"Sayang, pastikan nanti malam kau meluangkan waktu ya," ucap Lea saat mendapatkan kecupan dari Ryan. Lea hanya mengingatkan Ryan untuk pulang tepat waktu agar bisa makan bersama di mansion. Setelah Ryan kembali ke rumah, setelah pertengkarannya dengan Leon, Lea memang berusah untuk membuat keluarga mereka kembali dekat satu sama lain. Salah satu caranya dengan melangsungkan makan malam bersama tiap malamnya.
"Setiap malam aku selalu meluangkan waktu untuk makan bersama, Madre. Apa itu tidak cukup?" tanya Ryan. Biasanya Lea memang mengingatkannya untuk pulang tepat waktu. Tapi biasanya Lea tidak terus menekankan seperti ini. Apa mungkin aka nada acara penting nanti malam? Apa ada sesuatu yang penting nanti malam?
"Madre hanya memastikan, Sayang,” ucap Lea sembari mengusap lembut pipi Ryan dengan sayang.
Ryan pada akhirnya mengangguk. Iya, Madre. Tenang saja, aku akan memenuhi keinginan Madre ini. Sekarang nikmati waktu Madre, ucap Ryan sembari melirik Fla yang tengah menuangkan teh hangat. Diam-diam, Fla memberikan hormat pada Ryan. Tentu saja karena dirinya sudah mendeklarasikan menjadi orang yang beridiri di pihak Ryan. Fla akan menjadi mata-mata selama Ryan tidak berada di mansion. Fla yang akan mengumpulkan informasi penting sekecil apa pun itu.
Selepas kepergian Ryan, Della muncul dengan gaun rumahannya. Della segera duduk di samping Lea yang tengah mengamati bunga-bunga yang berada di rumah kaca. Madre, biar Della yang menyiram bunga-bunga Madre. Della mengambil alih semprotan tanaman dari tangan Lea, dan mulai menyiram tanaman anggrek kesayangan Lea. Tanaman Anggrek yang didapat susah payah dengan harga yang selangit. Karena itulah anggrek ini menjadi salah satu bunga yang sangat Lea sayangi, dan dirawat dengan cara-cara khusus.
"Musim dingin sudah sepenuhnya berakhir, dan musim semi sudah dimulai. Ah Madre sangat suka. Bunga-bunga yang Madre akan mekar dengan cantiknya," ucap Lea sembari membayangkan bunga-bunga cantik yang bermekaran.
Della menoleh dan tersenyum riang pada ibunya. "Della juga suka, Madre. Taman yang Madre rawat selalu terlihat indah.”
Lea mengusap pipi Della dengan sayang. "Della, jika Madre meminta sesuatu, apa Della mau mengabulkannya?" tanya Lea lembut.
"Madre sudah berbaik hati merawat Della yang merupakan orang lain di keluarga ini, mana mungkin Della berani untuk menolak permintaan Madre. Jadi, apa pun yang Madre inginkan, Della akan mencoba memenuhinya. Tapi Della mohon untuk tidak meminta uang, Della tidak memiliki uang, Madre,” ucap Della.
Lea mengerutkan keningnya dan berkata, "Hus! Della putri Madre, bukannya orang lain! Madre tidak suka jika Della berkata seperti itu. Madre merasa jika Della tidak menginginkan Madre untuk menjadi ibu Della. Dan, Madre bukannya meminta uang.”
Della menggeleng panik, takut ibunya merasa sedih dengan pemikirannya sendiri. "Della tidak pernah berpikir seperti itu, Madre. Maafkan kesalahan Della barusan. Dan sebenarnya apa yang Madre inginkan?”
Lea melirik Fla dan memberikan isyarat agar pelayan itu meninggalkan rumah kaca di mana mereka tengah berada, Lea memang ingin berbicara empat mata dengan putri kesayangannya ini. Hanya saja, Lea dan Della tidak menyadari jika ekspresi Fla sedikit berubah. Tentu saja Fla tidak senang karena dirinya tidak bisa mendengar mengenai pembicaraan antara Lea dan Della. Setelah Fla pergi, Lea kembali menatap Della dan mengangguk. "Tapi, jangan mengulanginya lagi. Jika terulang, Madre akan jatuh sakit karenanya."
"Madre tidak boleh sakit, nanti Della juga ikut sakit," ucap Della sembari menikmati usapan lembut tangan Lea. Della memang sangat menyayangi Lea, ibu angkat yang sepenuhnya menggantikan posisi ibu yang sebelumnya terasa kosong bagi Lea. Dulu Lea memang memiliki seorang ibu, tapi Lea tidak pernah mendapatkan kasih sayangnya.
Della diperlakukan seperti orang asing oleh ibu kandungnya sendiri. Della tumbuh besar dengan mendamba kasih sayang dengan begitu besarnya. Della menginginkan pelukan penuh kasih dari ibunya, sayangnya hingga ibunya itu meninggal, Della tidak pernah mendapatkan apa yang inginkan. Ya, sebegitu menyedihkannya hidup Della waktu itu. Karena itu pula, saat Lea mengulurkan tangan dan memberikan kasih tulus padanya, Della tidak bisa menahan diri untuk memberikan kasih yang sama besarnya. Della menyayangi Lea, sangat.
Lea tak bisa menahan keharuan yang menyeruak dalam hatinya. Sungguh, Lea menyayangi Della seperti putrinya sendiri. Setiap saat Lea berharap dan berdoa semoga semua hal baik terjadi pada putrinya. Jika pun Tuhan menuliskan takdir yang menyedihkan untuk Della, Lea yang sudah menasbihkan diri sebagai ibunya tidak akan tinggal diam. Dengan segala cara, Lea akan berusaha membuat takdir Della menjadi lebih baik.
"Della sudah mengatakan jika akan memenuhi keinginan Madre, bukan?" tanya Lea memastikan jawaban Della sebelumnya.
Della mengangguk membuat Lea semakin tersenyum lebar. "Kalau begitu, tolong bawa Madre ke kamar, ya. Madre akan mengatakan keinginan Madre di kamar," ucap Lea dengan begitu antusuas. Lea memang sudah merencanakan sesuatu yang ia pastikan akan membuat kehidupan Della semakin membaik dan bahagia.
Della segera bangkit dan mendorong kursi roda ibunya. Senyum lebar di wajah Lea tidak pernah surut. Dalam hatinya, Lea kini tengah merancang rencana sempurna untuk menghabiskan waktu seharian dengan Della. Kebetulan hari ini Della memang libur kuliah, jadi, Lea memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama putri kesayangannya itu.
***
Pipi Della terus bersemu saat mendengar pujian-pujian yang diberikan oleh tamu kedua orang tuanya. Della tampak tampil menawan dengan gaun hitam berlengan panjang, dengan aksen kupu-kupu putih yang timbul. Rambut cokelatnya digelung longgar, dan dihiasi sebuah jepit rambut. Wajahnya yang jelita hanya dipoles riasan tipis, tapi tampilan benar-benar memukau mata siapa pun yang menatapnya.
Semua orang tak bisa memungkiri, jika Della memang sememukau itu. Termasuk Ryan, pria itu tampak tenang duduk di kursi single dan memainkan gelas anggurnya. Sejak tadi, Ryan tengah berusaha untuk menekan emosinya. Ada yang bertanya kenapa Ryan bisa marah?
Ada beberapa alasan yang mendasari hari tersebut. Alasan yang pertama, Ryan kesal karena tidak bisa menerkam Della yang tampak tampil berbeda daripada biasanya. Ya, Della tampak menakjubkan dengan riasan minimalis yang memoles wajah jelitanya. Alasan yang kedua, Ryan tidak suka Della berpenampilan seperti itu demi menyambut kedatangan orang lain. Alasan yang terakhir adalah, Ryan tidak suka alasan keluarga rekan bisnis ayahnya bertamu.
"Sebaiknya sekarang kita membicarakannya dengan serius," ucap Leon setelah menyesap anggur merahnya. Leon menatap Alfonso--rekan bisnisnya--dengan senyum tipis.
"Tentu. Jadi, sesuai dengan rencana kita sebelumnya, kita akan menjodohkan putraku dan putrimu bukan?" tanya Alfonso pada Leon.
Della tersentak saat mendengar ucapan salah satu tamunya. Ia menoleh pada ibunya dan bertanya melalu tatapannya, apa maksudnya ini? Della dijodohkan? Jadi, permintaan Lea adalah perjodohan? Lea sendiri segera tersenyum dan mengelus tangan putrinya dengan lembut. Della kemudian menoleh pada Ryan yang kini menatapnya dengan tajam. Ia menggigit bibirnya bingung. Apa maksudnya semua ini? tanpa sadar Della melirik pada pemuda yang tampaknya seumuran dengannya. Pemuda yang tak lain bernama Bruno, pemuda yang akan dijodohkan dengannya.
Della tak bisa menahan diri untuk membuang tatapannya, saat menyadari jika ada hal yag aneh pada tatapan Bruno. Hal aneh yang terasa begitu menakutkan baginya. Della tidak menyukai itu, dan pada akhirnya jadi tidak menyukai Bruno. Baginya, Bruno lebih menyeramkan daripada Ryan. Ah tunggu, Ryan tidak terlihat menyeramkan, tapi terlihat tampan. Della merasa malu sendiri dengan pikiran yang melintas di benaknya.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, Della tidak sadar jika pandangan Bruno tidak pernah lepas darinya. Sedangkan Ryan yang terlihat tidak peduli dengan sekitarnya, diam-diam mengawasi Bruno yang beraninya meletakkan pandangan menjijikannya pada Della. Sebisa mungkin, Ryan menahan kemarahannya agar tidak menghantam wajah berengsek Bruno saat ini juga. Ah, tangan Ryan terasa gatal untuk melemparkan gelas anggur yang ia pegang pada wajah menjijikan itu.
Pembicaraan antara keluarga itu berakhir tanpa ada sanggahan dari Della maupun Ryan. Della tahu, jika dirinya harus berhati-hati tertutama ketika berbicara, jadi diriya tidak mungkin mempermalukan ibu dan ayahnya di depan para tamu. Jadi, pada akhirnya Della memutuskan untuk diam dan menunggu waktu yang tepat.
Kini setelah tamu pulang, Della tak menahan diri untuk bertanya. "Madre, apa maksudnya dengan Della yang dijodohkan? Kenapa Madre dan Padre menjodohkan Della?" tanya Della dengan wajah sedih. Jelas saja sedih, karena Della sama sekali tidak ingin dijodohkan dengan pria lain.
Lea menggeleng cemas saat melihat ekspresi sedih Della. Ia tidak memgira jika reaksi Della akan seperti ini. "Sayang, maaf Madre tidak mengatakannya lebih dulu padamu. Padre dan Madre memang memutuskan menjodohkanmu dengan mendadak. Kami, ah lebih tepatnya Madre sudah sangat ingin menimang seorang cucu. Kami sudah tak bisa lagi berharap pada kakakmu, dia sungguh sulit diatur. Tidak ada harapan lagi Madre untuk menjodohkannya. Berulang kali Madre mengatur perjodohan, tapi selalu gagal. Tapi Madre yakin, jika Della tidak akan menolak perjodohan ini. Madre memilihkan pasangan yang sangat cocok untukmu. Selain tampan, dia sopan dan baik. Madre yakin jika dirinya akan mampu membahagiakan putri Madre ini."
Ekspresi sedih Della sama sekali tidak membaik. Melihat itu Leon turun tangan. "Della sayang Padre dan Madre?" tanya Leon.
"Tentu saja. Della menyayangi kalian. Sangat," jawab Della cepat dan tanpa ragu.
"Kalau begitu, penuhi keinginan Madre dan Padre. Madremu sudah sangat menginginkan cucu. Tapi kau tidak perlu buru-buru, mulailah kencan dengan Bruno untuk beberapa kali sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. Padre tahu jika putri Padre adalah gadis yang pintar dan bijak, jadi pikirkan dengan baik-baik," ucap Leon sembari melirik Ryan yang tampak begitu tenang. Tapi jika dilihat lebih teliti, tangannya tengah mencengkram kaki gelas dengan sangat kuat.
Della termenung. Ia benar-benar tidak mau dijodohkan seperti ini, tapi ia tak mungkin menolak permintaan ibu dan ayah angkatnya. Della merasa jika dirinya tidak berada di posisi yang membebaskan dirinya untuk melakukan hal itu. Della melirik pada Ryan, berharap kakaknya itu mau menolongnya. Tapi Della hanya bisa menelan pil pahit, karena melihat Ryan yang tampak tak peduli sama sekali.
Dengan wajah murung, Della berkata, "Della ikut kata Padre dan Madre saja."
Seketika wajah Lea terlihat begitu senang. "Putri Madre memang tidak pernah mengecewakan. Seperti yang Padre tadi katakan, meskipun Madre sudah sangat menginginkan cucu, Della tidak perlu buru-buru memberikan cucu untuk Madre. Cobalah saling mengenal dengan Bruno, ya?"
Dengan berat hati Della mengangguk. "Padre, Madre, Kakak, Della permisi dulu. Della sudah mengantuk."
"Baiklah, tidur yang nyenyak ya sayang."
Della kembali mengangguk. Setelah memberikan kecupan pada orang tuanya, Della segera melangkah pergi menuju kamarnya di lantai dua. Sepeninggal Della, Ryan meletakkan gelas anggurnya dan berkata, "Aku tidak setuju jika Della dijodohkan dengan pria tadi. Aku tidak menyukainya.”
"Kenapa, Sayang? Bruno anak yang baik, Madre sudah mengenalnya," ucap Lea sedikit bingung. Biasanya Ryan tidak pernah mau ikut campur seperti ini.
"Dia tidak sebaik yang Madre lihat. Jangan memaksa Della untuk menikah dengan pria itu, Madre. Della tidak senang dengan perjodohan ini,” ucap Ryan datar seakan-akan dirinya sama sekali tidak peduli. Padahal kini Ryan tengah sangat berharap jika Lea mau mendengarkan ucapannya.
Leon berdecak, merasa jika Ryan hanya mengada-ada apa yang ia katakan. "Kami tidak memaksa Della. Putri kami sendiri yang menyetujuinya. Jangan mengacau Ryan, kami suah menyiapkan yang tebaik untuk putri kami. Kau sebagai kakak, tentunya harus tau bagaimana harusnya bersikap. Diam, dan jangan bertingkah!"
Ryan mengetatkan rahangnya dan menatap tajam pada Leon. Tentu saja Leon juga memberikan tatapan yang sama tajamnya. Ia tak senang dengan sikap Ryan ini. Saat melihat tatapan kebingungan Lea, Ryan berusaha untuk meredam kemarahannya. Ryan kira kenapa ibunya bersikeras jika dirinya harus pulang hari ini juga? Ternyata Lea mengundang tamu yang akan mengambil sesuatu yang telah menjadi milik Ryan.
Ya, yang kini Ryan tengah maksud adalah Bruno dan ayahnya. Bruno akan dijodohkan dengan Della, yang artinya akan merebut wanita itu darinya. Tidak, Ryan tidak mau sampai itu terjadi. Membanyakannya saja sudah membuat Ryan hampir meledak karena amarah. Tapi itu tidak boleh terjadi saat ini.
Ia tentu tidak boleh lepas kendali di hadapannya ibunya sendiri, atau kondisi kesehatan ibunya akan kembali menurun. "Madre, Ian pergi dulu. Marco sudah menungguku di ruang kerja."
Sebelum Lea menjawab, Ryan sudah maju dan mendaratkan kecupan di kening Lea lalu melangkah pergi. Lea yang cemas segera ditenangkan oleh Leon. "Sayang, tidak perlu dipikirkan. Mungkin Ryan sedang sedikit stress karena pekerjaannya. Biarkan saja, toh ini semua berada di tangan Della. Dan aku yakin Della tidak akan menolak keinginanmu."
"Tapi apa benar jika Della tidak senang dengan perjodohan ini? Apa perlu kita batalkan saja perjodohannya? Aku tidak mau jika sampai putri kita itu merasa sedih dan tertekan,” ucap Lea cemas. Lea memang menginginka cucu segera dan Della menikah dengan Bruno. Tapi jika semua itu tidak akan membuat Della bahagia, maka Lea tidak akan memaksa. Bagi Lea, kebahagiaan Della yang nomor satu. Lea tidak akan mengorbankan perasaan Della demi apa pun. Della adalah putri terkasihnya.
Leon menggeleng dan mengecup hidung Lea. "Tidak. Della pasti bahagia. Kau sudah mengambil keputusan yang terbaik. Della memang harus segera menikah, agar hidupnya semakin baik."
Leon lalu memeluk istrinya dengan kelembutan yang memang hanya ia tujukan pada istrinya seorang. Sementara kini, Leon tengah memikirkan sesuatu yang jelas telah mengganggunya sejak tadi. Pikirannya yang tidak lepas dari putranya itu. Leon merasa jika Ryan telah melangkah terlalu jauh. Kini Leon hanya bisa berharap jika Ryan tidak melangkah terlalu jauh dan pada akhirnya akan menyesal atas apa yan gtelah ia lakukan.
***
Della menggigit ujung bantal dengan kuat, tidak mau mengeluarkan suara yang terdengar sangat memalukan baginya. Ryan memang tengah kembali menyentuhnya. Dan sungguh, Della tidak senang jika Ryan melakukannya sembari dibarengi oleh emosinya.
Awalnya Ryan memang akan membahas pekerjaan dengan Marco di ruang kerja yang terhubung dengan kamarnya, tapi pikirannya terus mengarah pada Della. Tanpa sadar Ryan kembali menyelinap ke kamar Della. Entah kenapa, melihat wajah Della yang tengah tidur dengan damai amarah Ryan kembali tersulut. Ryan merasa kesal karena Della tampak tenang-tenang saja setelah mengenal kabar perjodohannya. Yang lebih mengesalkannya lagi kenapa Ryan yang harus merasa cemas dan bingung tak terkendali seperti ini?
Tanpa bisa berpikir lagi, Ryan segera menyerang Della dengan kasar. Hingga kini Della merintih-rintih tak berdaya di bawah serangan Ryan. Dengan hasrat yang menggebu, Ryan mengecup tengkuk Della yang telah dibasahi oleh keringat. Harum khas milik Della terasa lebih menguar saat kegiatan panas ini berlangsung. Dan jujur saja, hal ini membuat Ryan semakin b*******h.
Ada dua suara napas yang berpadu di ruangan gelap tersebut. suara yang tak lain dihasilkan oleh Della dan Ryan yang memang terengah seakan telah berlari berkilo-kilo. Ryan menyingkap rambut yang menempel di pipi Della, lalu menyeka keringat yang membasahi pipi adik angkatnya itu.
Masih dengan posisi tengkurap dan ditindih oleh Ryan, Della mencoba untuk mengatur napasnya. Sayangnya Della memang sudah terlalu lelah, hingga tak bisa menahan kantuk yang menyerang. Melihat Della yang mulai memejamkan matanya, Ryan menggeram. Kemarahan yang membakar dirinya baru mereda sebagian, dan ia tak akan membiarkan penyebab kemarahannya lolos begitu saja.
Tidak Della, aku tidak akan membiarkanmu lepas begitu saja. Selesai berkata, Ryan mengubah posisi Della dan kembali menghujam dan menghujam. Membuat Della yang baru saja akan tertidur, tersentak dan mengerang keras.
Ryan yang mendengar erangan Della tak bisa menahan diri untuk menyeringai dan kembali menunduk untuk berbisik, "Baru saja kemarin kau mengatakan cinta padaku, dan hari ini kau menyetujui perjodohanmu dengan orang lain?"
Della berusaha membuka matanya. "Kak ... ah, maafkan Della. Taah."
"Apa kau tau, aku marah karena sadar akan fakta bahwa aku peduli dengan hal itu. haha, ini benar-benar tidak masuk akal."
"Kak ... ah!"
"Diam!"
Kali ini, Della tak lagi bisa mempertahankan kesadarannya dan jatuh terlelap begitu saja karena tubuhnya yang sudah terlalu lelah. Melihat Della yang sudah tertidur, bukannya menghentikan aksinya, Ryan malah semakin menggila. Entah mengapa kemarahan Ryan tidak juga mereda, padahal dirinya sudah berjam-jam melampiaskan kemarahannya pada Della.
Ryan menutup matanya dan menikmati sensasi-sensasi yang merangkak disekujur tubuhnya. Beberapa saat kemudian Ryan membuka matanya dan mencapai puncaknya dengan sangat puas. Ia menunduk untuk menatap wajah jelita Della. Manik hijau gelapnya terlihat menakutkan kala meneliti setiap inci wajah adiknya itu.
"Jika Madre menginginkan cucu darimu, maka aku akan membantumu mengabulkannya. Aku akan membuatmu melahirkan cucu untuk Madre."
Malam itu, karena kemarahan yang tak Ryan mengerti, Ryan mengambil sebuah keputusan. Keputusan yang berhasil mengubah hidup banyak orang. Di mana Ryan dan Della termasuk di dalamnya. Keputusan yang pada akhirnya membuat Ryan merasakan penyesalan terbesar dalam hidupnya. Dan keputusan yang membuat Ryan bertemu dengan perpisahan yang menyakitkan. Ya, Ryan tidak akan pernah tau masa depan yang telah menunggunya saat ini.