Makan Bersama

1843 Words
Setelah beberapa menit berada di mobil Joe menyadari ini bukan jalan menuju apartemennya, gadis itu menoleh kearah Justin yang sedang menyetir dengan mimik wajah santai. "Heh lo mau bawa gue kemana? Mau nyulik gue ya?" Tanya Joe tidak santai. Justin melirik kearah lutut Joe yang sedikit memar. "Kasih obat tuh kaki, dan juga," Justin menggantungkan ucapannya lalu menatap Joe " Lo belum makan lagi kan? Sekalian kita makan," sambungnya membuat Joe yang tiba-tiba diam seketika pikirannya membayangkan makanan-makanan enak yang akan ia makan sekarang. Astaga, otak Joe benar-benar tidak bisa diajak kerja sama jika itu berhubungan dengan makanan, dan entah kenapa otaknya lagi-lagi berfikir yang sangat berlebihan, seperti halnya Justin akan membawanya ke restoran mahal, mari kita beri beberapa contoh restorannya, shabu hatchi? Uyami? Atau bisa jadi Justin membawanya restoran yang lebih dari itu? Ah Joe tidak sabar karena jujur ia juga sedang kelaparan sore ini akibat mata pelajaran yang sangat menguras otak dan tenaganya tadi, yaitu matematika. "Yuk turun," Ujar Justin yang sudah memberhentikan mobilnya di sebuah gedung, tunggu apakah ini gedung apartemen? Apartemen yang terkenal mahal itu? Joe tidak turun, namun menatap Justin kesal karena ekspetasi nya jauh dari dugaannya. "Mager ah! Lagian lo gak liat lutut gue luka gini? Mana bisa gue jalan dari sini ke kamar lo,” “Siapa bilang gue ngajak lo buat masuk ke kamar gue? Dih! Otak lo sakit nih,” Ucap Justin, dan itu mampu membuat wajah Joe merah padam karena malu, bisa-bisanya Joe dengan rasa percaya dirinya ngomong tanpa di filter. Tanpa fikir panjang Joe yang langsung membuka pintu mobil lalu menutupnya kencang membuat Justin tertawa kecil dan juga ikut keluar. Melihat Joe berjalan membuat Justin lagi-lagi tertawa, “Katanya kakinya sakit, lah itu bisa jalan,” Sadar akan hal itu, tiba-tiba saja Joe menjatuhkan badannya dengan sengaja kemudian meringis pelan sambil diam-diam melirik laki-laki itu. Lihat kelakuan Joe mau tidak mau Justin langsung mengendong Joe tanpa permisi, dan tanpa ia ketahui Joe sedang tersenyum tipis sekarang. Bagi Justin Joe labil, plin -plan juga, contohnya seperti tadi, dia bilang mager tapi tetap saja ia keluar dari mobil Justin dengan sendirinya. Lelaki berjas itu memberikan kunci mobil kepada security agar memarkirkan mobilnya, dengan santai Justin tetap menggendong Joe segimana semua menatap mereka dengan tatapan aneh, Joe yang sadar akan hal itu menutup wajahnya pada d**a bidang Justin. “Kenapa?” Tanyanya, Joe diam dan menghela nafas. “Malu,” “Punya rasa malu emang?” “Si anjir,” Justin tertawa, "Nanti juga lo biasa kok," "Dasar ye om-om gatel!" geram Joe. "Panggil gue Justin aja, khusus buat lo gue izinin," “Kan tadi gue udah sempet manggil lo Justin deh kalau gak salah,” ucap Joe sedikit bingung. “Masa sih?” “Iya,” “Ya udah gue izinin manggil lo sayang deh, Joe melotot tidak percaya dengan ucapan cheezy laki-laki itu, bulu guduknya sedikit merinding lantas kepalanya menggeleng tidak peduli seraya mengalihkan pandangannya. Ngomong-ngomong Joe baru sadar, harum tubuh Justin benar-benar bikin nagih, dan Joe suka itu. Saat ini mereka sudah di restoran apartemen, Justin menaruh Joe dengan rasa hati-hati ke kursi, dengan wajah yang sangat berdekatan seperti ini Joe bisa menatap wajah Justin dengan teliti, sangat-sangat teliti, dan itu mampu membuat Jantungnya berdegup kencang. Dan sekarang Justin dan Joe saat duduk berhadapan membuat Joe lagi-lagi mendengus sebal. Justin yang melihat itu menaikan sebelah alis matanya. “Kenapa? Risih sama lututnya? Makan dulu nanti sesudah makan di obatin kakinya,” Joe diam, memilih tidak menjawab ucapan Justin, gadis itu mengambil ponselnya setelah melihat beberapa notif. Joe segera membalas pesan grup yang notifnya sudah hampir 200 lebih, yup! Kepanikan dua anak raja firaun sedang kumat. Satya : Heh! Lo gak apa-apa kan? Dimana sekarang? Arga : Joe lo gak di ajak check in kan sama dia? Satya : Mulut lo jaga ya njing! Joe angkat telfon gue coba, lo dimana sekarang? Jangan macem-macem lo ya! Joe tertawa kecil membaca pesan mereka berdua, akan tetapi gadis itu tidak berniat untuk membalasnya karena bagaimanapun ia sedang marah. Ya jelas marah lah njir! Bayangin disaat lo di culik sama om-om terus sohib lo diem aja melihat kesulitan lo sendiri, kek?? Ya walaupun sebenarnya gak diculik sih. “Lagi chatan sama siapa sih?” Tanya Justin, namun kali ini dengan nada dingin, Joe yang sadar dengan perubahan nadanya mendongakan kepala kearah Justin. “Kenapa?” “Malah nanya balik, lagi chatan sama siapa?” Tanya ulang Justin kepada Joe, gadis itu agak bingung dengan ke kepoan Justin secara tiba-tiba, seperti halnya orang- “Lo cemburu?” Joe sadar dengan perubahan sikap Justin yang mendadak dan itu membuat Joe tiba-tiba tertawa keras tanpa memperdulikan Justin yang sudah memutar bola matanya kesal. “Tinggal jawab aja, chatan sama siapa?” “Gak sadar diri lo, udah tua cemburuan,” “Manusiawi,” Jelas Justin yang perasaannya masih dalam dilanda kekesalan. Beberapa detik kemudian beberapa makanan datang kemeja mereka, padahal jelas-jelas mereka belum memesannya, apa jangan-jangan Justin sudah merencanakan ini semua? Tapi peduli setan Joe tidak mau memikirkan hal yang baginya ribet, hidup Joe udah ribet banget soalnya. Sebuah steak daging sapi favorit Joe terletak, membuat gadis itu tersenyum lebar dan segera memakannya pelan-pelan karena posisinya yang masih sedikit panas. Melihat Joe yang menikmati makanan tersebut membuat Justin tersenyum, "Enak?" Justin lupa dengan perasaan cemburunya yang tidak jelas barusan, setelah dirinya melihat senyum lebar Joe yang manis itu. Joe melirik tidak peduli dan kembali fokus dengan makanannya, namun sebelum itu ia mengambil selembar tissue untuk menbersihkan sudut bibirnya yang menurutnya terkena saus steak tersebut, sebobrok-bobrok nya Joe, ia masih mempunyai etika saat makan, Entahlah makin kesini mungkin Joe mulai menerima sesosok Justin yang jelas-jelas ia sedikit menyebalkan terkadang tetapi di balik sikap menyebalkan Justin, Joe seperti nyaman dan terbiasa karena menurutnya itu sedikit menghibur. Walaupun begitu, dengan Justin yang berumur 26 tahun itu bagi Joe penampilan nya tidak katro-katro banget dan juga tidak terlihat tua, bahkan seperti telihat umur anak remaja, dan anehnya kenapa bisa sih dia udah jadi duda diumur yang belum menginjak kepala tiga. Dan juga ia salut dengan lelaki itu yang bisa merubah- rubah ekpresi dalam sekejap sehingga Joe tidak bisa langsung menebak pikiran dan kepribadian Justin. Yang terkadang dingin, ramah, so sweet dan mungkin menyebalkan, sepertinya ya fia sebutkan sebelumnya. Namun ini semua belum cukup bagi Joe untuk menerima Justin seutuhnya didalam kehidupannya gadis itu, karena bagi Joe dengan umur yang terpaut sangat jauh ditambah dengan 1 anak itu masih terlihat tidak masuk akal. Sementara itu, lelaki bermata hazel tidak henti-hentinya menatap Joe dengan tersenyum dan berdecak kagum kearahnya. Walaupun mempunyai sikap yang bar-bar, nyablak dan tidak punya atitude sekaligus galak bagi Justin itu sangat menggemaskan, astaga Justin benar-benar menjadi b***k cinta saat ini. Ayo perhatikan, walaupun mempunyai sikap seperti itu, Joe masih terlihat anggun jika sedang makan, Cara duduknya yang tegap,caranya memegang pisau dan garpu ditambah suara kunyahan yang nyaris tidak terdengar membuat Justin benar-benar mengagumi Joe. Jika boleh Jujur, Justin adalah lelaki b******k yang 2 tahun menduda dan hidupnya di habisi meniduri model-model ternama dan juga terkadang anak SMA yang menggilainya, definisi buaya darat dan b******k tingkat dewa, seperti yang dibilang Farras. Bahkan saat melihat Joe pertama kali di MCD sesuatu dalam dirinya meledak-ledak ingin memiliki dan menyentuh gadis itu, dan saat Justin memeluk Joe di rumah sakit membuat Justin sadar debaran kali ini berbeda. Walaupun ia berusaha menolak debaran tersebut, namun tetap saja Justin tidak bisa menolak, bagai kan Candu, tapi ah!! Sial bagaimana bisa Justin bisa kembali merasakan debaran yang hebat di hatinya hanya karena gara-gara anak SMA? Pesona Joe terlalu kuat, membuat pikiran Justin ke setiap perempuan berubah, yang awalnya perempuan hanya ingin enaknya saja tetapi saat bertemu Joe semuanya benar-benar berbeda, bahkan Joe mampu mengendalikan fikiran Positif pada di diri Justin yang sudah lama hilang. Aneh bukan? Terlebih ketika Justin mengatakan cinta pandangan pertama, Jujur sebenarnya Justin tidak pernah merasakan itu dan merasa konyol saat mengatakan itu dihadapan Joe, tapi demi tuhan Justin tidak mengerti mengapa Justin bisa segila ini kepada anak SMA yang berada didepannya, apa benar kata pepatah bahwa cinta itu tidak memandang bulu? ••• “Jangan teriak, nanti gue dikira ngapain-ngapain lagi,“ Pinta Justin saat dirinya sedang mengambil kapas dan obat merah untuk membersihkan sekaligus mengobati luka dilutut gadis itu. “Pelan-p- AW! astaga sakit! Teriak Joe tiba-tiba dan itu membuat Justin meringis karena jujur telingan sebelah kirimya saat ini berdengung akibat suara yang berasal dari mulut toa Joe. “Sakit emang?” Tanya Justin sambil menekan lukanya, dan Joe kembali berteriak dan memaki Justin. Sedangkan Justin hanya tertawa memperlihatkan gigi rapinya kepada Joe, “Lebay banget,” “Sengaja ya lo?!” “Iya,“ “Kampret!” Justin menaikan kedua bahunya tidak peduli kemudian bangkit dari posisinya, “Udah tuh, nanti juga sembuh,” Joe menatap punggung laki-laki itu yang sedang membuka kulkas, tidak lama ia langsung mengambil sesuatu dari sana dan kembali menutup pintu kulkas tersebut. “Mau?” Justin menawarkan minuman mengandung alkohol satu persen kepada Joe, tanpa rasa sungkan sedikit pun karena ia tahu bahwa Joe sudah biasa meminum alkohol. “Gak dulu deh,” “Tumben,” ucap Justin yang meminum satu tegakan lalu kembali menatap Joe. Anjir! Kenapa sih natapnya gitu amat, batin Joe yang sebisa mungkin tidak bersikap salah tingkah di hadapannya. Kelemahan Joe yang perlu kalian tahu lagi. Gampang meleyot kalo liat cowok ganteng, biadan emang. “Gak mau mabok di apart orang,” “Kenapa?” Joe diam, memilih untuk tidak menjawab, karena bagimanapun kewarasan itu utama. Bayangin kalau Joe menerima minuman tersebut dan Joe keblablasan alhasil mabuk, mau di taro dimana mukanya? Belum lagi tidak menjamin kalau Justin tidak bersikap kurang ajar kepada dirinya. Justin yang paham dengan maksud gadis itu hanya mengangguk mengerti tanpa ia jelaskan. Keheningan menyelimuti mereka, kecanggungan tanpa alasan pun menyertai kedua orang tersebut. Akan tetapi tidak lama mereka saling diam, tiba-tina saja seseorang masuk ke dalam apartemen Justin disertai teriakan yang memanggil nama Justin. Joe dan Justin menoleh kearah laki-laki itu, Farras yang sebelumnya tidak terfikir untuk bertemu dengan Joe seperti ini, dia langsung terdiam melihat Joe dan Justin di dalam satu ruangan sebagaimana ada jaraK diantara mereka. “Kacau!” Ucap Farras melihat ke Justin dan Joe secara bergantian. Langkahnya mendekat kearah Justin, “Kacau emang lo, lo bener-bener sikat dia?” Tanya Farras. Justin yang mengerti maksud Farras tanpa meminta izin langsung memukul belakang kepala laki-laki itu. “Gak seperti yang lo fikir kok, liat noh kakinya. Luka kan?” Farras melihat kearah lutut milik Joe, kemudian pandangannya kali ini menatap kedua bola mata berwarna coklat milik gadis itu. Ia memperhatikan wajah Joe secara seksama menyeluruh, mencari satu hal yang membuat Justin bisa sejatuh cinta itu dengannya, ditambah membuat Justin memilih untuk mempunyai hubungan yang serius. “Masih cakepan Kay- AW! Anjing sakit,” “Mulutnya di filter dikit,” Dingin Justin dan itu mampu membuat Farras terdiam. Baiklah ia mengerti, dirinya sudah sedikit kelewatan saat ini. Joe yang paham dengan maksud laki-laki yang berdiri di sebelah tubuh Justin memutar bola matanya, dia tidak suka jika di banding-bandingkan. Bagus! Moodnya langsung turun drastis siang ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD