Della menelan ludahnya berulang kali. Ia mengintip di balik pilar besar di lorong samping kediaman de Mariano yang mewah. Ibunya tampak menikmati udara musim semi yang memenuhi setiap penjuru taman indah keluarga de Mariano dengan ditemani secangkir teh hangat yang nikmat. Della bisa melihat ada Fla yang tengah melayani Lea dengan baik. Della berjongkok dan menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya. Kini Della kembali mengingat pembicaraannya dengan Ryan sepulang dari motel.
"Apa kau suka aku perlakukan seperti tadi?" tanya Ryan di balik kemudinya.
Jelas saja Della menggeleng. "Della tidak suka. Terasa sakit," ucap Della sembari menunduk dan mengusap bagian bawah perutnya yang memang masih terasa sakit.
"Della juga tidak suka tempat tadi. Terlalu menyeramkan," tambah Della yang memang merasa takut dan tidak nyaman berada di tempat yang baru pertama kali ia kunjungi itu. Untung saja, ada Ryan yang bersamanya. Meskipun terasa sangat menyakitkan, keberadaan Ryan Jelas membersihkan ketenangan terswndiri bagi Della. Setidaknya ketika Ryan ada di samping ya, tidak akan ada satu orang pun yang berani melukainya. Dell yakin itu.
"Aku tidak akan melakukan hal itu lagi, jika kau melakukan apa yang aku perintahkan," ucap Ryan menyadarkan Della dari lamunannya.
Della menoleh dan mengamati relief wajah tegas milik Ryan yang sangat rupawan. Dari samping, terlihat Jelas rahang tajam yang menawan. Della tergoda untuk menyusuri rahang tersebut dan mengetahui seberapa tegasnya rahang Ryan itu. "Kakak mau Della melakukan apa?" tanya Della setelah tersadar.
"Katakan pada Madre jika kau tidak mau dijodohkan. Bujuk Madre hingga perjodohanmu dibatalkan!" ucap Ryan sembari menyeringai tajam.
Della memukul keningnya sendiri. Kenapa dirinya dengan mudah menyutujui perintah Ryan? Kenapa pula Della tidak bertanya pada Ryan, bagaimana caranya ia membujuk Lea? Della mengangkat wajahnya. Setelah mengatur napasnya berulang kali, Della bangkit dan melangkah mendekati ibunya. Della harus melakukan apa yang diperintahkan oleh kakaknya.
Menyadari kehadiran Della, Lea meletakkan cangkir tehnya dan menarik Della untuk duduk di sampingnya. Senyum terlihat merekah indah pada wajah Lea yang memang memiliki khas seorang wanita dewasa yang telah mengecap manis pahitnya dunia. Lea terlihat begitu bahagia hari ini, dan hal itu membuat Della ragu untuk membicarakan niatnya.
"Sayang coba kue yang dibuat Fla, pasti cocok dengan seleramu," ucap Lea sembari memberikan piring kecil pada Della.
"Terima kasih, Madre,” ucap Della sembari mengambil satu potong kue. Sementara matanya melirik Lea diam-diam, mempertimbangkan kapan dirinya akan bicara dengan Lea.
Della mencicip kue tersebut, dan matanya yang bulat segera terpejam saking sukanya ia pada rasanya. Ya, Della pada akhirnya lupa dengan apa yang ingin ia bicarakan karena terlalu menyukai kue yang ia makan. Ini benar-benar enak, "Della menyukainya Madre."
Lea tersenyum dan mengelus rambut cokelat Della yang tergerai indah. "Jika suka, makanlah semuanya. Nanti jika perlu Madre dan Fla akan membuatkannya lagi untukmu."
Mendengar itu, Della tersenyum dengan senyuman lebarnya. "Terima kasih Madre, terima kasih juga Fla."
Fla yang mendengar ucapan terima kasih tersebut tak bisa menahan diri untuk tersenyum dan mengangguk. "Apa pun untuk Anda, Nona."
Ketika Lea sudah memakan kuenya, barulah Lea angkat bicara kembali. "Sayang, Bruno menelepon Madre. Ia mengajakmu untuk berkencan. Della mau ‘kan pergi dengan Bruno?" tanya Lea lembut, tapi dengan mudah membuat Della tersedak hebat.
Fla dengan sigap memberikan gelas air pada Della. Setelah minum dan meredakan batuknya, Della segera menoleh pada Lea. "Ma-Madre." Jelas Della tidak mau pergi dengan Bruno. Kedatangannya saja kali ini, untuk meminta Lea membatalkan pertunangannya dengan Bruno. Selain atas perintah Ryan, Della juga merasa takut pada Bruno. Della merasa jika Bruno tidak sebaik yang dikatakan oleh Lea.
"Madre sudah menyiapkan gaun dan sepatu cantik untukmu sayang. Padre juga sudah memeberikan izin, jadi Della tidak perlu khawatir. Della bisa bersenang-senang dengan Bruno dengan tenang,” ucap Lea meyakinkan Della. Tentu saja Lea ingin mendorong Della untuk segera dekat dengan Bruno.
Della bisa melihat binar penuh harap pada netra Lea. sungguh, Della tidak berani dan tidak tega mematahkan harapan tersebut. Della menggigit bibirnya. Lea sama sekali tidak memberikan kesempatan untuknya mengatakan apa yang ingin ia katakan, karena setelah Lea menyelesaikan ucapannya, Lea dengan antusias memerintahkan Fla mendorong kursi rodanya.
Della hanya bisa menurut saat Lea menarik tangannya menuju kamar. Sepertinya Della akan mendapatkan murka Ryan, karena tidak berhasil melakukan apa yang diperintahkannya. Della hanya bisa berdoa, semoga kencan ini tidak sampai diketahui oleh Ryan. Jikapun Ryan tahu, semoga Ryan masih memiliki kelembutan yang selama ini ia tunjukkan padanya.
***
Ryan melempar gelas kristal hingga melukai dahi Marco yang tengah membungkuk hormat di hadapannya. Ryan menggebrak meja yang membatasi dirinya dengan Marco. "Kenapa kau baru melaporkannya sekarang?!”
Ryan sama sekali tidak mau repot-repot untuk menyembunyikan kemarahannya yang memang meluap-luap setelah mendengar laporan Marco. Tentu saja Ryan merasa sangat marah, saat tahu jika kini Della tengah berkencan dengan Bruno. Padahal tadi Ryan tengah menunggu kabar bagus dari Della, perihal dirinya yang melaksanakan perintah Ryan untuk meminta pembatalan perjodohan. Ryan memang merasa yakin, jika Lea akan mengabulkan permintaan Della untuk membatalkan rencana perjodohan itu.
Ryan tahu bertapa sayangnya Lea pada Della. Ryan yakin jika rencananya akan berjalan lancar. Sayangnya semua harapan Ryan sirna. Bukannya mendengar kabar pembatalan, kini Ryan malah mendengar kabar bahwa Della dan Bruno tengah berkencan. "Sialan. Kencan?! Memangnya dia pikir, dia pantas untuk berkencang dengan Della?!"
Ryan bangkit dari duduknya dan berniat untuk pergi mencari adiknya. Sayangnya seseorang lebih dulu masuk ke ruang kerjanya. "Mau pergi ke mana Ryan?" tanya Leon sembari melangkah memasuki ruang kerja Ryan.
Bukan urusan Padre, jawab Ryan tak sopan dan melangkah melewati Leon. Ryan tidak mau berbasa-basi, dan tidak mau terlibat perdebatan tidak penting dengan ayahnya itu. hal yang kini Ryan pikirkan adalah menemukan Della, dan merusak kencan menjijikan itu.
"Aku tidak menyangka sudah membesarkan anak tidak tahu sopan santun sepertimu," ucap Leon sembari duduk di sofa dan melirik pecahan gelas di lantai serta kening Marco yang berdarah. Leon diam-diam berdecak dalam hati. Ternyata Ryan memiliki kebiasaan yang lebih buruk daripada dirinya saat muda dulu. Leon tidak memungkiri jika dirinya memanng memiliki darah yang menggelora saat muda dulu. Tapi Leon tidak pernah bersikap seperti ini. Mungkin, ini adalah salah satu kekurangan Ryan yang membuat Leon masih berpikri ulang untuk meletakkan kepempinan klan pada Ryan.
Ryan yang semula akan melangkah pergi, menghentikan langkahnya dan berbalik pada Leon. "Bukankah Padre menginginkan pewaris yang mewarisi segala hal tentang Padre. Jadi, inilah aku Padre. Aku menjiplak semua yang ada pada Padre. Aku adalah versi lain darimu.”
Leon menyeringai." Benarkah? Padre berpikir hal yang lain. Ada satu hal yang tak bisa kau jiplak. Pengaturan diri. Kau bahkan tidak bisa memilah perasaanmu sendiri dan mengenali dirimu yang sebenarnya," ucap Leon penuh arti.
“Apa maksud Padre?" tanya Ryan sengit. Tentu saja ia tahu jika Leon tengah mengkritik sikapnya.
Leo menghilangkan seringainya. "Harusnya Padre yang bertanya. Apa maksudmu Ryan?" tanya Leon balik dengan tatapan tajam. Kharismanya sebagai pemimpin klan Potente Re sama sekali belum luntur. Meskipun hampir berkepala lima, Leon masih memiliki aura yang memukau setiap mata.
Marco yang merasakan tekanan, tak bisa menahan diri untuk berlutut, sedangkan Ryan masih berdiri dengan gagahnya. Ia malah menyeringai seakan menantang ayahnya sendiri. Ryan tentu tahu, apa yang tengah Leon bicarakan saat ini. Tapi Ryan tidak mau mundur. Ryan telah memulai semua ini, dan itu artinya Ryan pula lah yang harus menyelesaikannya. Ryan tidak peduli dengan apa pun. Termasuk jika Leon mengetahui rencananya. Karena apa pun yang terjadi, Ryan akan memastikan jika semua yang ia rencanakan akan terlaksana dengan sempurna.
***
"Saat pertama kali bertemu, aku sudah mengira jika kau memang gadis yang menawan. Dan kini pemikiranku terbukti, kau memang seorang gadis yang mampu menawan hati seorang pria dengan mudah. Dan aku adalah salah satu dari para pria itu," puji Bruno.
Della sendiri sama sekali tidak senang dengan pujian tersebut. Ia terus menjaga jarak dengan Bruno yang mengajaknya berjalan-jalan di sebuah taman. Bruno tampak begitu senang dan berusaha terus mendekat dan melakukan kontak fisik pada Della yang tampak begitu cantik hari ini. Tentunya hal itu tidak terlepas dari kerja keras Lea yang menyiapkan semuanya hingga merias Della secara sempurna. Lea berharap jika Della akan menikmati kencan pertamanya ini. sayangnya, Della sama sekali tidak menikmati kencan dengan pria yang ia takuti ini.
Sibuk dengan usahanya untuk menjaga jarak dengan Bruno, Della tidak sadar jika dirinya digiring menuju sisi taman yang sepi dan agak gelap. Sisi taman yang memang jarang dikunjungi oleh para pengunjung karena pepohonan yang menjulang di sana tampak begitu menyeramkan. Karena pepohonan tinggi yang tumbuh cukup rapat, sinar matahari terkadang tidak bisa masuk dengan baik. hal itu tentu saja membuat suasana taman terasa tidak nyaman karena kurangnya pencahayaan. Sadar akan hal itu, Della pun menghentikan langkahnya dan menciut takut.
"Kak Bruno, lebih baik kita pergi dari sini. Della tidak suka di sini. Di sini terasa menakutkan," ucap Della sembari mencoba untuk menjauh dari Bruno yang berada di dekatnya.
"Kenapa terburu-buru? Aku memang sengaja membawamu ke sini. Kita akan bersenang-senang di sini. Ayo ke mari. Jangan malu-malu seperti itu.”
Della menggeleng. Ia merasa takut saat melihat wajah Bruno yang berubah menjadi begitu menyeramkan. Ah bukan berarti jika sejak tadi wajah Bruno tidak menakutkan. Tadi Bruno juga sudah terlihat menakutkan, tapi kini jelas terlihat lebih menakutkan. Di dorong oleh rasa takutnya itu, Della berbalik dan berniat melarikan diri, tapi Bruno dengan sigap menangkap pinggang Della dan secepat kilat kini Della sudah berbaring di atas rumput dengan Bruno yang menindihnya.
"Tidak perlu jual mahal, Della. Aku tahu sebuah rahasia. Kau juga pernah dipakai oleh Ryan, bukan? Mengakulah, aku tahu jika kau hanya anak pungut dari keluarga de Mariano. Bersyukurlah karena aku bermurah hati mau memungut barang bekas sepertimu dan menjadikanmu sebagai calon istriku. Jadi, sekarang lebih baik kau memberikanku pelayanan yang memuaskan, Della. Jalang kecil!" seru Bruno sembari merobek gaun bagian bahu Della dan tak bisa menahan diri untuk menelan ludah saat melihat kemulusan kulit bahu Della. Ah Bruno sudah tidak sabar mencicipi kelembutan kulit itu. Dengan sekuat tenaga Della menjerit dan berontak menolak perlakuan tidak pantas dari Bruno. Sayangnya meskipun Della berteriak hingga tenggorokannya terasa sakit pun, tidak ada seorang pun yang datang menolongnya.
Bruno menyeringai dan berkata, "Tidak akan ada yang menolongmu. Sisi taman ini sangat sepi, tidak akan ada yang datang berkunjung ke sini. Terlebih, aku telah menyebar beberapa orangku untuk menjaga kawasan ini. Bagaimana? Aku yakin jika jantungmu telah berdebar hebat, karena akan mendapatkan pengalaman baru bercinta di alam terbuka, bukan?" Bruno mengakhiri perkataanya dengan tawa menggelegar yang bekitu menakutkan.
Della menggeleng dan beringsut menjauh. Bruno semakin beringas dan berhasil mencium leher Della. Bruno jelas begitu takjub dengan kehalusan kulit leher Della itu. kelembutan yang tentunya membuat Bruno semakin ingin merasakan kelembutannya. Tak habis akal, dengan kuat Della memukul kepala Bruno. Sayangnya hal itu berhasil memantik kemarahan Bruno.
Pria itu meraung marah. Bruno menatap tajam pada Della sebelum melayangkan sebuah pukulan kuat pada perut ramping Della. Pukulan yang lebih dari cukup akan membuat seorang pria dewasa tersungkur tersebut jelas terasa sangat menyakitkan bagi Della. Rasa sakitnya terasa sangat menyiksa hingga Della terbatuk dan menangis saking sakit perutnya saat ini. Masih belum puas, Bruno menunduk dan menggigit bahu Della hingga menyisakan bekas gigitan keunguan.
Della merasakan kepalanya pening saat Bruno kembali memukulnya. Bruno menyeringai puas melihat kondisi Della saat ini. iIa sama sekali tidak mau repot memikirkan reaksi keluarga Della jika mengetahui ini. Karena Bruno yakin, jika Della sama sekali tidak memiliki posisi penting dalam keluarga de Mariano karena statusnya yang hanya anak pungut. Bruno kembali menindih Della, ia baru saja akan mencium bibir Della yang sudah tergeletak tak berdaya, tapi dirinya lebih dulu terpental jauh.
Bruno mengerang dan menatap seorang pria yang tiba-tiba datang dan kini tengah mengecek kondisi Della. Bruno bangkit dan menerjang pria itu, tapi lagi-lagi Bruno terempas karena mendapatkan tendangan dari pria asing itu. Pria itu melepas Della dengan perlahan lalu mendekat pada Bruno. "b******n tengik, beraninya kau menyentuh Della."
"Siapa yang b******n, sialan?! Kurang ajar sekali kau mengganggu waktuku. Siapa kau berani melakukan ini padaku?!"
Pria itu menyeringai. "Aku? Aku dosen di kampus Della. Perkenalkan, namaku Geon. Geon kemudian menerjang dan memberikan pelajaran pada Bruno. Saat Geon masih sibuk menghajar Bruno, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang terburu-buru."
Munculah Ryan dan Marco. Ryan yang melihat Della yang tergeletak tak berdaya, segera mendekat dan meraih Della ke dalam pelukannya. Seketika, Della yang masih memiliki sedikit kesadaran menangis dengan begitu menyedihkan. Della mengadu mengenai apa yang terjadi padanya hanya dengan tangis yang keluar dari bibirnya yang terluka. Marco membuang pandangannya, tak tega melihat kondisi Della yang sangat kacau.
Rambutnya yang biasanya tergerai lembut, kini berantakan. Wajahnya pucat pasi dengan air mata yang mengalir deras. Jangan lupakan pula luka lebam yang terlihat di sisi kening dan bahu Della. Semua itu terlihat sangat menyedihkan. Jelas saja, Marco tidak tega melihat Della dalam kondisi seperti itu.
"Stt, tenanglah!" ucap Ryan mencoba menenangkan adik angkatnya yang merangkap sebagai wanitanya itu.
Della kehilangan kesadaran saat Ryan mengeratkan pelukan pada tubuhnya. Ryan mengangkat pandangannya saat sadar jika Geon telah puas memukuli Bruno. Tentu saja Ryan tahu siapa itu Geon, Ryan tahu berkat setiap harinya menugaskan Marco untuk mencaritahu setiap kegiatan Della tiap harinya. Ya, Ryan memang suadh seperti seorang stalker yang mengetahui setiap hal yang dilakukan oleh Della.
"Sebaiknya Della segera diperiksa kondisinya, aku juga datang terlambat dan tidak tahu apa saja yang telah dilakukan oleh b******n itu pada Della."
Ryan mengangguk dan membopong Della. "Terima kasih sudah berbaik hati menolong adikku. Kau tidak perlu khawatir, aku pasti akan menjaga adikku dengan baik."
"Jika kau mau menjaga adikmu, kau harus melakukannya sejak dulu," ucap Geon sembari melirik Della beberapa detik sebelum pergi begitu saja.
Ryan menatap tajam arah kepergian Geon. "Marco, bereskan b******n yang telah membuat Della seperti ini. lalu, cari tahu lebih dalam tentang k*****t yang besar mulut tadi."
Marco membungkuk. Ryan segera melangkah pergi, sedangkan Marco mendekat pada Bruno yang sudah tak sadarkan diri dengan wajah babak belur. Marco mendesah dan menarik salah satu kaki Bruno kemudian melangkah dengan Bruno yang tertarik begitu saja.
***
"Astaga!" pekik Lea saat melihat kondisi memprihatinkan Della yang berada dalam gendongan Ryan.
Awalnya Lea memang berniat menyambut kepulangan Della selepas kencan. Lea sudah tidak sabar mendengar cerita Della tentang kecan pertamanya. Della pasti akan tampak begitu manis dengan pipi bersemu dan cerita bahagianya. Tapi Lea sama sekali tidak berpikir akan melihat sesuatu yang menyedihkan seperti saat ini.
Leon yang juga berada bersama Lea segera mendorong kursi roda Lea untuk mendekat pada Ryan yang tengah melangkah menghampiri mereka. "Lihat apa yang kalian perbuat pada Della! Bukankah aku sudah memperingatkan untuk tidak membuat Della dekat dengan b******n itu!"
Lea mematung melihat kondisi Della. Lea tentunya bisa melihat lebam di bahu Della serta bekas air mata yang menghiasi pipi Della. Tanpa sadar Lea menangis, merasa bersalah akan apa yang terjadi pada Della. Leon yang mendengar penuturan Ryan tak bisa menahan diri untuk memberntak putranya itu.
"Kurang ajar! Lihat siapa yang tengah kau ajak bicara!" seru Leon tidak senang dengan sikap kurang ajar putranya.
Ryan mengatupkan rahangnya dengan erat saat mendengar isak tangis Lea. Tentu saja ia merasa menyesal karena harus lepas kendali di hadapan ibunya dan berkahir membuat Lea menangis seperti ini. setelah berhasil menekan kemarahannya, Ryan menatap Lea dengan lembut. "Maaf karena membentak Madre barusan."
"Tidak, Ian memang benar. Madre salah karena tidak mendengar perkataan Ian."
Ryan menggeleng. “Ini bukan kesalahan Madre sepenuhnya. Ada orang yang lebih bersalah dari Madre." Ryan menatap Leon dengan tajam. seakan-akan dirinya tengah menantang ayah yang juga merupakan atasannya di klan Potente Re.
Dengan tegas Ryan berkata, "Mulai sekarang, Della menjadi tanggung jawabku. Apa pun yang akan dilakukan atau apa pun yang teejadi berkaitan dengan Della, akan berada di bawah perngawasanku."
Ryan berbalik dan membawa Della pergi. Leon mencium puncak kepala Lea sembari berbisik, "Tenanglah, Della pasti dalam kondisi baik-baik saja. Aku sendiri yang akan memastikan kondisinya."