02. Dibawa Ke Hotel

1350 Words
Pemuda itu pun mengetuk-ngetuk pintu kaca mobil itu. “Rhe, buka pintunya! Kita perlu bicara.” “Nggak usah! Aku ikhlas kalau putus sama kamu! Lebih baik, kamu pergi aja sana!” Rheana pun melirik Ari yang masih santai menatap ke depan dengan datar. Dia sangat geram sebab dokter itu tidak ada respect dengan dirinya yang sudah ketakutan setengah mati itu. “Hai, ayo jalan!” “Mobil saya bukan tempat persinggahan. Jadi, selesaikan masalahmu dengan pacar kamu itu,” tolak Ari. “Ck, saya mau dibawa ke hotel sama dia! Apa, Anda tidak ada berniat hati untuk menolong saya?” Ari pun menoleh ke wajah gadis berhijab pasmina putih itu dengan tatapan terkejut. “Apa? Dibawa ke hotel?” “Iya. Makanya buruan jalan! Apa, perlu saya yang menyetir?” “Tidak perlu.” Ari pun segera menarik pedal lalu mengegasnya sampai membuat pemuda itu hampir tersungkur kembali yang berpegangan pada pintu mobil. Akhirnya, gadis itu pun dapat bernapas dengan lega setelah bertemu dengan dokter dingin bak kulkas tujuh pintu. Dia pun masih mengelus dadanya sebab mahkotanya hampir di ujung tanduk. Baginya lebih baik membatalkan pernikahan dengan lelaki buaya darat seperti Vito. Dia pun sudah memiliki hati yang berusaha sabar sebab setelah ini pasti kedua orang tuanya akan mencecar dirinya dengan seribu pertanyaan yang membuat telinganya panas. “Eh, kita mau ke mana?” tanya Rheana saat melewati jalan yang cukup asing baginya. “Hotel,” sahutnya dengan santai. Gadis itu pun menolehnya. “Jangan kurang ajar kamu ya! Saya sudah lari dari mantan pacar saya, Anda malah mau mengajak saya ke hotel?” tekan Rheana dengan tatapan tajam. “Ck, siapa yang mau mengajak Anda?” “Lah itu, Anda mau bawa saya ke hotel sama seperti Vito, kan?” Lelaki itu pun menyunggingkan bibirnya. “Saya mau istirahat sendiri. Jangan ge’er, saya gak level mengajak perempuan seperti Anda.” “Oh, kirain sekalian mau ngajak saya.” “Apa?” Ari menghentikan mobilnya secara mendadak membuat gadis itu hendak terjedot area dashboard mobil. “Aduh,” keluh Rheana yang memegang dahinya. “Anda pikir, Anda siapa? Saya bukan tipe lelaki seperti pacar kamu itu dengan senang hati membawa perempuan ke hotel! Sekarang, Anda turun dari mobil saya,” seru Ari. Gadis itu pun melirik ke area jalanan yang sudah sangat sepi. Mana mungkin aku turun di sini? Gimana kalau tiba-tiba ada si Vito atau nggak begal? Mana, aku gak punya duit buat pulang. “Nggak! Saya mau ikut aja,” sahutnya dengan wajahnya yang panik. “Ikut saya? Anda tuli atau gimana? Saya mau istirahat ke hotel! Sekarang turun atau saya paksa Anda turun?” “Ck, kamu gak ada rasa kasihan dengan saya yang gak bawa handphone ataupun uang?” Lelaki itu pun mengeluarkan uang dua lembar seratus ribuan. “Nih, buat bayar ojek.” “Nggak. Saya gak mau, saya maunya dianter sama Anda titik!” tolak Rheana yang lebih memaksa. “Anda pikir saya lelaki apaan? Pacar Anda kan yang bawa Anda, kenapa saya yang harus mengantarnya?” Rheana pun menutup telinganya. Dia sangat malas berdebat dengan Ari seseorang yang sudahsangat dikenali. Namun, perlakukan Ari yang sangat dingin dan jutek membuat Rheana malas berdebat dengannya. Ponsel lelaki itu pun berdering. Dia segera mengangkat telepon dari ibu kandungnya. “Halo, Ari kamu sudah pulang belum?” tanya ibunya dari seberang sana. “Sudah, Mah. Ari malam ini mau nginep di hotel biasa aja ya,” sahut Ari dengan nada yang sangat lembut, bahkan Rheana sampai geleng-geleng kepala antara perlakuan dirinya dengan ibunya sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. “Ya sudah, jangan terlalu malam ya Nak, tidurnya.” “Baik, Mah.” “Oke, kamu masih di jalan ya? Hati-hati ya, Nak. Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam.” Ari pun menutup teleponnya terlebih dahulu. “Anak mamih,” gumam Rheana yang sangat risi baginya mendengar percakapan terlalu lembut bagi seorang lelaki. “Memang saya anak ibu. Saya keluar dari rahim ibu saya, bukan dari buaya darat,” ledeknya. Mata Rheana membulat. “Anda menghina saya?” “Memangnya, Anda merasa?” “Tidak. Tapi, bagi saya lelaki seperti itu tidak tahu pendidikan luar yang bebas di usianya yang masih senang-senang. Masa, sampai di telepon segala?” “Daripada kenal pendidikan luar sampai dibawa ke hotel? Apa kerennya dengan gadis seperti Anda yang terlihat baik-baik tapi, nyatanya tidak?” “Apa? Anda bilang apa?” Rheana menegakkan duduknya. “Dasar tuli!” Ari pun melajukan kembali kendaraannya sampai di halaman tempat parkir hotel yang akan dia inap malam ini juga. Sementara Rheana, dia sangat bingung kenapa dokter dingin itu tidak mengantarnya pulang ke rumah kediamannya. “Hai, kan saya sudah bilang untuk mengantarkan ke rumah dulu. Kenapa langsung ke hotel?” Tangan Ari membuka pintu mobilnya, dia tidak mempedulikan gadis itu yang masih membeo. Dia sudah bekerja penuh dari pagi hingga malam hari rasanya tak ingin diganggu istirahatnya oleh siapa pun. Rheana pun turun dari mobil lalu mengejar Ari yang berjalan dengan santai meninggalkan dirinya. Dia pun menarik jas putih Ari sampai membalikan tubuhnya. “Apalagi sih? Saya mau istirahat, jadi jangan ganggu saya!” “Kan saya minta tolong sekali ini aja buat nganterin saya pulang. Please, kali ini aja yang pertama dan terakhir gak bakalan minta bantuan sama Anda lagi.” Rheana memohon dengan memelas, bahkan kedua bola matanya yang mulai berkaca-kaca. Ari pun mengusap wajahnya dengan gusar, walaupun dia sudah mengenal Rheana sejak lama. Namun, dia sangat ilfeel dengan sikap dan perlakuan gadis itu. “Ya sudah masuk ke mobil!” Wajah gadis itu pun berbinar lalu berjingkrakan sampai membuat Ari geleng-geleng kepala. Ari akhirnya mengantar Rheana ke rumahnya yang hanya memakan waktu dua puluh lima menit saja dari hotel persinggahannya. “Turun!” pinta Ari. Dia sangat kesal dengan gadis itu yang tak memiliki gerakan cepat setelah sampai di depan rumahnya. “Baru sampai depan gerbang?” “Iyalah. Saya gak mau masuk, cepat turun!” “Nggak. Anda harus ikut masuk,” tolak Rheana. Dia pun membuka kaca mobil lalu melongok untuk memanggil satpamnya. “Pak, bukain gerbangnya!” “Siap, Non!” Akhirnya pintu gerbang rumahnya terbuka dengan lebar. Terpaksa, Ari pun harus masuk ke dalam yang sedari tadi gadis itu memintanya dengan paksa sebab Ari pun sudah sangat lelah ingin cepat-cepat beristirahat. “Dokter Ari, saya minta tolong untuk menemani saya menghadapi kedua orang tua saya.” Rheana mengatupkan kedua tangan di dadanya. Ari mengerutkan dahi. “Saya? Masuk ke dalam? Lupa tadi, Anda sendiri yang mengucap ini untuk pertama dan terakhir kalinya kamu meminta bantuan dengan saya? Sekarang, ayo turun!” Gadis itu pun memiliki ide cerdik untuk mencabut kunci mobilnya, bahkan Ari sampai hendak memeluknya karena ruangan bagian setir cukup sempit. “Hai, kamu sangat lancang. Kembalikan kunci saya!” “Nggak! Pokoknya, saya mau Anda harus bantu saya jelaskan kalau saya habis jalan dengan Anda.” Rheana tahu hubungan antara keluarga Ari dengan keluarganya cukup harmonis semenjak orang tua mereka sudah bersahabat dengan lama. Dengan begitu, dia pasti tidak kena omelan dari orang tuanya “Ck, licik sekali otak kamu! Pacar Anda yang ngajak, kenapa saya yang dibawa-bawa?” “Cepat, atau saya buang kuncinya!” Ari pun menendang setir itu. Dia terpaksa mengikuti kemauan gadis itu yang hendak melempar kuncinya ke arah atap. Seorang lelaki paruh baya itu pun membuka pintu rumahnya saat melihat anak gadisnya dari balik jendela kaca. “Assalamualaikum, Om,” ucap Ari yang mengulurkan tangannya. “Wa—waalaikumsalam. Dokter Ari?” sahut Refal—ayah dari gadis itu yang menerima uluran tangan dokter itu. “Yah, gak disuruh masuk? Pegel nih kaki aku,” decak Rheana dengan malas. “Ya sudah, ayo masuk. Bundamu sudah menunggumu dari tadi.” Di dalam sudah ada dua orang yang menanti kehadiran Rheana yang sedari sore pergi tanpa pamit. Seorang perempuan paruh baya itu pun sudah gatal sekali untuk menasihati anaknya. Namun, melihat seorang dokter yang sangat dikenali mengurungkan niatnya untuk mengomeli anaknya. “Rhe, kamu dari mana saja?” cecar Anissa—ibu kandung Rheana. “Diajak jalan-jalan sama dokter Ari, Bun,” sahutnya dengan santai sampai membuat dokter dingin itu menolehnya dengan panik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD