“Apa yang membuat kamu menjadikan salah satu kota terpadat di dunia menjadi impian?” tanya Fairel mencondongkan tubuhnya menatap Parveen penuh. Parveen menipiskan bibirnya sembari menatap ke arah atas. Seakan gadis itu tengah menerawang jauh pada ingatannya. “Sebuah impinan mungkin tidak akan bisa dikatakan sebagai impian kalau tidak memiliki alasan, jadi saya akan memilih salah satu alasan kuat yang menjadikan motivasi sampai hari ini. Saat ayah saya masih hidup, beliau benar-benar pekerja keras yang tidak mengenal lelah. Bahkan beliau sama sekali tidak merasa terbebani saat saya dan adik saya meminta banyak barang dengan harga cukup mahal,” ungkap Parveen mengembuskan napasnya singkat. “Hari itu, ayah saya kebetulan sekali baru kembali dari Shanghai membawa sepasang pajangan boneka sa