CHAPTER 6. PERJAMUAN DENGAN PANGERAN MAHKOTA

2685 Words
Naya menyunggingkan senyum tipis saat Helcia memandangi Kota Canace dengan bahagia. Naya telah bekerja pada Keluarga Krysanthe selama lima tahun, dan belum pernah melihat nona muda melepaskan senyum dengan lepas. Senyuman yang biasa Helcia tampilkan hanyalah sebatas senyuman manis yang palsu. Semua orang mungkin bisa dikelabui oleh Helcia, akan tetapi Naya merupakan orang yang sensitif. Dia mampu membaca ekspresi dengan mudah, membuatnya terkadang tahu sifat orang yang ada di sekitarnya. Dalam mata Naya, Helcia selalu nampak lemah lembut dan bahagia. Namun, tatapan matanya seolah berkata bahwa dia tidak bebas. Menurut Naya, perubahan drastis dari sifat Helcia yang sekarang tidaklah buruk. Alih – alih mirip dengan seekor burung yang ada di dalam sangkar, Helcia yang kini duduk dihadapannya lebih mirip dengan seekor burung yang dapat terbang melintasi cakrawala. “Naya, lihatlah. Bahkan, di Kota Canace ada begitu banyak penjual bunga.” Seru Helcia seraya menunjuk beberapa toko bunga yang berjajar di pinggir jalan. “Seandainya aku bisa beli beberapa.” Lanjut Helcia dengan nada sedikit kecewa. Naya menatap Helcia tidak mengerti, “Apa kita tidak boleh membeli bunga?” Helcia tertawa kecil, ia lantas kembali menutup jendela pada kereta kuda, dan bersandar pada bantalan empuk di belakang punggungnya, “Bukannya tidak bisa. Tapi, akan tidak pantas.” “Mengapa begitu?” Petra menjawab dengan lugas, “Nona Helcia telah di jodohkan dengan Yang Mulia Putra Mahkota. Akan menjadi hal yang tidak pantas bila seorang Calon Putri Mahkota membawa bunga yang tidak diberikan oleh Yang Mulia Putra Mahkota.” “Kamu benar. Seorang wanita hanya menerima bunga dari kekasihnya. Bila aku membeli bunga sendiri, maka itu sama saja seperti mencoreng nama Pangeran Istvan.” “Tidakkah itu menyebalkan?” Seru Naya. “Naya, jaga ucapanmu.” Petra kembali memberikan nasihat. Akan tetapi, kini Naya sudah merobohkan kehati – hatiannya dihadapan Helcia. Setelah mengobrol beberapa kata dengan Helcia, Naya sudah bisa memastikan apabila wanita bangsawan itu bukan orang yang busuk. “Petra, tapi itu memang menyebalkan. Kenapa seorang wanita tidak pernah diberikan pilihan? Bila pria membeli bunga untuk dirinya sendiri, maka tidak ada yang mempermasalahkan. Tapi, mengapa saat seorang wanita membeli bunga sendiri, semua masyarakat akan memberikan kata – kata buruk. Seolah, kita telah melempari wajah pria dengan kotoran.” Mendengar perumpamaan Naya yang aneh, Helcia langsung tertawa, “Haruskah kita benar – benar melempari kotoran ke wajah pria agar kita merasa lebih baik?” Petra menggelengkan kepalanya, tidak lagi ingin mencampuri obrolan kedua wanita ini. Dibanding harus menghabiskan energi untuk menasihati mereka, lebih baik Petra tidak mengatakan apapun. Helcia juga tanpa sadar terbawa suasana ketika berbincang dengan Naya. Sejujurnya, dia mungkin hanya terlalu senang saat memiliki teman yang bisa berbagi tawa bersamanya. Di kehidupan lampau, Helcia kesulitan mencari teman, akibat dirinya terlalu sibuk dengan banyak pekerjaan dan menulis sejumlah n****+ dalam waktu beberapa bulan saja. Ternyata, memiliki beberapa teman mengobrol tidaklah buruk. •• Setelah melewati jalan yang lumayan jauh, kereta kuda milik Keluarga Krysanthe sampai di depan pintu gerbang Istana Socrates. Dinding Istana yang di penuhi oleh kristal dan emas, memantulkan cahaya matahari sehingga menimbulkan kilau yang menyilaukan mata. Dari luar gerbang saja, Helcia tidak bisa berhenti memberikan pandangan terkesan. Seandainya dia tidak memiliki kontrol yang baik, mungkin wanita itu sudah berseru senang sedari awal. Beruntung, dia masih bisa mempertahankan ketenangannya. Atau seluruh Istana akan menganggap calon putri mahkota mereka telah tidak waras. Kereta kuda berhenti tepat di depan undakan anak tangga yang menuju ke dalam Istana. Tiga orang prajurit kerajaan telah menunggu Helcia dan membukakan pintu kereta untuknya. Petra dan Naya turun terlebih dahulu, kemudian keduanya memegang tangan Helcia untuk mencegahnya terjatuh dari tangga kereta. “Nona, Yang Mulia Putra Mahkota telah menunggu anda di taman belakang Istana.” Kata salah seorang prajurit seraya berjalan di samping Helcia. Helcia hanya mengangguk sebagai tanda mengerti, dia mengikuti langkah prajurit yang memandunya memasuki ruang dalam Istana. Baru saja melangkahkan kaki masuk, Helcia sudah di suguhkan berbagai macam ornamen indah yang terukir pada dinding Istana. Ornamen yang berlapis emas itu seolah mengintimidadi Helcia yang selalu berada di strata terendah masyarakat. Mendapat kesempatan untuk melihat keindahan ini, mungkin hanya bisa Helcia temui ketika dia sudah sampai di surga. Permukaan lantai istana terbuat dari lantai marmer berkualitas tinggi yang nampak mengkilap saat terkena cahaya lampu gantung. Bila melihat Istana Socrares, Helcia jadi merasa bila mansion keluarga Krysanthe hanya bagaikan serbuk debu disamping berlian. Tidak lama setelah mereka melewati berbagai lorong yang penuh liku, Helcia sampai di taman belakang istana. Dibanding dengan taman depan istana, taman bagian belakang tampak jauh lebih indah. Dimana, terdapat ratusan jenis tanaman hias yang memiliki berbagai warna tertanam di taman ini, menarik para kupu – kupu untuk berterbangan di antara bunga. Pandangan Helcia tertuju pada sebuah meja bundar yang diletakan di tengah taman. Meja itu tidaklah begitu besar ataupun kecil, ukurannya cukup untuk memuat dua orang. Berbagai macam makanan manis berupa kue dan camilan kecil tertera di atas meja. Di atas kursi, seorang pria yang memiliki wajah rupawan tengah menyesap teh hangat seraya bermandikan cahaya mentari. Tatkala Helcia dan pria itu bertemu pandang, mereka lantas saling melempar senyum manis. Helcia melangkah seorang diri ke dalam taman istana, di setiap langkahnya, manik mata Helcia tidak bisa melepaskan diri dari wajah Istvan Hesperos. Pantas saja Helcia Krysanthe yang asli jatuh hati hingga menumbuhkan kebodohan didalam dirinya kepada Istvan, wajah Istvan memang tampak rupawan dan lembut. Semua orang pasti akan berfikir bila Istvan merupakan seorang malaikat yang diturunkan para Dewa ke dunia. Manik matanya yang sebiru lautan mampu membuat seluruh wanita jatuh hati kepadanya. Tapi, sayangnya Helcia Krysanthe yang sekarang bukanlah wanita yang mudah untuk jatuh cinta. Hanya dengan sebatas senyuman lembut dari seorang pria, tidak akan lantas membuat Helcia jatuh hati kepada Istvan. Dia hanya ingin mempergunakan status Istvan. Tidak lebih dan tidak kurang. “Hormat saya kepada Yang Mulia Putra Mahkota, semoga Socrates memberkati anda.” Helcia mengangkat ujung gaunnya sedikit dan membungkuk hormat. Istvan menampilkan senyum tipis kepada Helcia. Lantas menarik kursi untuk di tempati oleh Helcia, “Nona Helcia, kita sudah mengenal lebih dari lima belas tahun. Tidakkah sebaiknya anda mulai memanggil saya dengan nama?” “Saya tidak mungkin berani melakukan itu. Akan sangat tidak pantas bagi seorang rakyat memanggil Yang Mulia Putra Mahkota dengan nama.” Keduanya memang selalu bertingkah laku seperti ini. Saling berbicara dengan menggunakan tata krama, dan memuji dengan sopan santun. Mungkin memang para bangsawan seringkali melakukan hal itu, berbicara dengan bahasa yang tidak santun akan membuat mereka nampak bagai rakyat jelata. Tiga orang pelayan datang seraya membawa kereta makanan. Manik ruby Helcia mampu menangkap berbagai macam jenis camilan manis yang belum pernah dia lihat sebelumnya, bahkan di mansion Krysanthe sekalipun. Ketiga pelayan mulai meletakan piring – piring camilan ke atas meja, kemudian menuangkan teh pada cangkir Helcia yang kosong. Semua jenis makanan itu memang sangat menggiurkan. Namun dalam tata krama bangsawan, akan sangat tidak pantas bagi wanita menghabiskan semua makanan di atas meja. Untuk kesekian kalinya, Helena harus menekan kepribadian aslinya dan mengangkat pribadi Helcia yang asli. Jika dia meneruskan kepura – puraan ini dalam jangka waktu yang lama, dirinya mungkin bisa mendapatkan peran utama dalam permainan sandiwara. “Nona Helcia, saya mendengar kabar bahwa anda sempat tidak sadarkan diri selama tiga hari. Apa sekarang anda sudah pulih?” Istvan menampakan raut khawatir yang ketara. “Sekarang saya sudah pulih. Tabib berkata bila saya hanya kelelahan. Perhatian anda membuat saya tersanjung.” Balas Helcia. “Anda merupakan Calon Putri Mahkota. Tentu saya harus menaruh perhatian lebih kepada anda. Jika bisa, mungkin lebih baik saya yang pergi ke kediaman Krysanthe dibanding Nona Helcia harus datang ke Istana.” Helcia melepaskan tawa kecil, “Keluarga Kerajaan tentu tidak pantas untuk mengunjungi rumah bangsawan biasa seperti kami.” Cahaya matahari membiaskan biru yang terang dari manik Istvan, “Kamu benar, kita memanglah sesama bangsawan. Namun, Keluarga Hesperos tidak mungkin disamakan dengan bangsawan lain.” Kalimat itu dikeluarkan dengan ringan oleh Istvan. Seolah dia hanya sembarang mengucap keadaan cuaca hari ini. Tapi, Helcia mampu menangkap perasaan arogansi dari pancaran matanya. Sebuah tatapan yang menunjukkan bahwa dirinya berada di strata yang lebih tinggi. Dan Helcia tidak mempermasalahkan hal itu. Wajar bila seseorang yang sejak lahir ada di posisi tertinggi memiliki sifat arogan didalam hatinya. Namun, sifat kecil seperti itu sudah cukup membuat Helcia bersumpah untuk tidak menaruh hati kepada Istvan sedikitpun. Ingin mengalihkan pikirannya, pandangan Helcia mulai berpendar ke berbagai tempat untuk mencari hal menarik. Hingga kedua matanya berhenti tepat pada sebuah buku tebal yang terletak di sebelah tangan Istvan. Pada sampulnya, tercetak jelas ‘Bangsawan dan Kebijaksanaan.’ Yang menarik perhatian Helcia. “Yang Mulia, apa anda telah selesai membaca buku di samping anda?” Istvan menghentikan gerakan tangannya pada sendok, kemudian mengalihkan pandangan ke arah buku yang dilihat oleh Helcia, “Saya sudah selesai membaca sejak dahulu. Tapi, buku ini sangat menarik bagi saya, sehingga saya akan selalu membacanya berulang kali.” “Apa Nona Helcia tertarik dengan buku ini?” Lanjut Istvan. “Saya hanya bertanya – tanya, seperti apa isi dari buku itu sampai membuat Yang Mulia sangat tertarik.” Istvan tersenyum tipis, manik biru menatap buku dengan pandangan yang dipenuhi oleh kekaguman, “Sayang sekali, walaupun saya menjelaskan isi dari buku ini sekalipun, anda pasti tidak akan mengerti dengan baik.” Mendengar penuturan yang merendahkan seperti itu, hati Helcia merasa sedikit kesal. Namun, senyuman tidak pernah luput dari wajahnya, “Yang Mulia benar, saya tidak mungkin mengerti.” Desiran angin lembut menerbangkan kelopak bunga yang jatuh. Demikian dengan rambut Helcia yang mengikuti gerakan angin, sedikit menutupi pandangannya kepada Istvan. Mata mereka bertemu dalam seperkian detik, ketika itulah Helcia meyakinkan diri untuk tidak pernah jatuh kedalam kubangan cinta bersama Istvan. Mata sebiru lautan, terlihat begitu tenang dan tidak mematikan. Akan tetapi, tatkala seseorang mulai menyelam semakin dalam, maka mereka akan menemukan amukan ombak yang mampu membunuh. Helcia menyadari, bila perjalanan hidup yang akan ia lalui tidak akan sama dengan kisah yang ditorehkan di dalam n****+. Helcia yang asli mungkin terlalu bodoh, namun kini Helcia mampu membaca keadaan dengan jelas. Ada sesuatu dari dalam diri Istvan yang tidak pernah terungkap. Dan Helcia bahkan masih belum mengetahuinya. ••• Perjamuan teh hanya berlangsung selama satu jam. Tapi, Helcia merasa seolah menghabiskan waktu satu bulan di dalam Istana. Ketika kakinya menuruni tangga Istana, ia menoleh ke belakang sejenak, memperhatikan Istvan yang tersenyum dan melambai kepadanya. “Terima kasih atas perjamuan anda, Yang Mulia. Semoga Socrates memberkati kita.” “Saya harap pertemuan kita kembali datang dengan cepat.” Kata Istvan. Senyuman di wajah Helcia menghilang saat dia memunggungi Istvan dan berjalan menuju kereta kudanya. Benaknya melayang pada buku yang dia temukan sebelumnya. Buku berjudul ‘Bangsawan dan Kebijaksanaan’. Pada kenyataannya, buku tersebut telah dibaca sampai habis oleh Helcia, tepatnya saat dirinya tengah mengurung diri didalam perpustakaan selama beberapa hari. Seperti yang dikatakan oleh Istvan, buku tersebut mengandung banyak pembelajaran yang menarik, dan menjadi salah satu buku paling diminati selama sepuluh tahun terakhir di kalangan para bangsawan. Bagi bangsawan, buku itu merupakan suatu permata yang berharga. Memuat begitu banyak pengetahuan mengenai politik dan sejarah bangsawan, serta kebanyakan menekankan sifat – sifat mulia yang harus dimiliki oleh bangsawan, terutama kebijaksanaan. Orang dewasa menggunakannya sebagai pedoman bagi para keturunan mereka, sedangkan anak – anak akan merasa mual saat mendengar orang tua mereka mendongengkan isi dari buku tersebut. Tetapi, rakyat menganggap buku ini sebagai malapetaka. Menjadi pelatuk yang mematikan kehidupan mereka sebagai manusia. Karena, banyak kutipan – kutipan yang cenderung mencuci otak para bangsawan untuk tak berdiri sejajar dengan rakyat jelata. Kebijaksanaan yang ingin dituangkan pada buku ini, sejatinya hanya berpaku pada kehidupan bangsawan. Bertindak mulia terhadap kedudukan yang lebih tinggi, berbuat adil kepada kasta yang sama, dan menghormati kasta bangsawan yang lebih rendah. Sedangkan rakyat tak pernah menjadi bagian dalam perbuatan mulia. Karena bangsawan kerap menganggap rakyat kecil sebagai manusia kotor yang mungkin rela menjilat sepatu bangsawan hanya demi sesuap nasi. Adapun sebuah kutipan yang menjadi suatu kontroversial yang paling terkenal. ‘Rakyat memutar roda kehidupan, sedangkan bangsawan memegang kendali atas roda.’ Dapat diartikan dengan Rakyat hanyalah alat, sedangkan bangsawan merupakan tangan yang menggerakan alat sesuka hati mereka. Bangsawan bisa membuat alat tersebut menjadi lebih bagus atau bahkan bisa menghancurkannya dengan mudah. “Nona, apa pertemuan dengan Yang Mulia Pangeran Mahkota tidak berjalan baik?” Tanya Petra yang mampu menangkap raut wajah tidak baik dari Helcia. Helcia hanya menggeleng, tidak ingin menjelaskan suasana hatinya saat ini, “Semua berjalan baik. Aku hanya merasa sedikit lelah.” Setelah mengatakan hal itu, Helcia menyandarkan kepala pada jendela kereta kuda, menatap lingkungan istana yang dipenuhi oleh keindahan kian menghilang dan tergantikan oleh jalan biasa. Terpaan angin dingin menyapa kulitnya yang pucat akibat sangat jarang terkena sinar matahari. Manik semerah delima memandang langit, memperhatikan pergerakan awan yang menandakan bahwa cuaca tengah begitu cerah hari. Hari seindah ini, tidakah begitu sayang bila harus di lewatkan dengan cepat. “Naya. Petra.” Panggil Helcia, tetapi matanya tidak turut menatap ke arah mereka. “Anda memerlukan sesuatu?” “Ketika di Kota Canace. Kereta kuda akan berhenti selama satu jam.” Bisik Helcia. Petra mengerutkan keningnya tidak mengerti, “Mengapa kereta kuda berhenti?” Helcia menoleh, lantas meletakan jari telunjuknya di atas bibir dan tersenyum tipis, “Aku janji akan kembali tepat satu jam.” “Nona, saya sungguh tidak mengerti.” Kali ini Naya bersuara, wajahnya terlihat sedikit panik. “Kalian hanya harus mencegah ada pengawal yang melihat ke dalam kereta.” Di luar kereta, ada dua pengawal yang memandu Helcia, dan memastikan keadaan wanita itu baik – baik saja. Membodohi dua orang pengawal bukanlah hal yang sulit untuk Helcia. Dia sangat pandai bersandiwara selama beberapa hari ini, tidak ada salahnya kembali berkata dusta untuk mendapatkan hal yang ia inginkan. ••• Tatkala kereta kuda memasuki area Kota Canace. Helcia mengetuk pintu kereta beberapa kali, memberi tanda untuk pengawal yang ada di luar bahwa Helcia ingin berbicara. Saat jendela terbuka, seorang pengawal memandang Helcia dengan bingung. Pasalnya, tidak pernah sekalipun sang nona mengajak para pengawal berbicara selama ini. “Apa yang bisa saya lakukan untuk anda, Nona?” Helcia memancarkan binar mata yang lugu dan terlihat agak sedih, “Sebelum melakukan perjalanan. Petra hanya membawa satu botol air dan melupakan botol yang lain. Saat ini, aku sedang kehausan. Apa kamu bisa membelikanku sebotol air di kota?” Petra dan Naya hanya diam. Mereka memperhatikan sandiwara Helcia yang sangat meyakinkan. Tidak mungkin ada yang tega membiarkan seorang wanita berwajah sedih itu kehausan dalam waktu yang lama. Jarak dari Kota Canace ke Kota Manos setidaknya masih membutuhkan waktu dua jam, Helcia yang mudah sakit mungkin tidak bisa menahan rasa hausnya dalam dua jam. Dan pengawal itu juga berpikir demikian. Marchioness Krysanthe memang melarang mereka untuk berhenti. Namun, akan menjadi hal yang lebih berbahaya bila sampai Helcia sakit karena kekurangan air minum. Mereka semua bisa dijatuhi hukuman akibat menelantarkan nona mereka. “Apa tidak apa bila kita berhenti?” Tanya pengawal itu dengan ragu. Helcia tersenyum, “Jangan khawatir. Nyonya Krysanthe meminta kalian untuk menjagaku. Dia tidak akan menghukum seseorang yang membelikan air minum untukku.” “Baiklah, Nona. Mari kita berhenti sejenak disini. Saya akan membeli air dengan cepat.” “Aku ingin mengingatkan. Air minum yang bisa kuminum adalah jenis air yang sudah di suling tiga kali. Aku berharap, kamu tidak membeli sembarang air.” Perkataannya mungkin terdengar berlebihan. Tapi, memang kenyataannya Helcia selalu meminum air yang telah melewati penyulingan lebih dari tiga kali untuk memastikan tidak ada sedikitpun bakteri yang masuk kedalam tubuhnya yang rentan penyakit. “Saya mengerti, Nona.” Kata pengawal dengan agak terpaksa. Kereta kuda berhenti di pinggir kota. Manik ruby Helcia mengikuti pergerakan pengawal yang memacu kuda menjauh dari kereta. Dia mungkin akan membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai di toko yang menjual air untuk keluarga bangsawan. Helcia lantas menyibak tirai sebelah kanan. Mengintip sedikit kepada pengawal yang dengan setia menjaga kereta kuda. Posisi pengawal itu berlainan arah dengan pintu keluar, sehingga dia tidak akan tahu seseorang keluar atau masuk ke dalam kereta selama dia tidak memutar. Oleh karena itulah, Helcia membuat pengawal di sebelah kiri untuk pergi. Tidak ingin membuang waktu, Helcia mengambil mantel milik Petra dan meletakkan jari ke depan mulut, “Jangan sampai ada yang melihat ke dalam.” Petra dan Naya mengangguk patuh dan berbisik, “Kami mengerti.” Helcia tersenyum, ia membuka pintu kereta dengan sangat perlahan. Bahkan berusaha menjejakan kaki di atas tanah tanpa suara. Sebelum dia melangkah pergi, Helcia mengambil sebuah tusuk rambut yang mempertahankan gelungan rambutnya. Ujung dari hiasan itu amatlah runcing. Sehingga, hanya dengan satu tusukan ringan. Helcia mampu membuat roda kereta bocor. Mungkin butuh waktu satu jam bagi pengawal untuk menemukan orang yang bisa membetulkan roda kereta. Ia memakai tudung dari mantel milik petra, kemudian menghilang di antara kerumunan penduduk Kota Canace. Senyuman tiada henti menghiasi wajahnya. Berhari – hari berlaku bagaikan manekin yang tak mampu bergerak bebas. Akhirnya Helcia bisa merasakan kebebasan yang sesungguhnya sekarang. ••••• To Be Continued 1 Januari 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD