TKOW 07

1671 Words
Langkah tegap dua orang pria membuat semua karyawan itu menunduk hormat juga bertanya-tanya. Kira-kira siapa gerangan yang sedang berjalan beriringan dengan tuan pemilik perusahan tempat mereka bekerja tersebut? "Robert kumpulkan mereka semua di aula, aku ingin mengumumkan sesuatu," ucap Axel pada Robert, pria yang bekerja padanya sejak 20 tahun itu. Robert hanya mengangguk, kemudian Axel membawa Peter ke aula besar di kantornya. Axel dan Peter duduk di kursi kebesaran pemimpin perusahaan. Tak lama kemudian semua karyawannya sudah berkumpul di aula itu. Axel bangkit dari duduknya dan menatap tajam ke depan. "Aku ingin mengenalkan seseorang pada kalian. Dia—Peter Scott, mulai hari ini dia yang akan menggantikan posisiku di sini. jadi kuharap kalian memperlakukan layaknya pemimpin!" tegas dan singkat. Itulah kesan yang selalu Axel gunakan di setiap ada rapat dengan karyawannya. Hingga Axel sangat dihormati dan tidak ada yang berani membangkangnya. “Peter, Perkenalkan dirimu!" ucap Axel, kemudian Peter ikut bangun dari kursi kebesarannya. "Aku, PETER SCOOTT! Aku akan memimpin perusahaan mulai hari ini, kuharap kita bisa saling membantu dan satu hal yang perlu kalian tahu, aku tidak suka kata-kata ‘ TERLAMBAT’ untuk semua hal. Apapun it,” ucapnya dengan tegas. Bukan hanya karyawan yang terperangah mendengar ucapan Peter yang dingin dan berkesan sangat berwibawa. Axel pun ikut menatap Peter dalam. Bukan hanya ucapannya saja, aura Peter mulai nampak dan sangat berbeda dengan Peter yang disambutnya tadi pagi. "Kenapa aku merasa, Peter bukan pria sembarangan?" pikir Axel. "Kalian boleh pergi!" perintah Axel dan di ruangan itu pun tinggal mereka berdua. "Peter, Aku masih penasaran bagaimana kau menyelamatkanku tadi malam!" ucap Axel sambil mengajak Peter ke ruangan yang akan menjadi miliknya. Peter hanya tersenyum tipis sambil melirik axel. "Tidak penting paman yang penting kau selamat,” jawabnya. Sampailah mereka di ruangan Peter "Peter ini ruanganmu ... mulai hari ini, aku amanatkan perusahaan ini padamu!" Axel menepuk pelan bahu Peter dan Peter mengangguk. "Tentu paman, ku pastikan perusahaanmu akan lebih maju dari sebelumnya!" ucap Peter dengan nada tegas dan dinginnya. Axel hanya mengangguk tersenyum tipis, ucapan Peter seakan mengandung maksud sesuatu. "Baiklah Peter. Aku ada urusan lain. Selamat bekerja, Son!" Axel pun keluar dari ruangan Peter Peter memutar tubuhnya dan duduk di kursi kebesarannya. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan tersenyum tipis. "Bersiaplah Peter. Petualanganmu sudah dimulai!" gumamnya kemudian mengutak-atik laptop di depannya. **** Satu persatu tas para mahasiswa di kelas itu mulai digeledah. Saat ini tas Anna yang digeledah dan sebentar lagi milik Jasmine. "Jasmine, kemarikan tasmu!" ucap dosen itu dan Jasmine tanpa ragu memberikannya. Semua isi tasnya dikeluarkan dan Jasmine menatapnya acuh. Untuk apa dia khawatir, dia tak tahu menahu dengan barang yang hilang itu. Jangankan mencuri, membayangkannya saja sudah membuat Jasmine bergidik. "Jasmine, apa ini?" Dosen itu memperlihatkan barang yang dicarinya berada di tas Jasmine. Jasmine membulatkan matanya, begitu pun seisi kelas itu menjadi riuh karena barang itu ditemukan di tas Jasmine. Jasmine menatap tak percaya, bagaimana barang itu bisa berada di tasnya? "Jasmine, kenapa barang ini berada ditasmu?" ucap Dosen itu, membuat Anna juga menatapnya penuh tanya. Jasmine menggelengkan kepalanya kuat "Saya tidak tahu, Mr! Sungguh saya tidak mencurinya. Pasti seseorang menaruhnya ke dalam tas saya!" ucap Jasmine membela dirinya. "Alahh, alasan! jangan mengelak!" "Dasar wanita miskin! Selain pengantar s**u ternyata dia juga pencuri." "Hahaha ... sangat memalukan!" "Apa dia kekurangan uang, sampai-sampai harus melakukan perbuatan memalukan itu?" "Pasti dia akan di skorsing!" "Dan mungkin juga beasiswanya akan dicabut!" "Kasihan sekali dia!" "Mungkin ibunya yang mengajarinya berbuat hal memalukan itu!" Suara riuh bersahutan itu, membuat Jasmine tak bisa menahan amarahnya lagi. Apalagi saat ada yang membawa nama ibunya. “Jangan menghina ibuku! Aku tidak pernah mencuri dan ibuku tidak pernah mengajarkannya!" teriak Jasmine dengan air mata yang menumpuk di matanya. "Jasmine, kau tidak boleh lemah, kau tidak salah. Kenapa kau harus menangis? Kau tidak bersalah..." ucapnya menguatkan dirinya sendiri. "Diam!!!" Suara keras Dosen itu mampu membungkam suasana riuh di kelas itu. "Jasmine kau ikut ke ruangan ku!" ucap Dosen itu dan berbalik pergi. Jasmine menatap Anna dan Anna mengangguk percaya padanya "Aku mempercayaimu Jasmine. Kau tidak mungkin melakukannya!" ucap Anna sebelum Jasmine melangkah meninggalkan kelasnya itu. **** Jasmine berjalan lemah, saat ini dia sedang berada di jalan sambil sesekali menendang krikil di depannya. Easanya dia tidak punya semangat lagi, semuanya berantakan begitu saja. Apa yang di jaganya, sudah hilang dan kini dia harus berjuang lebih keras dari awal. "Ini bukan kesalahanku, lalu kenapa aku yang harus dihukum dan terkena imbasnya? Bagaimana aku akan menceritakan semua ini pada ibu? Ibu pasti sangat sedih," ucap Jasmine sambil terus melangkah dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya sejak tadi. "Jasmine kau terbukti bersalah. Karena barang ini berada di tasmu. Oleh karena itu, kami sepakat mencabut beasiswamu dan menskorsing mu selama 1 bulan penuh!" ucapan dosen tadi terus terngiang di otaknya. “Bagaimana aku akan membayar uang kuliahku? Untuk makan sehari-hari saja rasanya sangat susah. Hah ... kenapa harus aku yang di kambing hitamkan? aku tidak tahu siapa yang sudah menaruh barang itu," ucapnya lagi sesekali menyeka air matanya. "Kenapa hari ini, sangat sial? Semuanya datang bertubi-tubi. Tertangkap oleh pria gila itu, beasiswaku dicabut, kemudian di skorsing selama 1 bulan. lalu siapa juga yang sudah tega merusak satu-satunya sepeda milikku? Hiks ... hiks ... apa yang harus kukatakan pada ibu?" Jasmine menangis terisak dan menjatuhkan tubuhnya di bangku taman. Dia belum siap pulang dan menjawab pertanyaan ibunya sekarang dia benar-benar bingung harus bagaimana. Tepukan di bahunya, membuat Jasmine mengangkat wajahnya dan seorang wanita sekitar 42 tahun duduk disampingnya. "Kenapa menangis, sayang?" tanya wanita itu dengan lembut. Jasmine mengerjapkan matanya mengusap sisa air matanya kemudian tersenyum lembut. "Bibi, Apa yang kau lakukan disini?" tanya Jasmine saat melihat Merry, ibu Anna yang duduk disampingnya. Merry mengusap lembut rambut Jasmine. Mereka kenal dekat karena Jasmine adalah sahabat dekat Anna - putrinya. "Bibi sedang berbelanja dan tak sengaja melihatmu!" jawab Merry,"apa kau punya masalah Jasmine?" tanya Merry dan Jasmine menggeleng pelan. "Tidak ada, Bibi. Aku baik-baik saja!" ucapnya sambil tersenyum. tetapi Merry tahu, Jasmine membohonginya. "Jangan bohong Jasmine. Aku tahu kau sedang punya masalah. Katakan padaku sayang, siapa tahu aku bisa membantumu.” Merry menarik Jasmine kedalam pelukannya. Saat melihat mata Jasmine yang kembali berkaca-kaca. "Tidak, Bibi. Sungguh aku baik-baik saja." Sifat Jasmine yang tidak mau orang lain tahu kesedihannya, membuat Merry salut pada wanita muda yang dia peluk itu. "Baiklah jika kau tidak mau bercerita. Pergilah ke kantor ini jika kau memang membutuhkan pekerjaan. Katakan aku yang menyuruhmu dan aku akan tutup mulut dari Anna," ucap Merry sambil memberikan alamat kantor milik suaminya Axel. Dia tahu, Jasmine pasti sedang membutuhkan pekerjaan mengingat betapa sulitnya kondisi ekonomi Jasmine dan ibunya. Jasmine mengangguk "Terima kasih banyak Bibi ..." ucapnya. "Sama-sama, sayang. Bibi harus pergi!" Merry mengusap puncak kepala Jasmine dengan sayang, kemudian pergi. Jasmine melambaikan tangannya pada Merry yang sudah masuk ke dalam mobil. "Jasmine ... kau harus jadi wanita kuat untuk ibumu ... jangan menangis Jasmine. Semuanya belum berakhir!" bisiknya sambil mengepalkan tangannya dan menyemangati dirinya sendiri lalu meninggalkan taman itu. **** Kathe sedang duduk di teras rumah sambil menjahit bajunya, sesekali dia melirik jam."sebentar lagi Jasmine pulang," ucapnya berbinar-binar. "Ibuuuuuu....!" Kathe mendongak dan ikut tersenyum melihat senyuman cerah di wajah Jasmine. "Cuppp... bagaimana kuliahmu, sayang..?" tanya Kathe setelah mencium pipi Jasmine. Jasmine memaksa tersenyum, walaupun hatinya sangat pedih. Dia tidak pernah berbohong pada ibunya dan kali ini, dia harus membohongi ibunya. melihat wajah bahagia ibunya, Jasmine tidak mungkin membuang kebahagiaan itu dan membuat ibunya sedih. Jasmine menggelengkan kepalanya."Semuanya baik-baik saja ibu!" ucapnya dengan yakin. Jasmine melangkah memasuki rumah, dia ingin menghindar dari ibunya. Jasmine merasa sangat bersalah harus membohongi ibunya lagi. "Jasmine!" "Iya ... I-ibu ..." jawabnya terbata-bata, Jasmine sangat gugup. dia takut ibunya curiga. "Mana sepedamu, sayang?" Nahh akhirnya pertanyaan yang menjadi kecemasannya muncul juga. Jasmine gelagapan, tapi dia mencoba mengontrol ekspresi wajahnya agar ibunya tidak curiga. "I-itu ... emm ... i-i-ituu ... sudah— sedang di bengkel ibu," ucapnya cepat memotong perkataanya yang hampir saja jujur pada ibunya "Ohh begitu ... ya sudah, sana cepatlah makan. Ibu juga sudah makan tadi!" ucap Kathe dan Jasmine mendesah lega. Ibunya percaya dan selama satu bulan ini, dirinya harus bisa meyakinkan ibunya jika semuanya baik-baik saja. Jasmine melangkah memasuki kamarnya lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang usang. "Jasmine, besok kau harus mencari pekerjaan untuk membayar kuliah dan membuat ibumu tidak curiga jika kau di skorsing..." katanya kemudian memejamkan mata. Jasmine sangat lelah, selain harus berjalan kaki untuk mengantarkan s**u, besok pekerjaannya sudah bertambah. Dering ponselnya membuat jasmine kembali membuka mata."Ya Anna?" ucapnya dan terdengar isakan kecil di seberang sana. "Jangan menangis gadis nakal. aku baik-baik saja, aku hanya di skors. bukan di keluarkan. Satu bulan lagi, kau bisa mencontek tugas dari catatanku ..." Jasmine sengaja membuat lelucon agar sahabatnya itu berhenti menangis. "Kau jahat Jasmine bukan itu yang aku maksud. Kenapa kau tidak meyakinkan mereka jika kau tidak salah!" sungut anna dengan suara seraknya. "Sudahlah Anna. Gadis miskin sepertiku tidak bisa membeli kebenaran! aku tidak bisa melakukan apa-apa,” ucap Jasmine sambil tersenyum pahit, ingin rasanya dia menumpahkan segala kesedihannya, tapi, bagaimana jika ibunya dengar? Jasmine merasa sangat sesak sekarang. "Aku akan membantu membayar biaya kuliahmu Jasmine. Aku akan mengadukan pada Daddy ku, jika kau di fitnah. biar Daddy yang mengatasi semua ini!" ucap Anna dengan nada kesalnya. "Kau menganggapku lemah jika kau melakukan itu Anna!" ucap Jasmine dan terdengar helaan napas di seberang sana. "Kau sangat keras kepala. Lalu apa yang harus kulakukan untukmu?" tanya Anna dan jasmine tertawa pelan. "Belajarlah yang rajin selama aku tidak ada, kerjakan tugasmu sendiri ... okay ..." "Kau sangat menyebalkan!” jawab Anna dan Jasmine tertawa keras. "Kau sahabat terbaikku Anna," ucap Jasmine. Anna memang selalu ada untuknya. “Ya! Dan kau, Wonder woman ku!" Kedua wanita itu kembali terkikik geli. sambungan itupun mati dan Jasmine kembali menangis, menyembunyikan isakannya yang dia tahan dari tadi. Dia tidak mau Anna bersimpati padanya. Dia wanita kuat dan dia bisa melewati semua ini dengan mudah. "Jasmine, semuanya akan baik-baik saja okay. Mungkin kau bisa bekerja di perusahaan ayah Anna, dan itu solusi satu-satunya. Kau harus ke sana besok pagi," ucapnya kemudian terlelap bersama dunia mimpinya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD