Sumpah Ryan

2635 Words
    Della menatap pantulan wajahnya dicermin. Pucat dan tampak begitu lelah. Tentu saja, karena selama beberapa hari ini Ryan tidak pernah membiarkannya tidur dengan tenang. Setiap malamnya, Ryan selalu datang ke kamarnya dan memaksa Della untuk terjaga demi menyiraminya dengan cinta. Karena itulah, sudah bisa dipastikan jika Della sangat kekurangan jam tidur. Della menguap lebar sekali lagi.     Della menghela napas. Ia mengambil perona bibir dan memoleskannya sedikit pada bibirnya, setidaknya itu bisa sedikit mengurangi pucat di wajahnya. Della memastikan sekali lagi penampilan wajahnya agar tidak mengundang kecemasan Lea. Tentu saja, Della tidak mau membuat ibu angkatnya itu cemas di pagi hari.     Setelah siap, Della memutuskan untuk ke luar dari kamar dan berangkat kuliah. Begitu turun, Della tak melihat ibu san ayahnya. Yang ia lihat hanya Fla yang tampak menciut ketakutan di hadapan Ryan, Della juga bisa melihat Marco yang berdiri di belakang Ryan. Entah kenapa, kini perasaan takut yang sebelumnya telah menghilang, perlahan datang kembali pada Della. Mungkin ini karena sikap Ryan beberapa malam ini. Sikap lembut Ryan yang sebelumnya membuai Della sudah menghilang dari diri Ryan.     "Se-selamat pagi," sapa Della ragu.     Ryan segera menekan kemarahannya saat mendengar suara merdu yang telah sangat ia kenali. Ia menoleh dan melihat Della dengan balutan pakaian musim semi yang membalut tubuh rampingnya. Ayo berangkat, ucap Ryan lalu melangkah lebih dahulu.     "Ta-tapi Della belum pamit pada Madre dan Padre," ucap Della saat dirinya ragu mengikuti langkah Ryan.     "Madre dan Padre sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang pergi menemui dokter," ucap Ryan.      "Apa Madre sakit?" tanya Della sembari melangkah mengikuti langkah Ryan. Della tentu saja merasa cemas. Karena ini bukan saatnya Lea melakukan pemeriksaan. Della memang hafal dengan jadwal pemeriksaan kesehatan Lea. Della menggumamkan terima kasih saat Marco membukakan pintu untuknya.     "Tidak. Hanya pemeriksaan rutin," jawab Ryan berbohong.     Padahal kini Leon dan Lea tengah mengadakan rapat besar untuk klan Potente Re. Tidak mungkin jika Ryan mengatakan hal yang sebenarnya pada Della, karena sampai saat ini pun Della memang belum tahu fakta siapa sebenarnya keluarga angkatnya ini. Tentunya semua ini atas perintah Lea. Ibunya itu tidak mau Della masuk ke dalam dunia mafia. Lea ingin Della hidup sebagai gadis normal pada umumnya.     Marco yang bertugas mengemudi hanya berdehem dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang sesuai dengan apa yang diintruksikan oleh Ryan sebelumnya. Marco mencoba untuk menutup telinga dan menahan diri untuk tidak melirik interaksi keduanya dari kaca spion. Karena Marco sudah bisa menebak, jika Ryan pasti akan melakukan sesuatu yang tidak akan pernah dilakukan oleh seorang kakak pada adiknya.     Benar saja, kini Ryan menarik Della untuk duduk di pangkuannya. Dengan lembut Ryan menangkup wajah Della dan meraup bibir Della dan melumatnya dalam ciuman yang dalam. Della yang tidak menyangka akan mendapatkan serangan seperti itu dari Ryan, tentu saja terkejut tapi Ryan dengan lihai membuat Della terlena dalam ciuman tersebut.     Saat-saat Della akan kehabisan napas, Ryan dengan sigap melepas tautan bibir mereka. Ryan mengelus pipi Della yang telah kembali memiliki rona. Tentu saja Ryan lah penyebab dari datangnya rona indah tersebut. Ini lebih baik daripada tadi. Kau terlihat seperti mayat hidup.     Della menolak saat Ryan akan mencium lehernya. Padahal Della sudah berulang kali mengatakan pada Ryan untuk tidak menggigit atau mencium leher atau bahunya. Della selalu kebingungan saat teman-temannya bertanya ketika melihat bekas ciuman Ryan di sana. Della juga tentu malu saat teman-temannya mulai menggoda Della saat menebak jika tanda merah tersebut adalah bekas dari ciuman.     Ryan yang mendapatkan penolakan dari Della tak bisa menahan diri untuk menggeram. Ia mencengkran rahang Della dengan kuat, membuat Della meringis. "Berani menolakku?" tanya Ryan geram bukan main dengan sikap Della yang ia anggap tidak tahu diri.     “De-Della akan kuliah Kak. Della tidak nyaman jika Kakak meninggalkan bekas ciuman di sana, Della bingung jika ada yang bertanya tentang itu."     Ryan mengerutkan keningnya tampak tak suka, tapi tak berkomentar lebih jauh. Ryan memilih untuk melarikan tangannya ke tubuh Della, berniat unuk melakukan hal lain. Sayangnya situasi dan kondisi sama sekali tak mendukung niat Ryan. Marco berdehem menginterupsi kegiatan keduanya. Kita sudah sampai di depan kampus Nona Della.     Della segera turun dari pangkuan Ryan dengan pipi yang memerah. Ia merasa semakin malu saat sadar jika Marco sejak awal berada di dalam mobil bersama mereka. Oh Tuhan berarti Marco tahu apa yang terjadi antara Della dan Ryan? Bagaimana ini? Apa Marco akan melaporkan hal ini Leon dan Lea? Jika benar, apa mungkin Della akan mendapatkan kemarahan besar keduanya atau yang lebih parah Della akan dihukum.      Melihat kecemasan di wajah Della, Ryan mendengkus. Marco adalah orangku yang paling terpercaya, tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. "Sekarang pergilah!" ucap Ryan setelah memberikan kecupan di bibir Della.     Secepat kilat, Della segera ke luar dari mobil. Ia tak mau jika Ryan kembali menariknya dan melakukan hal yang lebih dari ciuman. Della menepuk-nepuk pipinya sebentar sebelum kembali melangkah menuju kelasnya. Hari Della berjalan seperti biasa. Sebagai mahasiswi yang cukup cerdas, Della bisa mengikuti pelajaran dengan cukup baik. selesai kelas, Della memilih untuk segera menuju perpustakaan. Karena setelah kelas ini tidak ada lagi kelas, jadi Della memilih untuk mengerjakan tugas yang baru saja ia terima.      Della melalui lorong samping yang memang jarang dilewati oleh para mahasiswa, karena jalannya yang memutar ketika akan menuju perpustakaan. Karena suasana yang sepi dan aura lorong yang cukup menyeramkan, membuat Della memekik terkejut saat tiba-tiba seseorang sudah berjalan di sampingnya. "Mr. Geon!"      Geon tersenyum saat melihat raut terkejut Della. "Kau tampak manis saat terkejut seperti itu."      Della mengerucutkan bibirnya. "Seharusnya Mis--"     "Panggil aku seperti biasanya Della. Aku tidak suka jika ada mahasiswa yang memanggilku seperti itu."      Della tersenyum. "Maaf, Geon. Tapi tadi aku sungguh terkejut, karena tiba-tiba melihatmu ada di sampingku."      Geon terkekeh lalu mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi, kau akan ke perpustakaan?"      Ya, aku memiliki tugas. "Memang bukan tugas yang harus segera kukerjakan, tapi aku rasa menyelesaikannya lebih dulu tidak ada salahnya,” jawab Della sembari tersenyum tipis. Jelas selai terlihat jika Della adalah tipe mahasiswi yang sangat rajin.     Dan sebagai dosen, tentu saja Geon menyukai hal tersebut. Tanpa bisa ditahan, Geon memuji sikap Della. "Aku suka cara berpikirmu. Itu cara berpikir calon orang sukses. Kalau begitu ayao pergi bersama. Aku juga memang berencana untuk pergi ke perpustakaan.”     Della melihat jam tangannya dan mengerutkan keningnya." Kau tidak pergi untuk makan siang?". tanya Della.     "Kurasa tidak, karena kau pun tidak," jawab Geon.      Della mengerutkan keningnya saat mendengar jawaban Ryan. Sayangnya sebelum menanyakan maksud Geon, mereka sudah lebih dulu tiba di perpustakaan. Keduanya masuk dan mencatat nama mereka pada daftar pengunjung perpustakaan sebelum menenggelamkan diri dalam puluhan rak buku yang menjulang tinggi.     "Kau mencari buku apa?" tanya Geon.     Della menujukkan daftar buku yang ia perlukan pada Geon. "Aku butuh semua itu."      "Mau aku bantu carikan?" tanya Geon.     "Tidak perlu, aku tahu letak setiap bukunya," ucap Della lalu melangkah dengan lincah dan mengambil beberapa buku. Perpustakaan kampus memang terasa seperti teman bermain pada Della. Setiap sudut perpustakaan ini sudah pernah dijelajah oleh Della. Ia juga tahu setiap letak buku diletakkan.     Geon tak bisa menahan diri untuk berdecak kagum melihat Della. "Terlihat sekali jika kau adalah mahasiswi yang sangat rajin mengunjungi perpustakaan. Seandainya semua mahasiswa di sini sepertimu. Ah memikirkan masalah yang baru-baru ini terjadi membuatku pusing."      Della yang tengah melangkah menyusuri rak buku tak menoleh dan bertanya," Masalah? Memangnya ada masalah apa?"     Mohon dimaklum karena Della sangat jarang sekali bergaul dengan teman-temannya sehingga ia tak mengetahui gosip panas apa yang tengah menyebar. Ia memang sesekali berkumpul dengan temannya, itu pun karena tuntutan tugas kuliah. Jika tidak, Della tidak pernah berkumpul dengan mereka. Selain Della yang kurang nyaman untuk melakukan hal-hal itu, Lea dan Leon juga sangat protektif padanya. Keduanya tidak dengan mudah memberikan izin bagi Della untuk menghabiskan waktu di luar rumah.     "Oh itu, ada mahasiswi yang baru saja di DO," ucap Geon lelah.      Della mengerutkan keningnya. "Bukankah sudah biasa jika ada mahasiswa atau mahasiswi yang di DO?" tanya Della menyuarakan isi hatinya.      "Kali ini masalahnya tidak biasa, karena mahasiswi ini telah mencemarkan nama baik almamater. Mahasiswi ini ketahuan hamil di luar nikah karena berhubungan seks bebas."      Buku di tangan Della terlepas begitu saja. Melihat itu, Geon dengan sigap merapikan dan memungut buku-buku tersebut. Della sendiri tampak kehilangan control diri. Matanya tak fokus, dan tangannya bergetar hebat. Dengan kaku Della menunduk seraya bertanya, "Ta-tapi, kenapa sampai dikeluarkan seperti itu?"      "Karena ketahuan hamil. Dia menjalani kehidupan seks yang terlalu bebas dan tanpa perhitungan. Terlebih, ada kabar jika mahasiswi ini hamil karena saudaranya. Sudah banyak alasan bagi pihak kami untuk mengeluarkannya demi nama baik almamater," jelas Geon lagi.      Geon bangkit dan menyerahkan buku yang ia pungut pada Della." Meskipun aku cemas karena mahasiswi lain, tapi aku bisa sedikit tenang memikirkanmu."     "Ke-kenapa?" tanya Della.     "Karena aku yakin, kau adalah gadis baik-baik. Jadi kau tidak akan terlibat pada masalah semacam itu."      Della menyembunyikan getaran tangannya. Ia kemudian membuang pandangan menolak menatap Geon yang tampak begitu memercayainya. Della tidak berhak mendapatkan pujian dan kepercayaan Geon seperti itu. Della sudah tidak suci. Kesuciannya telah lama ia tukar demi kasih sayang dari kakaknya. ***     "Ada apa? Kenapa sejak tadi kau terlihat sedang memikirkan sesuatu?" tanya Ryan saat mengamati lampu lalu lintas.      Della menggigit bibirnya lalu menjawab ragu. "Della sedang memikirkan kabar yang tengah beredar di kampus, Kak," jawab Della takut-takut.      "Oh, kau juga suka bergosip? Kukira kau bukan tipe gadis seperti itu."      "Bu-bukan seperti itu. ini bukan gosip Kak. Kabar ini Della dengar dari salah satu tenaga pengajar," ucap Della dengan wajah cemas.     Ryan menginjak pedal gas saat lampu lalu lintas berubah warna. "Kabar tentang apa?" tanya Ryan.      Della menelan ludah lalu menjawab, "Ada salah satu mahasiswi yang dikeluarkan karena ketahuan berhubungan seks diluar nikah, dan hamil."      Ryan mengetuk-ngetuk jarinya pada kemudi. "Lalu apa yang kau khawatirkan? Itu masalah orang lain bukan masalahmu. Tidak perlu mengurusi masalah orang lain Della."      "Bu-bukan seperti itu, Kak. Della Della hanya merasa takut."     "Takut? Apa yang kau takutkan?"     Della meremas tangannya. Ia berdoa dalam hati, semoga Ryan tidak marah saat mendengar alasan dari kegelisahannya ini. "Della takut jika selanjutnya giliran Della yang dikeluarkan. Ba-bagaimana jika ada yang tahu jika kita ...."      "Jika kita apa? Berhubungan seks? Ck. Berhubungan seks itu hak setiap manusia, tidak ada undang-undang yang melarang untuk berhubungan seks, Della."      "Tapi bagaimana jika Della hamil? Della takut. Della tidak mau sampai dikeluarkan dari kampus dan berhenti kuliah,"  ungkap Della mengutarakan semua kegelisahan yang akhir-akhir ini mengganggu dirinya.     Ryan terdiam sesaat. "Jadi, apa maksud pembicaraan ini Della?"      Della kembali menelan ludahnya kelu sebelum menjawab, "Della ingin, kita berhenti dulu Kak."      Ryan kembali terdiam, tapi kakinya semakin kuat menginjak pedal gas. Della semakin kuat mencengkram tangannya sendiri. Tentu saja dirinya takut. Selain karena Ryan yang bungkam seribu bahasa, mobil yang melaju sangat kencang ini, melewati jalan yang tak Della kenali.     Tak lama, mobil berhenti dan Ryan dengan kasar menyeret Della untuk segera ke luar. Begitu ke luar, yang Della lihat hanya berupa pohon-pohon tinggi menjulang dan jalan setapak. Della berulang kali bertanya, kemana Ryan akan membawanya. Sayangnya Ryan masih sama, diam seibu bahasa.     Tak lama, Della dan Ryan menyusuri jalan setapak yang ternyata adalah sebuah jalan yang memotong hutan untuk mencapai jalan kecil pinggiran kota. Di dekat jalanan tersebut, terdapat sebuah motel yang tampak begitu usang. Melihat bagian luarnya saja sudah membuat Della enggan untuk mengunjunginya, tapi Ryan yang masih bungkam dengan mudah menarik Della untuk masuk ke dalam.     Della segera merapatkan tubuhnya pada Ryan saat sadar jika isi motel tersebut ternyata lebih mengerikan daripada yang ia bayangkan. Ada banyak pasangan yang berdiri di dekat meja resepsionis ataupun duduk di sofa usang yang disediakan di dekat pintu masuk. Yang membuat Della takut adalah suasana motel yang temaram serta tatapan tajam para pria yang menatapnya dengan lekat.     Sadar jika Della merasa takut, Ryan tidak lagi mencengkram tang Della melainkan merangkul bahunya dengan erat. Setelah menerima kunci kamar, Ryan segera membawa Della menyusuri lorong temaram hingga tiba di kamar yang terletak di ujung lorong tersebut. secepat kilat, kini Della dan Ryan sudah berada di dalam kamar yang tak terlalu luas.     Dalam kamar tersebut, hanya ada satu ranjang berukuran sedang, sebuah nakas dan televisi serta satu set meja kecil. Tentu saja ada kamar mandi yang terhubung pada kamar kecil tersebut. Meskipun sejak kecil Della memang tinggal di rumah yang bahkan lebih kecil dari kamar ini, tapi kini Della merasa sangat tidak nyaman berada di dalam kamar kecil ini.      Ryan melonggarkan dasinya sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Baru jam dua. Masih ada waktu beberapa jam hingga tiba jadwal pulangmu yang biasa. Della mencoba menjauh saat mengerti apa yang dimaksud oleh kakaknya. Ia memekik saat Ryan menangkap pinggangnya dan melempar Della ke atas ranjang. Dengan sigap Ryan segera menindih Della. Manik hijau gelapnya terlihat begitu menakutkan dengan kilat kejam yang jelas di sana.     "Della, sejak awal kau yang memintaku untuk memberikan cinta padamu bukan? Dan aku sudah bermurah hati memberikan cinta yang berlimpah padamu. Lalu sekarang apa? Kau mau menjadi tidak tau diri dengan bertindah seenaknya? Della, ingat satu hal. Di sini, aku yang berkuasa."     Ryan menenggelamkan wajahnya di bahu Della dan memberikan jejak-jejak panas basah di sana. Untuk kesekian kalinya, Della kembali jatuh pada godaan hasrat yang membakar dirinya. Ryan membuatnya mencapai puncak disetiap gaya dan tempat. Baik di ranjang, hingga kamar mandi menjadi tempat sempurna bagi Ryan menyajikan surga dunia bagi Della.     Seperti biasanya, Della yang tak bisa mengimbangi hasrat Ryan akan jatuh tertidur lebih dahulu meninggalkan Ryan yang masih memburu kenikmatannya sendiri. Hingga Ryan mencapai satu titik, dan dirinya merasakan kepuasan yang teramat. Ryan melepaskan diri. Ia membersihkan badan Della, dan membawanya untuk berbaring di ranjang.     Ryan hanya mengenakan celana kerjanya dan menatap Della yang terlelap dengan damai di tepi ranjang. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah sekian lama menyentuh Della, Ryan seakan-akan lupa dengan niat awalnya merenggut kesucian Della. Ryan termenung mengingat pembicaraannya dengan Marco suatu hari di hotel.     Ryan pun melirik pada pria yang setia memasang senyumannya itu. Pria itu tak lain adalah Marco, tangan kanan Ryan yang setia. "Apa yang kau bawa?" tanya Ryan datar.      "Saya ragu jika kabar ini akan membuat Tuan senang," jawab Marco pelan. Ia memang berpikir seperti itu bukan tanpa alasan, karena kabar yang ia bawa memang tidak baik.      "Kau tau lebih dari siapa pun, jika aku tidak suka basa-basi, Marco," ucap Ryan membersihkan peringatan.      Dengan senyum yang masih teepasabg, Marco menguatkan hatinya sebelum berkata, "Apa yang diakatakan oleh Tuan Leon dua tahun yang lalu ternyata memang terjadi, Tuan. Nona Della sudah dipastikan menjadi pewaris."      "Apa?" tanya Ryan tak percaya. Ryan beetanya dengan suara rendah mencoba memastikan jika dirinya tidak salah dengar.      "Saya sudah memastikannya sendiri. Tuan Ken menemani Tuan Leon untuk menemui notaria. Dalam surat-surat yang dipersiapkan, baik propeeti hingga kekuasaan klan akan sibagi menjadi dua. Masing-masing atas nama Nona dan Tuan sendiri. Tapi menurut notaria, hal itu bisa saja berubah sewaktu-waktu karena kekuasaan atas semua kekayaan tersebut masih berada sepenuhnya di tangan Tuan Leon."     Ryan menendang meja kaca yang berada di dekatnya hingga pecah tak berbentuk. Wajahnya yang rupawan terlihat begitu mengerikan saat ini. Ia bangkit dari posisi duduknya dan berkata, " Aha, sepertinya baik Padre dan Madre sangat menyayangi anak pungut itu. Dan aku sungguh membencinya. Benar-benar membencinya hingga semua gigiku terasa gatal ingin mengutuk wajah polosnya! Jika aku tidak membuat hidupnya menderita, maka namaku bukanlah Ryan de Mariano."  Sumpah Ryan dengan nada mengerikan yang membuat Marco merinding bukan main.          Ryan memejamkan matanya mengingat sumpahnya. Ia kembali membuka matanya dan menatap wajah Della yang tampak pucat. "Sumpahku masih berlaku, Della. Aku, tetap akan membuat hidupmu menderita." Tapi Ryan tahu jauh di dasar hatinya, dirinya tengah ragu. Apakah sumpah yang ia ucapkan adalah hal yang benar? Ryan sendiri tidak yakin.      Tapi tidak. Ryan tidak boleh goyah seperti ini. Della memang pantas mendapatkan hal ini. Ryan melakukan ini demi Lea. Demi membalaskan apa yang telah didapatkan oleh Lea. Ya, Ryan hanya perlu mengingat kejadi dari masa lalu, dan Ryan tidak akan pernah kembali goyah untuk menghadapi Della. Dan sumpah yang diucapkannya tidak akan pernah ia tarik kembali. Sumpah itu, akan terlaksana, apa pun caranya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD