. Kenapa sih? Gisha harus membahas hal ini terus-terusan? Lagi pula ini kan sudah keputusan mutlak Dikta-ayahnya. “Bisa gak sih jangan bahas ini terus-terusan?” Pinta Joe dengan rasa lelahnya yang sudah tidak bisa ia bendung. Terdengar sayup-sayup Gisha terkekeh pelan, kepalanya menggeleng pelan. “Kayaknya untuk ini gue gak bisa deh,“ Joe menghela nafas lelah, percuma! Ia tahu Gisha itu sebelas dua belas seperti Justin. Kalau udah A yaudah harus A, kalau mereka bilang B ya harus B juga. Terus kalau gak sesuai dengan apa yang mereka mau, mereka akan terus mengejar kemauan mereka sesuai dengan yang sudah mereka rencanakan. Ngomong-ngomog Joe hebat juga ya bisa memahami kedua laki-laki kakak beradik ini? Tanpa sadar motor Gisha sudah berada di depan gerbang rumah laki-laki itu, gadis kecil dengan rambut panjamg terurai itu keluar dari perkarangan rumah dengan semangat sekaligus senyum lebar sehingga ia tampak terlihat sangat cantik di pandang. Melihat sosok Joe yang duduk di jok belakang motor Gisha lagi-lagi Jazzy bersorak senang. “Bunda!” Panggilnya dengan langkah cepat untuk menghampiri Joe. Joe turun dari motor, melepaskan helm yang ia gunakan, melihat kehadiran Jazzy yang seakan-akan senang ia datang. Kedua tangannya ia lebarkan untuk memeluk gadis itu. “Jazzy!” Ucapnya tak kalah semangat. Jazzy memeluk Joe erat, seperti halnya anak kecil yang merindukan seseorang. Joe menghirup aroma rambut Jazzy yang harumnya sudah ciri khas. Bisa-bisanya sih ada anak secantik,semanis dan seimut ini? Tanpa sadar fikiran Joe ber-traveling membayangkan bagaimana anaknya kelak dengan Justin nanti, apakah akan cantik dan ganteng atau ... Joe langsung menggelengkan kepalanya membuang jauh-jauh fikiran absurdnya barusan, kenapa bisa gak jelas begini sih? Kacau! Kacau abis dah lah! “Bunda kesini pasti mau maen sama Jazzy kan?” Tanya Jazzy semangat dengan rasa ragu Joe mengangguk sebari melirik kearah Jessica yang berdiri di belakang tubuh Jazzy. Sumpah ya, Joe tuh kadang tidak paham. Kenapa kalau ia di lihat oleh Jessica seperti halnya gadis itu sedang di mata-matai olehnya, padahal yang jelas Jessica tuh gak ngapain-ngapain. Emang struktur wajanya tuh tipikal muka yang jutek sekaligus judes menjadi satu, jadi orang-orang yang baru pertama kali bertemu dengan Jessica bakal salah tingkah atau ketar-ketir ketakutan tidak jelas. Kalau Joe sih mungkin condong ke salah tingkah kali ya, namun di sisi lain Joe juga kadang ketakutan kok. Takut bahwa Jessica akan memberi tahu kepada Justin bahwa gadis itu sering bersama dengan Gisha akhir-akhir ini. Padahal faktanya, Jessica benar-benar tidak peduli dengan hubungan Joe dan Gisha yang entah apa sekarang di sebutnya. apa mungkin benar menjalin hubungan lagi atau hubungan tanpa status kalau kedua itu tidak ada yang benar mungkin friend wirh benefit? Hash! Jesicca tidak ingin memusingkan hal pribadi mereka berdua, karena bagaimanapun ia memahami situasi yang terjadi sekarang. Perasaan seseorang kan memang tidak bisa dipaksakan kan? Walaupum Jessica bekerja dengan Justin pun bukan berarti Jessica harus berpihak kepada bosnya di tambah lagi ia sangat mengenal keluarga laki-laki itu terutama Gisha. Posisi Jessica benar-benar tidak menguntungkan sekarang. “Makan malam hari ini kita makan bersama ya,” Jelas Gisha yang melangkah kepada Joe dan Jazzy kemudian tatapan Gisha jatuh kepada Jessica yang sudah mengambil tas slempang berwarna hitam miliknya. Ia berniat untuk pulang ternyata. “Jessica mau kemana?” Tanya Gisha heran. Jessica tampak terlihat tersenyum kecil, “Sudah waktunya saya pulang kan?” Gisha menggeleng menghampiri Jessica lalu tangannya mengambil pelan tas milik gadis itu yang sudah ia pegang. Jessica sedikit kebingungan dengan tindakan Gisha. “Kenapa Gish?” Tanya nya. “Malam ini makan di sini aja. Bareng sama Saya, Jazzy dan Joe,” Gisha menoleh kearah Joe, “Lo gak masalah kan makan bareng sama Jessica?” Joe tersenyum tatapannya jatuh kepada Jessica, “Jelas enggak lah,“ Padahal dalam hatinya Joe benar-benar mempermasalahkan itu! Karena ia pasti akan merasa canggung terus-terusan. “Okay! Let’s a dinner!!!“ Teriak Jazzy senang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD