CHAPTER 7. PROTAGONIS BERTEMU ANTAGONIS

1624 Words
Helcia bukanlah seorang Hedonis di kehidupannya yang lampau. Jangankan membeli barang mewah, untuk sekadar membeli makanan saja, dia selalu membeli bahan makanan murah yang bisa membuatnya bertahan selama beberapa hari. Bukan berarti dia pelit. Dirinya hanya kekurangan uang sampai harus menahan diri untuk tidak berbelanja barang yang tidak berguna. Namun, kini dia bisa berbelanja apapun yang dia suka tanpa khawatir akan kekurangan uang. Berbagai jenis pernak – pernik indah yang dahulu hanya bisa dia kagumi dari jauh, sekarang bisa mencapai tangannya. Sayang sekali, Helcia tidak bisa membeli banyak barang. Karena, Demetria pastilah akan curiga terhadapnya dan berakhir dengan penjagaan Helcia yang pasti akan diperketat. “Nona, belilah juga jepit rambut ini. Pasti akan terlihat cocok di wajah anda yang cantik.” Seorang wanita tua menyerahkan jepit rambut berbentuk kupu – kupu perak. Helcia baru saja ingin menyentuh jepit rambut tersebut, namun terhenti akibat suara sorakan penduduk Kota Canace menggema ke seluruh penjuru kota. “Lord Orestes telah kembali!” Mendengar nama tersebut, kedua pupil mata Helcia membulat. Dan lantas menoleh menuju arakan kuda yang tengah melangkah di antara kerumunan manusia. Di atas kuda yang memimpin arakan, Helcia melihat sosok yang paling dia hindari ketika baru menginjakkan kaki di Kerajan Socrates. Orestes Obelix. Tokoh antagonis yang paling dibenci oleh para pembacanya, bahkan sejak kemunculan pertama Orestes yang menjadi pesaing utama dari Pangeran mahkota. Walaupun Helcia menyanjung pemikiran logis Orestes. Dia juga tidak bisa memungkiri perbuatan keji yang telah Orestes lakukan kepada musuh – musuh yang berani menantangnya. Selama puluhan tahun, Keluarga Obelix selalu menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer kerajaan. Kekuatan besar yang dimiliki oleh Keluarga Obelix selalu menghantarkan Kerajaan Socrates pada kemenangan mutlak. Nama keluarga bangsawan ini semakin tersohor ketika Orestes mendapatkan pangkat Jenderal setelah Ayahnya mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Baru tiga tahun menjabat sebagai jenderal, Orestes sudah berhasil menaklukan lebih dari lima wilayah kerajaan lain. Sehingga wilayah Socrates mampu membentang begitu luas sampai membuat kerajaan lain merasa terintimidasi oleh Socrates. “Orang sehebat ini, mengapa aku menjadikannya antagonis sampah?” Bisik Helcia kepada dirinya sendiri. Setelah melihat sosok Orestes secara langsung, kedua matanya langsung terkunci penuh kepada wajah Orestes yang begitu rupawan bagaikan batu pualam. Satu hal yang paling mencolok dari penampilan Orestes adalah matanya yang mengidap heterochromia, dimana mata sebelah kirinya berwarna sapphire dan mata kanan berwarna emerald. Helcia berjalan mendekati kerumunan manusia yang berada di pinggir jalan. Dia merapatkan tudung yang menutup sebagian besar kepalanya untuk menutupi identitas. “Selamat atas kepulangan anda, Lord Orestes!” “Semoga Tuhan memberkati anda dan Socrates.” “Tiga bulan yang lalu, dia baru saja mengambil alih daerah selatan dari Kerajaan Giorgia. Dan sekarang sudah berhasil menaklukan bagian baratnya.” “Tidakkah dia begitu menakjubkan?” Pujian demi pujian berdatangan menghampiri Orestes. Pada waktu ini, dia masihlah seseorang yang begitu dicintai dan dipuja oleh rakyat. Sesungguhnya, Helcia tidak pernah menuliskan kisah Orestes yang dipuja oleh rakyat. Karena menurut Helcia, kilas balik mengenai hidup antagonis didalam n****+ sampah hanyalah sebuah kesia – siaan. Pertama kali Orestes muncul dihadapan Helcia adalah saat mereka menjadi tamu di perjamuan hari lahir Pangeran Mahkota. Dan pada saat itulah, Orestes akan melakukan hal buruk dengan menculik Helcia didepan mata Pangeran Istvan. Semua orang berfikir bila Orestes menculik Helcia agar dia bisa mendapatkan hak untuk duduk di atas singgasana kerajaan. Rakyat mempunyai fikiran bahwa Orestes merupakan pria angkuh dan dingin yang telah dibutakan oleh kekuasaan. Penggemar n****+ ‘White Flower’ berasumsi bila Orestes hanyalah sebatas pria sampah dan mesin pembunuh yang pantas mati di tangan Pangeran Mahkota. Namun, pada kenyataannya Helcia tidak pernah menuliskan alasan dibalik kudeta Orestes terhadap Kerajaan. Tidak pernah pula memberikan penjelasan mengenai penculikan Helcia. Tidak ada yang tahu pasti alasan Orestes melakukan itu semua. Dirinya yang nampak begitu dingin itu tetap membungkam mulut hingga kematian merenggut nyawanya. Helcia memanglah sang penulis n****+, tapi dia sendiripun selalu merasa ada kekosongan didalam hatinya tatkala menulis kisah Orestes. Dia tidak menuliskan keinginan Orestes, karena Helcia memang tidak tahu. Sekeras apapun dia berfikir, Helcia tetap tidak mengetahui alasan Orestes melakukan semua itu. Karena Helcia mengerti bahwa Orestes tidak pernah memiliki keinginan untuk mengambil alih kekuasaan Socrates. Pria itu tidak pernah menunjukkan emosinya kepada dunia. Dibanding manusia, Orestes lebih terlihat seperti boneka bernyawa yang tidak mempunyai perasaan apapun. Dan sekarang, Helcia memiliki tekad untuk menemukan berbagai kekosongan jalan cerita yang ada didalam novelnya. Sebab ia baru mengerti, bahwa kisah didalam novelnya ini tidaklah begitu manis dan cerah seperti sebuah n****+ romantis. Begitu banyak rahasia yang bahkan Helcia tidak paham. Tentang alasan atas tindakan Orestes ataupun mengenai Pangeran Istvan yang nampak mempunyai banyak sisi gelap yang belum terungkap. BUK! “Ngikkkkk..” Sebuah batu seukuran kepalan tangan manusia dilemparkan ke tubuh kuda yang ditunggangi oleh Orestes, menyebabkan kuda berwarna putih itu langsung menaikkan kedua kaki depannya ke atas udara dan bergerak gelisah. Bila saja Orestes tidak dengan cekatan menahan tali kekang kuda, dia mungkin sudah terlempar jatuh dari atas kudanya. “Siapa yang melakukan itu!?” Teriak seorang pria yang senantiasa berada disamping Orestes dengan marah. Pria bersurai hitam itu lantas turun dari atas kudanya dan memandang kerumunan penduduk dengan kedua mata yang memerah. “Athian Emrys.” Bisik Helcia lirih. Dia merupakan Letnan sekaligus tangan kanan dari Orestes. Dirinya telah mengabdi kepada Orestes Obelix sejak mereka berdua masih sangat belia hingga kini. Athian bukanlah seseorang yang tak memiliki emosi seperti Orestes, dia malah cenderung mempunyai sifat yang temperamental. Dan amarahnya akan selalu memuncak saat Athian melihat adanya seseorang yang dengan berani mencelakai atau merendahkan harga diri Orestes di depan matanya. “Aku akan mengulanginya sekali lagi. Siapa yang dengan berani melempar kuda Tuan Orestes dengan batu?!” Seru Athian. Tidak ada satupun penduduk yang berani mengangkat kepala mereka untuk menatap rombongan prajurit yang mulai bergerak gusar usai Athian melancarkan amarah. Keluarga Obelix mempunyai kekuatan yang mampu membuat kedudukan mereka hampir setara dengan Keluarga Kerajaan Hesperos. Berani menentang Obelix, sama saja seperti mengibarkan perang untuk Socrates. Dan semua pengkhianat kerajaan harus menghadapi hukuman mati. “Athian. Cukup.” Seorang pria dengan rambut terikat satu memegang pundak Athian, menahannya agar tidak menggila dihadapan penduduk Kota Canace. “Lucas. Ada seseorang yang berani menghina Tuan Orestes, bagaimana mungkin aku bisa tinggal diam?” Lucas Kristeva tersenyum kecil kepada Athian, wajahnya nampak begitu lembut dibawah pancaran sinar matahari, akan tetapi sorot mata Lucas sangat tajam hingga membuat Athian tidak berani bertindak lebih jauh. Bila Athian merupakan tangan kanan dari Orestes, maka Lucas adalah tangan kiri Orestes. “Saya minta maaf atas sikap Letnan Athian Emrys yang kurang bermatabat. Namun, kami juga tidak bisa membiarkan seseorang bersikap kurang ajar kepada Tuan Orestes. Mohon kerja samanya untuk tetap berada di tempat kalian.” Perintah Lucas dengan cepat. Dia memang bukanlah tipe pria yang menyukai kekerasan, tapi hal seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan secara baik – baik. Helcia memundurkan dirinya ke antara kerumunan penduduk seraya menarik tudung mantel agar wajahnya tertutupi dengan baik. Dia hanya mempunyai waktu satu jam untuk berjalan – jalan di luar. Tapi, malah harus terjebak dalam situasi yang menyulitkan seperti ini. Para prajurit Obelix itu pasti tidak akan membiarkan siapapun pergi sebelum b*****h yang melempar batu ke arah Orestes tertangkap. “Sialan. Seharusnya aku tidak kabur hari ini.” Ujar Helcia pelan. Para penduduk berdiam diri dengan gusar, mereka tanpa henti mengucurkan keringat dingin. Seluruh penduduk Kota Canace memang mengagumi Orestes. Tapi, rumor tentang Orestes yang telah membunuh banyak manusia dengan brutal tentu membuat mereka sangat takut hingga melupakan sorakan kebahagiaan mereka sebelum ini. “Tuan dan Nyonya, kalian tidak perlu takut. Kami tentu tak akan menyakiti orang yang tidak bersalah.” Kata Lucas dengan senyuman di wajahnya. “Tuan, saya sungguh tidak melakukan apapun. Tolong jangan sakiti saya dan keluarga saya.” “Tuan Orestes, itu bukan saya.” “Saya juga bukan!” Teriakan kata ‘Bukan’ berderu keras bagai ombak yang menghantam batu karang. Bila mereka masih menatap Orestes dengan pandangan penuh ketakutan seperti itu, maka sorakan pujian mereka pasti hanyalah sebuah kepalsuan belaka. Helcia menghela nafas pendek, dia memperhatikan lingkungan di sekitarnya dengan seksama. Bila ingin menangkap pelaku pelemparan batu, mereka hanya perlu menemukan posisi akurat si pelaku. Bongkahan batu sebelumnya mengenai bagian bawah kaki depan kuda. Sehingga Helcia bisa membuat asumsi bahwa pelaku berada agak jauh dari kuda Orestes. Helcia mengangkat dua jarinya ke udara, “Tidak ada angin yang berhembus kencang.” Dia menutup kedua matanya sejenak, berefleksikan reka ulang kejadian didalam pikirannya. Jika batu yang dilempar itu berada jauh dari kuda Orestes, maka si pelaku melemparnya di balik kerumunan manusia. Batu tersebut mengenai kaki bagian bawah kuda, bahkan cenderung hampir mengenai tanah. Itu artinya batu telah melambung begitu tinggi, sehingga jarak jatuhnya menjadi rendah. Tinggi rata – rata penduduk Canace adalah sekitar seratus tujuh puluh hingga seratus delapan puluh sentimeter. Batu pastinya melambung lebih tinggi dari kepala penduduk, mungkin jarak lemparan tertingginya sekitar dua meter. Beberapa saat kemudian Helcia membuka mata, dia melangkahkan kakinya menuju tempat yang sudah ia kalkulasi sedemikian rupa. Jika perhitungannya tepat, maka satu – satunya tempat tercocok untuk melempar batu ke arah Orestes adalah di bagian tengah kerumunan. Tepatnya berjarak lurus enam meter dari tempat Orestes. “Disini.” Helcia melihat ke bawah tanah, memperhatikan bekas cekungan pada tanah yang menjadi tanda bahwa ada seseorang yang mengambil batu yang menempel di permukaan tanah. Tanpa Helcia sadari, kerumunan manusia yang sebelumnya berdiri di sekeliling mulai menjauh dari tempat Helcia. Kedua mata mereka memancarkan ketakutan yang begitu ketara hingga tidak ingin menatap Helcia. Dari permukaan tanah, Helcia bisa melihat adanya bayangan yang mendekat dari depan. Bayangan itu terlihat memiliki bahu yang tegap, seolah tengah memikul beban yang begitu tinggi di atas bahunya. “Apa kamu yang melemparnya?” Suara barritone rendah terdengar. Jantung Helcia berdetak dua kali lebih cepat, dia memang tidak pernah mendengar suara dari tokoh didalam bukunya. Namun, hanya satu orang yang mempunyai suara dengan nada sedingin itu. Helcia menengadahkan wajahnya, kedua manik ruby bertukar pandangan dengan manik emerald dan sapphire. Dengan spontan, Helcia mundur beberapa langkah. “Saya menghitung jarak lemparan batu, dan orang itu harusnya berdiri tepat di tempat anda.” Kata Orestes. Sial. Helcia nampaknya telah berbuat kesalahan. ••••• To Be Continued 2 Januari 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD