01. Diputus Calon Suami

1229 Words
“Malam ini, kita putus!” ucap seorang pemuda beralis tebal yang melepaskan cincin pertunangannya dengan gadis di hadapannya. Kedua bola mata gadis itu pun terbuka lebar. “Putus? Sayang, maksud kamu ini apa sih? Kamu gak lagi bercanda kan?” Lelaki itu pun menggeleng dengan tatapan sengit. “Nggak. Mantan pacar aku sudah mau balikan lagi. Jadi, aku minta maaf terpaksa harus melepaskan kamu, Rheana Azzari.” “Vit, kamu jangan mengada-ngada begini. Kita sudah bertunangan loh, dan hari pernikahan kita tinggal satu bulan lagi,” jawab Rheana dengan segudang rasa panik yang membara dalam dadanya. Lelaki itu pun berdiri dengan tatapan tajamnya yang sudah berniat hati meninggalkan gadis itu. Pun dengan Rheana yang ikut terbawa arus emosi setelah kekasihnya hendak meninggalkan dirinya. Tangannya pun meraih lengan lelaki itu dengan terpaksa untuk pertama kalinya. “Lepaskan!” Vito pun menepis tangan gadis itu. “Vit, kamu jangan membuat aku dan keluargaku malu! Kamu kan sudah janji gak bakalan balik lagi sama mantan kamu. Kenapa saat hari pernikahan kita tinggal satu bulan, kamu malah mau meninggalkan aku? Please, jangan lakukan ini denganku, Vit.” Rheana memohon dengan wajahnya yang memelas. Bahkan air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Dia yang memilih Vito sebagai calon suaminya, bahkan menolak perjodohan dari orang tuanya demi rasa cintanya terhadap lelaki itu yang berharap menemaninya di hari tua. Lelaki itu berdecak dengan tatapan mengalahkan seribu mata elang sekali pun. “Oke. Aku akan memilih kamu, tapi dengan satu syarat dan kamu harus memenuhi syarat ini sekarang juga!” Rheana menghembuskan napas dengan lega, akhirnya dia masih diberikan kesempatan untuk hidup bersama lelaki yang sangat dia cintai. “Ya sudah, apa syaratnya?” “Temani aku malam ini di hotel. Apa, kamu bersedia satu malam denganku?” Rheana terbelalak dengan permintaan konyol Vito yang membuat kedua alisnya menyatu seketika mulutnya pun ikut ternganga. “Vit, kamu jangan gila ya! Kita belum menikah!” “Hai, asal kamu tahu ya di luar sana yang belum menikah sudah banyak yang buka segel demi mengetahui apakah kamu itu benar-benar cinta denganku atau tidak! Dan, aku mau aku yang pertama,” ucap Vito dengan nada yang cukup tinggi. Gadis itu menggelengkan kepalanya, dia tidak mungkin memberikan sebuah mahkota berharganya kepada orang yang sangat dia cintai walaupun belum menikahinya. “Tapi, aku gak bisa, Vit. Aku tuh sayang sama kamu sejak aku kuliah bahkan sampai sekarang. Masa, kamu gak percaya sih sama aku?” “Kalau sayang itu seharusnya kamu mau tanpa ada penolakan seperti mantan pacarku. Ayolah, please lagian cuma sekali. Lagian, kita kan bulan depan bakalan nikah. Masa, kamu juga gak percaya sih sama aku?” “Tapi ….” Rheana berubah pikiran saat dibandingkan dengan para mantan lelaki itu. Dia paling malas berhubungan dengan mantan dari pacarnya itu. Rheana bahkan pernah mengubah penampilannya yang lebih terbuka tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya demi pacarnya itu. Lelaki itu pun meraih kedua tangan gadis itu yang baru kali ini Rheana membolehkan menyentuhnya. “Rhe, kamu percaya kan sama aku? Aku sama mantanku belum sampai seberani ini denganmu. Kita hanya main-main kecil, tapi aku ingin sepenuhnya dengan kamu malam ini aja,” ucap Vito dengan kedua bola matanya yang nanar. Gadis itu pun membayangkan ayah dan ibunya yang masih menunggu kehadirannya di rumah saat pergi tidak meminta izin dengannya. Akhir-akhir ini, Rheana sering keluyuran karena permintaan Vito yang selalu mendadak. Dia pun memejamkan matanya lalu segera melepaskan kedua tangannya dengan kasar. Otak dan kesadarannya masih berfungsi dengan baik untuk menolaknya. “Maaf, aku nggak bisa, Vit!” ucapnya yang lebih tegas. Lelaki itu pun mengangkat kedua alisnya. “Lho, kenapa?” “Bagiku mahkota dan harga diri itu nomor satu dari segalanya. Jadi, aku tetap menolak ajakan kamu!” “Ck, kamu tuh sok alim! Padahal aku tahu kamu juga penasaran kan? Udah deh, lebih baik malam ini kita ke hotel!” Vito pun menarik kembali tangan Rheana yang dipaksa tarik menuju ke mobilnya. Gadis itu pun menangkisnya dengan sekuat tenaga. “Vito, lepas! Aku gak mau sama bekas orang!” “Apa? Kamu bilang apa?” “BEKAS ORANG!” Lelaki itu pun menampar gadis itu sampai pipinya memerah. “Jaga ya omongan kamu! Berani sekali kau menghinaku!” Gadis itu pun melirik lelaki itu dengan tangannya yang memegang salah satu pipinya. “Apa namanya kalau sudah pernah melakukan dengan mantan, kalau bukan bekas orang!” Vito pun mencengkram tangan Rheana. “Hai, aku sudah bilang kalau belum sampai dengan dia. Aku akan melakukannya dengan kamu, biar kamu tahu aku bukan barang bekas!” Rheana pun mendorong lelaki itu, bahkan menendang bagian penting dari tubuh Vito sampai tersungkur ke tanah. “Itu sama saja. Oke, lebih baik aku tidak jadi menikah denganmu! Daripada aku berikan mahkotaku sama barang bekas murahan seperti kamu!” Dia pun berlari untuk meninggalkan private room itu. Malam ini, Rheana baru mengetahui langsung dari mulut Vito bahwa dia pernah melakukan hal terlarang dengan mantan pacarnya. Dia sudah dibutakan oleh cinta yang akhirnya sampai menyebabkan rasa sakit hati yang mendalam baginya. “Rheana, tunggu!” desis Vito saat berusaha untuk beranjak untuk mengejar gadis itu. Rheana segera keluar dari restoran itu. Hari yang sudah menjelang malam, bahkan restoran itu hendak tutup yang terletak cukup jauh dari tempat keramaian membuat dia bingung hendak lari ke mana. Deru napasnya sampai terengah-engah padahal baru saja keluar dari tempat itu. Jemarinya merogoh tas kecilnya untuk mencari benda pipih itu. “Duh, handphone aku di mana sih?” Dia meneguk salivanya sampai dahinya dihiasi keringat saking gugup dan paniknya. Dia seketika baru tersadar bahwa ponselnya masih di atas meja itu sampai lupa membawanya. Gadis itu menepuk dahinya. “Ya ampun bagaimana aku bisa pulang, kalau saja handphone aku ada di sana. Mana, aku gak bawa uang cash.” “Rheana!” Vito akhirnya mendapatkan gadis itu yang sedang berdiri di samping jalan. Gadis itu pun menolehnya dengan wajahnya yang semakin gugup. “Duh, aku harus lari dari buaya darat itu.” Dia pun berlari untuk segera menjauh darinya. Saat Rheana hendak berbelok pada tikungan itu, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang melaju untung saja dengan kecepatan tidak terlalu tinggi sehingga membuat sang pengendara dapat mengerem mendadak. “Aaa …,” Rheana berteriak sekencang mungkin dengan kedua tangannya yang menyilang di depan wajahnya. Namun, sang pengendara dapat mengeremnya secara mendadak sampai bagian depan mobil menyentuh lutut gadis itu. Rheana melirik saat Vito sedang berlari menuju ke arahnya. Mulutnya ternganga, dia sangat panik hendak berlari ke mana lagi. Otaknya yang tidak bisa berpikir cepat, dia pun akhirnya menemukan ide untuk mengetuk kaca mobil itu. “Buka pintunya cepat!” pinta Rheana dengan memaksa. Lelaki berwajah dingin itu pun hanya membuka kaca mobilnya saja. “Mobil saya bukan untuk tumpangan!” “Dasar, dokter dingin! Buka cepat, gak ada respons untuk menolong saya?” “Nggak! Nama saya bukan dokter dingin!” Jemari Rheana pun masuk ke dalam kunci pintu mobilnya sampai bisa membukanya sendiri tanpa bantuan dari lelaki itu. Dia pun langsung mengunci pintu itu dengan paksa. “Hai, ayo jalan! Anda buta atau tuli sih?” Lelaki yang berjas putih itu pun mengernyitkan dahinya. “Anda tidak ada sopan-sopannya ya dengan saya? Turun gak!” pinta lelaki itu yang bernama Ari. “Nggak, buruan! Gak lihat saya dikejar sama mantan pacar saya?” tekan Rheana gemas dengan gerakan Ari yang sangat lambat. “Mantan?” tanya Ari yang mengangkat kedua alisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD