Hari berlalu, percakapan Kafi dan supir Fara, menguap begitu saja. Sat itu, Kafi hanya diam, tanpa jawaban. Sebenarnya Kafi heran bagaimana dengan pedenya, pak supir menanyakan tanggapannya terkait Luis, kekasih Fara. Padahal, kenal dekat sama Luis saja enggak. Hanya saja, ia tahu jika Luis bermain di belakang Fara. Tapi, itu bukan hak nya ikut campur urusan mereka. Walau, ada rasa kasihan pada Fara dan kesal pada kekasih Fara, tapi sekali lagi, itu bukan urusan Kafi.
"Kafi." Satu panggilan menyentak Kafi dari lamunan. Berdiri di sana, si bos yang menatapnya heran.
"Kamu itu, lagi baca atau lagi belajar membaca ?" tanya Arsen pada Kafi yang segera sadar, jika bukunya terbalik.
Kafi nyengir pada si bos, karena ketahuan melamun.
"Nanti malam, temani aku makan malam. Untuk pakaian, sudah aku siapkan. Nanti datang saja ke butik langganan ku, mereka yang akan mengurus pakaianmu," ucap Arsen, lalu mendudukkan berat tubuhnya pada kursi kebesarannya.
Setelahnya, mereka mulai tenggelam dalam pembicaraan terkait pekerjaan.
Sementara itu, Fara tengah sarapan pagi bersama Luis, di apartemen yang disewa Fara untuk Luis. Sembari menanti rumah mereka siap untuk ditempati.
"Sayang ... rumah kita itu, jika sudah jadi, rencananya, sertifikatnya atas nama kamu. Biar kamu juga merasa memiliki, walau aku yang beli," ucap Fara sembari tersenyum pada Luis yang menatapnya kaget.
"Enggak perlu begitu, sayang. Aku ikut kemanapun kamu pergi, karena aku cinta kamu. Aku, enggak perlu harta atau kemewahan dari kamu. Kamu itu harta dan juga kemewahan yang aku miliki," balas Luis menatap Fara dengan tatapan bucin. Ya ... entah bucin beneran atau bucin pura-pura.
"Tapi, kamu tahu, kalau aku itu enggak suka penolakan. Setelah kita tunangan, rumah dan juga beberapa aset, akan aku balik nama atas namamu. Untuk perusahaan, setelah kita menikah, aku akan lebih banyak menyerahkan urusannya padamu. Kita sudah sering bahas ini, dan kamu jangan selalu menolak." Fara berbicara sambil tersenyum pada kekasih hatinya.
Rasanya sangat janggal, duduk berdua, tapi tidak bisa saling membelai tangan. Tapi, itulah yang disukai Fara. Luis sangat memahami trauma yang dialaminya.
"Aku sangat bersyukur memiliki kamu di dalam hidupku. Kamu bisa memahami trauma yang aku alami. Padahal, itu juga menyiksa dirimu. Maafkan aku, beri aku waktu untuk bisa menyembuhkannya," ucap Fara berkaca-kaca sambil masih menatap Luis yang juga membalas tatapannya.
"Jangan dipikirkan, kalau bisa aku ingin sekali memelukmu. Tapi, aku paham, jadi tetaplah tersenyum, karena aku tidak akan mempermasalhkan itu. Bagiku, kamu selalu bahagia, itu sudah cukup. Dan aku akan selalu sabar menunggu, hingga trauma itu segera pergi. Karena aku cinta kamu," balas Luis berusaha menenangkan Fara yang malah menangis.
"Hehe ... sudah, jangan menangis. Nanti aku dikira lagi menyakiti ibu bos," kekeh Luis, sambil memindahkan potongan daging ke piring Fara.
Drrrt !
Ponsel Luis bergetar, tanda panggilan masuk. Nama Jane terlihat sebagai si penelepon.
Luis tersenyum pada Fara dan meminta izin untuk mengangkatnya.
"Iya, Jane," sapa Luis setelah tersambung.
"Cepatlah, aku merindukanmu. Kamu sudah terlalu lama bersama mak lampir itu," balas Jane di seberang dengan suara kesal.
"Oh iya, aku masih bersama Ibu Fara, urus saja proposalnya, nanti aku periksa." Setelah mengatakan itu, Luis lalu mematikan sambungan telepon dan tersenyum manis pada Fara yang membalasnya tidak kalah manis.
Setelah sarapan pagi, Luis berpamitan pada Fara untuk segera ke kantor, karena nanti, dia akan menghadiri rapat, atas perintah Fara.
Tapi, Luis bukan ke kantor terlebih dahulu, melainkan ia menuju ke kondo milik Jane. Olahraga pagi sebelum rutinitas kantor.
Jane, tidur di d**a Luis setelah pelepasan mereka.
"Apa kamu tahu, jika Fara, akan menamai sertifikat rumah yang sedang dalam tahap pembangunan itu atas namaku. Hehe ... pelan-pelan, perusahaan juga akan jadi milikku." Luis berbicara sambil terkekeh pelan, menertawakan Fara, yang begitu bucin padanya.
Jane ikut senang mendengarnya. Bayangan menjadi nyonya muda bermain di benaknya.
"Aku sudah tidak sabar menanti hari itu. Menanti hari dimana kamu menjadi bos di perusahaan itu. Hari di mana, si nona menyebalkan itu, terusir dari rumah dan juga dari hidupmu," ucap Jane dengan senyum menyeringai membayangkan hari kemenangannya.
"Iya sayang, oleh karena itu, kamu juga harus bermain pintar. Jangan terlalu menuntutku untuk selau bersamamu, jika Fara sedang tidak ke luar negeri atau luar kota. Kita bertemu sekedar saja untuk melepas kangen. Setelah itu, aku akan lebih banyak waktu bersama Fara, agar dia tidak curiga." Luis meremas gundukan menggairahkan milik Jane, saat berbicara demikian, yang membuat desahn kembali lolos dari bibir Jane.
"Iya aku paham, hanya saja, terkadang aku ingin dibelai olehmu," balas Jane tanpa rasa malu sama sekali.
"Tentu saja, aku juga menyukai goyanganmu, yang tentu saja tidak bisa aku dapatkan dari Fara, si perempuan aneh, hahahaha." Luis dan Jane tertawa bersama, tawa mengejek untuk Fara.
Selesai aktivitas bercinta, Luis dan Jane menuju kantor. Tentu saja, mereka datang dengan mobil yang bebeda, agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Hari ini, Jane akan menemani Luis rapat di kantor Arsen, menggantikan Fara yang memang membiasakan Luis untuk lebih berperan. Walau Papi, kadang kesal akan hal itu. Tapi, Papi tidak ingin terlalu menekan Fara, yang merupakan copyan dirinya.
Tangan Luis sedikit nakal dengan mencubit b****g seksi milik Jane. Tapi, semua itu jelas terlihat dalam peglihatan Kafi, tentu saja tanpa mereka sadari. Kafi hendak masuk ke ruang rapat, menyusul Arsen yang telah terlebih dahulu masuk. Tapi, matanya malah ternodai oleh aksi tidak pantas atasan dan sekretarisnya. Apalagi, dia tahu jika sang atasan, milik si Bos.
"Hadeh ... bukan urusanku. Kafi ... jangan ikut campur urusan orang lain," monolog Kafi pada dirinya sendiri lalu segera masuk ke ruang rapat, begitu Luis dan Jane sudah masuk duluan.
Selesai rapat, Arsen segera kembali ke ruangannya, diikuti oleh Kafi di belakangnya. Kafi dapat melihat, jika Arsen begitu dingin pada Luis, tapi tentu saja Kafi tidak peduli.
Luis dan Jane tidak langsung ke kantor, melainkan mampir ke restoran langganan mereka, untuk makan siang.
Sebelum turun dari mobil, Luis menarik Jane untuk berciuman dahulu, serta tidak lupa meremas apa yang bisa diremas.
Tok ...tokk !
Pintu kaca mobil Luis diketuk dari luar. Sontak Luis dan Jane menghentikan ciuman mereka untuk melihat si penggangu.
Luis tercekat, melihat siapa yang saat ini tengah mengetuk kaca mobilnya.
Bagimana tidak tercekat, jika yang mengetuk adalah Fara, kekasihnya.
Jane juga tidak kalah terkejut. Bagaimana bisa, Fara tiba-tiba mengetuk kaca mobil Luis. Apa Fara melihat apa yang mereka lakukan ? tapi bagaimana bisa, sedangkan kaca mobil milik Luis menggunakan privacy glass, atau kaca riben hitam.
Luis segera membenahi penambilannya, begitu juga dengan Fara.
Mereka bersiap keluar mobil, untuk bertemu Fara.
Bagaimana selanjutnya ? Eng ing eng ....