Part 20

2198 Words
Luna dan Leo seperti tidak ada lelahnya terus berlari. Dengan Leo yang memimpin di depan, dan Luna yang mengejarnya di belakang. Keduanya terus berlari, dan sama - sama berhenti saat salah satu di antara mereka berhenti karena capek, atau hanya sekedar untuk mengendalikan deru napas yang tak teratur. Membuat Ana, Clarissa, dan juga Rayhan terus mengikuti mereka dari belakang dengan berbagai kondisi dan ekspresi. Luna dan Leo layaknya sebuah pentas hiburan bagi ketiganya. Yang terkadang membuat Ana, Clarissa, dan juga Rayhan tertawa bersama karena tingkah lucu mereka. Terkadang terlihat gemas karena aksi mereka. Dan terkadang kesal dan ingin marah karena sudah mulai capek, sedangkan Luna dan Leo masih terlihat bersemangat dalam berlari. Bukan apa. Sebanarnya bisa saja Ana, Clarissa, dan juga Rayhan menghentikkan langkah mereka untuk tak lagi mengejar Luna dan Leo. Tapi dikarenakan mereka takut, Luna akan benar - benar menjalankan aksinya untuk membuat Leo menjadi babak belur, dengan amat sangat terpaksa ketiganya harus terus memantau aksi Luna dan Leo. Agar setidaknya mereka bertiga bisa melerai jika kejadian yang tak diinginkan itu terjadi. “Aduh, capek banget nih. Itu mereka berdua masa belum capek - capek sih?!” tanya Ana heran sesaat seteleh menghentikkan langkah berlarinya, dengan kedua tangan memegang lututnya, dan dengan deru napas yang saling berkejaran. “Iya nih. Padahal tadi bilangnya bakal nolak kalau kita mau lari sampai satu jam. Eh taunya udah lebih dari satu jam, nggak ada tanda - tandanya tuh itu orang mau berhenti,” ucap Clarissa setuju. Sama halnya dengan Ana, Clarissa pun menghentikkan langkah berlarinya. Berjongkok seraya memeluk lututnya, dan dengan deru napas yang saling berkejaran juga. “Padahal kalau menurut saya, Luna itu bisa aja lho kalo memang punya niat dan bersungguh - sungguh buat ngejar langkah larinya Leo. Pasti ke kejar!” celetuk Rayhan yang berhasil membuat Ana dan Clarissa mendongak dan menatap ke arahnya. Pikir mereka, jadi menurut Rayhan Luna tidak sungguh - sungguh dalam mengejar Leo? Yang benar saja! “Kata siapa?” tanya Ana tak terima. Yang meskipun ia menaruh hati pada Rayhan, tapi sebagai sahabat tentu saja ia tak terima sahabatnya itu dikatakan tidak bersungguh - sungguh. “Ya?” tanya Rayhan ulang. “Kata siapa Luna nggak serius? Nggak sungguh - sungguh?” ulang Ana, seraya memperjelas maksud ucapannya. “Kata saya. Kan barusan saya yang bilang,” ucap Rayhan dengan polosnya, yang berhasil membuat Clarissa yang menyimak percakapan mereka langsung terkikik pelan di tempatnya. “Ihhh! Terserah kamu deh! Tapi yang jelas, Luna itu kalau udah punya niat, dia udah pasti bakal serius dan bersungguh - sungguh dalam menjalaninya. Dan untuk kasus sekarang, ya maklum aja lah. Dia nggak secerdas, sepintar, dan secerdik kamu! Dia nggak punya ide kali. Lagian tenaga laki - laki dan tenaga perempuan itu berbeda. Jelas aja Leo susah dikejar. Dia kan laki - laki. langkahnya lebar!” “Jangan salah paham! Saya nggak ada maksud apa - apa. Saya mengerti dan paham betul, kalau tentu saja kekuatan dan tenaga Leo lebih besar dibanding Luna. Tapi sebenernya kalau Luna kepikiran buat atur strategi, saya sih yakin bakal ke kejar. Si Leo juga orangnya nggak cerdik - cerdik amat kok. Kayaknya nggak beda jauh lah sama si Luna.” Mendengar penuturan itu, Clarissa langsung membisikkan sesuatu ke arah Ana. “Aku pikir si Rayhan orangnya lurus banget. Ternyata dia bisa julid juga ya? Pake acara ngata - ngatain orang lagi. Wkwk.” Dan keduanya pun saling melempar tawa sesaat setelah Ana menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju. “Kalian berdua kenapa ketawa? Memangnya ada yang lucu?” tanya Rayhan heran. “Eh, nggak. Nggak ada yang lucu kok. Strategi? Strategi yang kamu maksud gimana emangnya? Mereka berdua udah kelamaan lari deh kayaknya. Ini udah hampir mau dua jam. Kasian kalau dibiarin terus. Sampe adzan maghrib pun bisa jadi masih terus berlanjut ini kejar - kejaran,” Kebetulan pada saat itu, kelimanya sedang sama - sama beristirahat. Namun dengan jarak yang berbeda - beda. “Yang kita perhatikan sejak tadi. Kalau Leo berhenti untuk beristirahat, Luna yang berada di belakang pun ikut beristirahat. Begitu pun sebaliknya. Kalau Luna berhenti untuk beristirahat, Leo yang berada di depan dan sesekali menoleh ke arah belakang, juga ikut beristirahat. Dengan alasan keduanya sama - sama capek, biar adil ya sama - sama istirahat, terus sama - sama lari. Kita juga yang di belakang mereka juga ikut begitu kan? Mereka lari, kita lari. Mereka istirahat, kita juga istirahat. Coba aja kalau si Luna main cerdik. Di saat si Leo memilih untuk berhenti, Luna pun ikut berhenti seperti biasa. Tujuannya agar si Leo nggak curiga dan nggak terlalu waspada. Tapi pada saat si Leo sedang lengah, misalnya dia sedang mengontrol napasnya, sedang minum, atau yang lainnya, si Luna ngejar dia diem - diem dari belakang. Kan udah pasti ketangkep tuh. Orang jarak mereka nggak begitu jauh.” Rayhan menjelaskan strategi yang ia maksud. “Iya juga ya? Kok aku nggak kepikiran sih. Tapi kalau kita biarin Luna nangkep Leo, kalau Luna melancarkan aksinya untuk buat Leo jadi babak belur gimana? Kan bisa bahaya!” “Pertama, tenaga si Luna udah pasti nggak akan sefit itu. Tenaganya udah pasti sudah terkuras, ya meskipun nggak sampai habis. Tapi intinya dia nggak akan sekuat itu buat bener - bener bikin Leo babak belur. Ya palingan cuma lecek dikit. Kedua, kita yang harusnya berkorban tenaga lebih banyak dari pada mereka berdua. Jarak kita ke si Leo yang merupakan targetnya Luna kan bisa dibilang dua kali lipat lebih jauh dari jaraknya Luna ke Leo. Jadi nanti di saat Leo berhenti, dan Luna berhenti sebentar, kita nggak boleh berhenti. Kita usahakan supaya di saat si Luna bisa nangkep si Leo, kita udah ada di deket mereka untuk misahan mereka. Ya syukur - syukur kalau kita yang nyampe duluan. jadi kita udah bisa misahin mereka sebelum Luna melakukan penyerangan.” “Boleh juga ide kamu. Kalau gitu aku coba chat dan hubungin dia deh. Semoga berhasil ya, asli kakiku udah pegel pake banget ini!” Setuju Luna, yang kemudian setelah itu tak perlu membuang - buang waktu lagi, ia langsung mengetikkan strategi yang Rayhan jelaskan tadi dan mengirimkannya ke Luna. Dan segera meneleponnya saat dilihatnya Luna benar - benar tak menggubris pesannya. Entah dikarenakan tak terasa dan tak terdengar bunyi deringnya, atau memang ia sendiri yang sedang tak ingin diganggu dan sedang fokus terhadap tujuannya untuk menangkap Leo. ( “Halo? Assalamu’alaikum.. Iya? Dengan siapa dan ada keperluan apa telepon saya?”) Beruntungnya, meski Luna tak segera membuka isi pesanya, namun setidaknya anak itu dengan segera mengangkat panggilan teleponnya meski ia tak tau siapa sang penelepon. “Wa’alaikumussalam. Ini aku, Lun. Ana.” (“Ana? Ngapain kamu pake acara nelepon aku segala? Ganggu ah! Aku kan lagi usaha buat ngejar dan nangkep si ikan lele itu. Aku matiin ya teleponnya.”) Luna berucap seraya menoleh sesekali ke arah belakang di sela - sela aksi berlarinya. “Eh.. jangan! Justru kamu harus dengerin aku kalau kamu mau berhasil. Aku punya ide!” (“Seriusan nih punya ide?”) “Seriusan, seriusan. Sekarang kamu baca isi pesan yang barusan aku kirim. Aku udah tulis secara lengkap idenya. Aku matiin yaa. Bye. Semoga berhasil!” Dapat dilihat oleh Ana, Clarissa, dan juga Rayhan, kalau Luna langsung membuka isi pesan yang baru saja Ana kirimkan. Dan beruntungnya, beberapa menit setelah itu Leo sudah menghentikkan langkah kakinya untuk beristirahat. Melihat itu Luna pun langsung menghentikkan langkahnya juga. Seperti apa yang ia lakukan sebelum - sebelumnya, agar Leo tidak menaruh curiga kepadanya. Karena betul saja, beberapa detik setelah itu Leo langsung menolehkan kepalanya ke arah Luna untuk sekedar berjaga - jaga. Setelah dirasa Leo sudah mulai lengah. Saat dilihatnya laki - laki itu sedang berusaha untuk mengatur dan menstabilkan napasnya, Luna bergegas menjalankan aksinya. Ia tak ingin melewatkan kesempatan berharga ini begitu saja. Luna berlari dengan langkah hati - hati namun pasti. Dan dengan tetap mengedepankan tingkat kewaspadaannya. Mengetahui itu Ana, Clarissa, dan juga Rayhan tentu saja semakin mempercepat ritme mereka. Karena semakin dekat jarak antara Luna dengan Leo, tentunya ketiga orang itu harus semakin waspada dan berjaga - jaga. Terlebih Rayhan yang mana merupakan seorang laki - laki. Tanggung jawabnya untuk memisahkan Luna dan Leo nanti tentunya lebih besar. Mengingat tenaganya juga lebih besar dibandingkan Ana dan Clarissa. Dan.. hap! Luna berhasil memegang erat lengan tangan Leo. “Akhirnya kamu ketangkep juga kan?!” ucap Luna kegirangan, yang hanya dengan sentuhan tangan Luna di lengannya saja, berhasil membuat Leo merasa terkejut luar biasa. Leo seketika menegang di tempatnya. Perasaannya sudah mulai berkecamuk. Antara senang karena lengan tangannya digenggam kuat oleh Luna. Panik, takut, dan mulai panas dingin saat teringat akan ancaman Luna beberapa saat lalu kepadanya. Yang membuatnya kini kejar - kejaran. “Kok sekarang dia bisa ada di sini sih? Bukannya tadi masih agak jauh di belakang aku, dan juga sedang beristirahat sama sepertiku?” tanya Leo heran dalam hati. “Berdiri kamu!” ucap Luna datar, dingin, dan begitu tegas. “Lu—Lun, jangan deh ya! Jangan apa - apain aku. Aku minta maaf deh. Yang tadi itu aku nggak serius. Aku cuma bercanda doang. Kan hikmahnya juga baik. Kamu yang awalnya keliatan ogah - ogahan buat olahraga, tadi kamu berhasil olahraga selama hampir dua jam lho karena ulah aku barusan. Setidaknya usilnya aku ke kamu tadi ada dampak positifnya. Kamu sekarang jadi kurusan lho karena itu. Seharusnya yang kamu lakukan itu berterima kasih bukan malah mau ngasih hukuman buat aku. Ya itung - itung tingkah jail aku barusan itu hanya skenario supaya kamu semangat olahraga. Maafin ya? Tolong lepasin genggaman tangan kamu dari lengan aku,” mohon Leo saat didengarnya Luna, menyuruhnya untuk berdiri. Sekali tebak saja Leo sudah tahu apa yang akan gadis tomboy itu lakukan kepadanya setelah ia bangkit berdiri, mengikuti kemauannya. Ia bisa berubah jadi perkedel! “Jadi maksud kamu awalnya aku gendutan? Iya.. gitu?” tanya Luna geram seraya menatap kesal ke arah Leo. “Aduh ini mulut barusan ngomong apaan sih? Kok si Luna jadi makin kesel sih sama aku. Alamat pulang - pulang bukannya sehat dan bugar karena habis olahraga, malah babak belur kayak abis dibegal di pinggir jalan!” dumel Leo dalam hati, dikarenakan mulutnya yang tak bisa diajak kompromi. “Eh nggak gitu maksud aku. Maksudnya badan kamu awalnya udah bagus, nah setelah olahraga lari - lari barusan jadi makin ideal postur tubuhnya. Jadi makin bagus. Pokoknya makin perfect deh! Maafin aku ya, Lun. Kita damai! Please..” “Oh gitu?” “Iya. Kamu sekarang perfect banget deh pokoknya. Idaman para lelaki!” Luna mengangguk - anggukkan kepalanya beberapa kali. Melihat itu Leo semakin optimis bahwa ia akan selamat. Bahkan kali ini ia tak lagi menyalahkan mulutnya. Berganti dengan pujian karena telah berhasil mengeluarkan kata - kata manis yang dapat membuatnya terbebas dari ancaman Luna. “Jadi dari dulu sampai sekarang, kamu selalu merhatiin postur tubuh aku? Kurang ajar kamu ya! Nggak sopan! Bergaul sama Rayhan bukannya ketularan sholeh malah nggak ada perubahannya! Bener - bener kamu ya! Hiyaaaa,” ucap Luna kesal yang diakhiri dengan gerak tangannya yang sudah tak kuasa menahan gatal. Gatal ingin menghadiahi Leo dengan pukulan mautnya. Dan akhirnya terealisasikan juga. Meski tak sekencang biasanya, mengingat tenaganya sudah hampir habis terkuras. “Aduh, salah lagi, salah lagi! Ini mulut tumben - tumbenan kata - kata manisnya nggak mempan. Biasanya manjur banget kalau buat cewek - cewek panas dingin,” ucap kesal sekaligus herannya dalam hati. “Ampun, Na, ampun!” “Udah, udah! Malu tau diliatin banyak orang.” Rayhan yang baru saja datang dengan segera menarik Leo dan menjauhkannya dari jangkauan Luna. “Rayhan kamu ngapain sih? Awas! Jangan coba - coba ya buat berusaha untuk ngelindungin dia!” “Nggak mau. Saya di sini nggak bermaksud buat belain siapa - siapa. Pertama ini tempat umum. Banyak orang yang merhatiin kamu dan Leo. Dikiranya kalian sepasang kekasih yang sedang marahan lagi. Emangnya mau dikira begitu? Kedua, kamu dari tadi udah lari - larian. Olahraga. Nggak capek emangnya? Dan ketiga, sebaik - baiknya manusia adalah yang mau memaafkan kesalahan orang lain. Tahan amarah kamu. Balasannya syurga lho kalau kamu berhasil mengendalikan amarah kamu,” ucap Rayhan panjang lebar, yang pada intinya berusaha untuk memisahkan Tom and Jerry versi nyata itu. “Aduh, hah hah hah! Capek. Udah ya, Lun. Lebih baik kita istirahat dulu. Kamu pasti laper kan? Kita cari makan aja yuk. Dari tadi kan kita belum makan sama sekali. Minum terus sampai botol minum aku aja udah kosong. Soal Leo nanti dipikirin lagi deh. Yang penting urusan perut aman dulu.” Ana dan Clarissa yang baru saja muncul, beberapa saat setelah kemunculan Rayhan, langsung merangkul Luna untuk menenangkannya. Dan mencoba untuk mengalihkan perhatiannya lewat makan, mengingat selain ia, Luna, dan juga Clarissa yang memang belum makan. Makan juga merupakan salah satu hobinya selain tidur. “Setuju. Lebih baik kita makan dulu. Tapi sebelum itu, biar nanti makannya enak, kayaknya kalau kalian saling maaf - maafan lebih asyik deh. Ayo.. saling minta maaf!” ucap Clarissa seraya menatap Luna dan Leo bergantian. Berbeda dengan Leo yang menganggukkan kepalanya setuju, kemudian menjulurkan tangannya untuk saling bersalaman. Luna justru bersidekap seraya memalingkan wajahnya ke sembarang arah. “Ogah! Kalau dia beneran mau minta maaf, ada syaratnya!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD