TKOW 09

1770 Words
Pukul 04:13 pagi, Jasmine sedang melakukan kegiatan rutinnya yang masih akan dia lakukan selama 28 hari lagi. Apalagi, selain mencuci mobil pria yang sudah membuat hidupnya sial dan selalu membuat Jasmine merasakan emosi tingkat tinggi. Jasmine baru selesai menyiram mobil Peter yang sudah dia sabun dan kini mobil itu sudah bersih. Dia terburu-buru menyelesaikannya karena pagi ini, dia akan mulai bekerja. walaupun dia tidak melihat Peter di rumahnya, tapi Jasmine tetap akan bertemu dan melihat wajah pria yang menurutnya menyebalkan itu seharian penuh di tempat barunya bekerja. "kyaaakkkkk!" Jasmine berteriak keras saat membalikkan tubuhnya dan melihat Peter sudah berdiri di belakangnya, lengkap dengan memakai hoodie’nya. Jasmine shock. Peter tiba-tiba saja berada di belakangnya. "Dasar hantu jadi-jadian! Kau ingin membuatku mati serangan jantung, huh?" teriak Jasmine sambil menatapnya kesal, "sudah menyuruhku mencuci mobilmu, sekarang kau ingin membuatku mati di sini, dasar menyebalkan!" lanjutnya sambil menarik selang itu ke tempat asalnya. Peter hanya diam sambil menatapnya tajam tangannya berada di dalam kantong jaketnya. dan Jasmine memutar bola matanya asal melihat kebisuan Peter yang sudah menjadi ciri khasnya. Jasmine menghampiri Peter setelah mengambil jaketnya di atas meja. "28 hari lagi!" ucapnya sambil memberikan note dan pergi dari sana. Peter tetap diam dengan ekspresi datarnya dan melirik Jasmine yang berlalu dari hadapannya kilas. "Benar-benar gadis aneh.” Katanya pelan kemudian mengambil sepedanya dan berkeliling area perumahan itu, berlawanan arah dengan Jasmine. **** Jasmine melangkah memasuki kantor, dia tidak mau telat di hari pertamanya bekerja. selain ini hari pertama dia bekerja, Jasmine masih harus mempersiapkan penampilannya agar Peter tidak mengenalinya. Tadi malam Kanya sudah menghubungi dan memberitahunya jika seragam sekretarisnya sudah tersedia di ruang ganti. Jasmine pun keruang ganti dan mulai me make’over penampilannya. "Nahh ... Jasmine. Sekarang pria gila itu tidak akan mengenalimu lagi!" ucapnya sambil terkikik saat melihat pantulan dirinya di cermin. Jasmine memakai wig rambut lurus pendek sebahu, dengan belahan di tengahnya. Wig berwarna hitam yang dia ikat rendah ke belakang, kontras dengan rambut aslinya yang coklat kepirangan. Jasmine mendapatkan wig itu dari Anna. Dan Anna yang sangat penasaran untuk apa Jasmine memintanya, hanya tersungut kesal karena Jasmine tidak memberitahunya. Tak lupa Jasmine memberikan tahi lalat besar di pinggir hidung sampingnya dan kaca mata bulat kecil yang menggantung diwajahnya. “Ya ampun Jasmine. Kau sangat menggelikan!" Jasmine terkikik sambil menyentuh kacamatanya. Jasmine mengambil seragamnya dan memakainya. Sedikit risih karena seragam itu agak terlalu menampakkan lekuk tubuhnya yang selalu dia sembunyikan selama ini. "Okay Jasmine. Let's go!" Jasmine keluar dari ruang ganti itu dan menghampiri meja resepsionis yang sudah terisi. "Kau siapa?” tanya resepsionis yang tak lain adalah Kanya pun bingung. Sedangkan Jasmine hanya tersenyum. "Panggil aku Rose,.” ucap Jasmine sambil mencondongkan sedikit tubuhnya. "Sebenarnya aku Jasmine, wanita kemarin yang mendaftar menjadi sekretaris," ucap Jasmine setengah berbisik dan resepsionis itu tersenyum geli. "Kau sangat berubah, nona. Aku sampai tidak mengenalimu!" ucapnya sambil menggeleng lalu mengamit tangan Jasmine dan membawanya keruangan atasannya. "Apa tuan sombong itu sudah datang?" tanya Jasmine mengikuti langkah resepsionis bernama Kanya itu. "Huss ... jangan keras-keras, nona! Kau akan menerima kemarahannya dihari pertamamu bekerja, jika kau tidak bisa mengontrol ucapanmu itu!" ucap Kanya sambil mendelik pada Jasmine. "ya dia sedang menunggumu diruangannya!" lanjut Kanya dan Jasmine mengangguk. Mereka berdiri didepan pintu ruangan Peter yang tidak bisa di ketuk itu. Untuk izin masuk, seseorang harus mengucapkan izinnya, dan pintu akan terbuka jika penghuni di dalam mengizinkannya. "Tuan, saya membawa sekretaris Anda," ucap Kanya dan pintu itu pun terbuka. "Semoga berhasil!" ucap Kanya lalu meninggalkan Jasmine yang berusaha mati-matian menahan kegugupannya. Jasmine melirik sekilas pria yang menjadi kesialannya itu. Pria itu sedang menatapnya tajam dan dalam Jasmine semakin dibuat kikuk oleh tatapan menakutkan Peter. "Siapa namamu?" ucap Peter sambil beranjak dan mendekat ke arah Jasmine. “Kenapa auranya sangat berbeda? Dan suara dinginnya semakin menakutkan saja!" batin Jasmine hingga tidak menyadari Peter sudah berdiri di depannya. "Bagaimana kau akan jadi sekretarisku? Jika menjawab siapa namamu saja, kau sangat lamban! " Jasmine tersentak dari lamunannya mendengar ucapan Peter yang sudah berada di depannya. "Saya, Rose, Tuan....” ucap Jasmine sambil menahan kegugupannya. Peter mengernyit, nama wanita di depannya sama dengan ibunya. "Rose?" tanya Peter dan Jasmine mengangguk. "Ya ... Rose ... mmhh ... lebih tepatnya Rose White," jawabnya mantap dan Peter hanya mengeryit. "Aduhh, Jasmine, nama konyol apa lagi itu? Kontrol dirimu, Jasmine jangan sampai pria gila ini mengenalimu.” pikir Jasmine sambil mencubit telapak tangannya sendiri. "Baiklah, nona White kembali keruanganmu dan ingat satu hal. Aku benci kata ‘terlambat’ dalam hal apa pun!" ucap Peter berbalik kembali kemejanya. "Dasar pria belagu," gumam Jasmine. "Apa yang kau katakan?" ucapan Peter, membuat J asmine gelagapan sambil menggeleng pelan. "Tidak ada, tuan...." Jasmine menggantung kalimatnya, dia tidak tahu siapa nama pria gila yang menjadi atasannya itu. "Peter ... namaku, Peter!" jawab Peter dengan tajam. Jasmine menelan salivanya kasar. “ada berapa Peter di dunia ini?” batin Jasmine "Saya permisi tuan Peter!" ucap Jasmine kemudian melangkah keluar dari ruangan Peter menuju ruangannya. Keringatnya nampak dikeningnya dan Jasmine mengembuskan napas lelah. "Baru beberapa menit saja, pria itu sudah membuatku kalang kabut. Bagaimana jika satu bulan? Akhh, sabar Jasmine, sabar. kau pasti bisa!” batinnya lagi kemudian mengutak-atik komputer di depannya. Tugasnya adalah menyusun kegiatan atasannya itu. **** Jasmine mengembuskan napasnya pelan. Hari ini, pekerjaannya sangat menumpuk. selain harus menyusun jadwal, atasannya itu memintanya untuk merekap ulang beberapa berkas. Beruntung otaknya di atas rata-rata. Jika tidak, tentu Jasmine akan disembur habis-habisan. Selain Peter yang irit bicara, auranya juga membuat Jasmine harus mengambil sikap dengan matang. Jika salah sedikit saja, tidak perlu menegur dengan ucapan dinginnya, tatapan tajam matanya saja sudah membuat Jasmine berasa ditenggelamkan kelautan. "Jasmine ... kenapa kau sangat lelah begitu, sayang.? Apa tugas kuliahmu sangat banyak?" tanya Kathe yang sedang memasukkan botol s**u ke dalam keranjang. "Emm ... iya ibu. Pria gila itu membuatku pusing!" ucap Jasmine sambil memeijat keningnya tidak sadar dengan yang di ucapkannya barusan membuat Kathe menggeleng tidak suka. "Jasmine, jangan pernah sebut gurumu pria gila itu tidak sopan!" ucap Kathe dengan tegas dan Jasmine baru menyadari kesalahan ucapannya. "Engghh ... maaf ... habisnya dia memberiku tugas sangat banyak," ucap Jasmine sambil tersenyum dan Kathe hanya mengangguk. "huff ... hampir saja kau ketahuan Jasmine,” batin Jasmine sambil mengetuk kepalanya. "Sayang kapan pementasan teater mu?" tanya Kathe dengan semangat. Selama ini Kathe selalu menonton pementasan teater Jasmine. Kathe sangat bangga melihat Jasmine bersinar dengan tariannya di atas panggung. "17 hari lagi ibu, pementasannya di majukan dan Anna akan menjemput ibu,” ucap Jasmine dan Kathe mengangguk senang. Jasmine tersenyum melihat kebahagiaan terpancar di wajah ibunya. "Ibu ... tunggulah beberapa bulan lagi! aku akan membuat ibu bahagia dan hidup lebih layak tanpa harus bekerja susah payah banting tulang untuk kehidupan kita lagi,” batin Jasmine dalam hati kemudian memeluk Kathe dalam pelukannya. Sedangkan Anna sedang bersiap-siap, malam ini seorang temannya sedang mengadakan party di sebuah klub. Anna mengambil ponselnya dan pamit pada Merry dan juga Axel. "Jangan malam-malam pulang Anna ... atau ayah akan menjemput dan menyeretmu!" ucap Axel dengan tegas dan Anna hanya mengangguk mengiakan. "Ya, ayah ... aku pergi,” ucap Anna dan pergi dari hadapan mereka. Beberapa menit kemudian, Anna sampai di sebuah klub. Klub itu sudah ramai dan Anna segera masuk mencari keberadaan teman-temannya. "Anna ... kemarilah!” teriak seorang wanita sebayanya dan Anna segera menuju meja itu. "Kalian sudah lama?” tanya Anna sambil meletakkan tasnya "Tidak! Mungkin beberapa menit yang lalu,” ucap teman-temannya dan Anna hanya menjawab dengan senyuman. Mereka duduk sambil bercerita dan sesekali menyesap minumannya. Anna selalu menjaga kadar alkohol yang diminumnya. Anna tidak mau mabuk berat atau Axel akan kembali mengurungnya seperti beberapa minggu yang lalu, saat mendapatinya mabuk. "Anna ... Aku jenuh, bagaimana jika kita menari?” ucap seorang temannya, menarik Anna ke tengah. dan mereka mulai menari sambil tertawa. Seorang pria masuk ke dalam klub dengan langkah angkuhnya. Pria itu sudah populer dikalangan wanita. Bahkan wanita pun sengaja mendekat untuk menggodanya. Luxander Michaell, pria tampan juga berkuasa dikota Paris. dan sudah menjadi kebiasaannya, setiap malam keluar masuk klub. Luke mengedarkan pandangannya, banyak wanita yang menatapnya menggoda. tapi, Luke sama sekali tak tertarik. Lalu pandangannya terpaku pada seorang wanita yang sedang menari sambil tertawa. Semua orang juga tahu, siapa wanita yang sedang menari bersama teman-temannya itu. Luke mendekat, putri dari saingannya sedang asyik menari di depannya. "Hai!" sapaannya membuat mereka berhenti dan menatap Luke dengan berbinar-binar, sedangkan Anna hanya menatapnya biasa. "Boleh aku ikut bergabung?" ucap Luke dan teman-teman Anna mengangguk senang. suatu kehormatan bagi mereka, jika putra penguasa itu, mau bergabung bersama mereka. “Bagaimana denganmu, nona Anastasia Thomas bolehkah aku ikut bergabung?" tanya Luke sambil menatap Anna dengan sorotan matanya yang tajam. "Terserah padamu tuan Luxander Michaell ini klub milikmu, bukan?" jawab Anna kemudian berbalik dan duduk di mejanya. Luke menyeringai dan memesan sebotol minuman lalu ikut duduk bersama Anna."Maukah kau bersulang dengaku Anna?" Luke menyodorkan segelas minuman dan Anna menerimanya walaupun dengan raut wajah terpaksa. "Cheerss!" Bunyi denting dua gelas yang beradu, membuat Luke dan Anna menyesap minumannya masing-masing. Anna terlihat mulai mabuk, dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Dia tidak tahu, jika minuman yang Luke berikan ternyata mengandung kadar alkohol yang tinggi. Luke menarik tangan Anna, dan mengajaknya menari bersamanya. Anna yang sudah dalam pengaruh alkohol mulai menari sensual dan tertawa tidak jelas. Bahkan Anna diam saja, saat Luke mencumbui bibirnya setelah merapatkan tubuh Anna ketembok disampingnya. Kedua manusia itu, tidak perduli keadaan sekitarnya ditengah keremangan lampu klub, mereka asik berpangutan liar. "Oughh ... Luke!" desah Anna, saat Luke mencumbu dan menjilati telinga hingga lehernya. Anna merasa melayang, Luke sangat pandai menggoda lawan mainnya. "Ya Anna. Desahkan namaku baby dan sebentar lagi akan kubuat kau menjerit nikmat!" ucap Luke disela cumbuannya. Luke menggangkat tubuh anna dan menggendongnya seperti koala, lalu kembali mengimpit tubuh Anna ketembok. sedangkan bibir mereka kembali memangut mesra. Bugh!  Keadaan di sana menjadi tegang dan mencekam. Saat tiba-tiba seseorang menarik Luke dan memukulnya tepat di rahangnya hingga Luke tersungkur dan Anna jatuh ke lantai dengan tampilan yang sudah acak-acakan. "Jangan pernah menyentuhnya!" Kata-kata dingin itu menggema di kub. Luke menoleh ke asal suara dan bangkit dari posisi tersungkurnya. Melihat pria yang pernah dipermalukannya berdiri menjulang di hadapannya. "Ahh ... Rupanya kau lagi, pria pecundang!" ucap Luke dengan sinis sambil mengusap bekas pukulan Peter tadi. "Dasar pria b******k! Kau membuat seorang wanita mabuk hanya untuk bisa kau sentuh, huh!?” ucapnya dengan tenang. “memalukan!” Setelah mengucapkan itu, Peter menarik tangan Anna yang terkulai lemas di lantai. Luke yang tidak terima karena Peter berani memukulnya. Menarik bahu Peter, tapi sebelum pukulannya mengenai Peter. Peter sudah lebih dulu memukul Luke tepat di perutnya hingga Luke mundur dan meringis kesakitan. "Jangan coba-coba menyentuhku. Kau bukan lawanku!" ucapan Peter terdengar angkuh dan sangat tajam hingga para pengunjung di sana, tidak ada yang berani membantu Luke. Luke semakin marah, saat dirinya harus mendapatkan pukulan dua kali dari pria yang bahkan dia permalukan di perusahaanya dulu. dan kini, Peter juga mempermalukannya di depan semua orang dengan memukulnya dan mengatakan jika dia bukan lawannya. Peter pun membawa tubuh lemah Anna keluar dari klub. "Tunggu saja tanggal mainnya pecundang. Aku akan mengalahkanmu!" teriak Luke. tapi Peter tak perduli, dia tetap membawa Anna dan masuk ke dalam mobilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD