Bab 3 Ama

1486 Words
Anna masuk ke dalam kamar dan menguncinya, tubuhnya langsung merosot dan tangisannya pun pecah. Oh Tuhan yang benar saja ia baru saja dibentak oleh Dewa, Dewa yang berstatus sebagai suaminya. Padahal selama ini Anna tak pernah menerima perlakuan kasar sekalipun. Ayahnya bahkan selalu memanjakannya sejak kecil, tak pernah sekalipun membentak-bentaknya seperti ini. Anna tentu saja merasa amat sakit hati, tak terima dan merasa sangat terhina atas perlakuan Dewa padanya. "Hiks, Awas kamu pak tua, kamu pikir aku gadis lemah yang bakalan diem aja kamu tindas kayak gini ha? Kamu pikir kamu bisa berlaku seenaknya terus-terusan sama aku? Sekarang permainan baru dimulai, aku bersumpah akan membuat kamu jatuh cinta sama aku dan bertekuk lutut dibawah tekananku." Wajah Anna kini tampak berapi-api, penuh dendam dan penuh akan ambisi. Meskipun tujuannya menikah dengan Dewa karena demi uang, namun Anna tentu tidak akan terima jika suaminya itu memperlakukannya selayaknya orang asing seperti ini. Bagaimana mungkin Dewa bisa menganggapnya orang asing dan orang lain padahal mereka berdua sudah menikah. Kenapa pria tua itu begitu sangat kejam dan tak punya perasaan seperti ini. Padahal Anna sudah mencoba bersikap baik dan berusaha menjadi istri yang baik untuk Dewa, namun sepertinya pria itu tak menginginkannya sama sekali. *** Steven kini menatap wajah Diora dengan takut-takut, pasalnya Diora terus menatapnya dengan tatapan tajam. Namun karena melihat sang opa memarahi amanya, Steven tentu saja merasa tak tega dan ingin mengadukan Diora kepada Dewa. "Ambilkan Steven minum Diora cepat!" Titah Dewa pada Diora. "Baik pa." Diora pun segera menuju dapur untuk mengambilkan putranya minum. Steven tampak menangis dalam diam, dan hal itu pun membuat Dewa merasa cemas. "Stev ada apa? Kenapa kamu malah nangis? Anna berbuat apa sama kamu?" Tanya Dewa pada sang cucu. "Mama yang jahat opa... Hiks hiks." "Mama jahat bagaimana maksud kamu?" "Mama tadi pagi cubit aku, katanya aku nggak boleh dekat sama Ama, padahal aku suka sama Ama, Ama baik sama aku. Terus waktu Ama mau pergi belanja, aku ikutin dia terus masuk ke mobilnya. Aku maksa ikut, aku mau ikut Ama opa... Maafin aku..." Dewa pun langsung terkesiap, ia tahu betul jika cucunya tidak pernah berbohong. Jika sudah begini, lantas apa yang sudah ia lakukan pada Anna tadi, kenapa ia begitu jahat dan kasar pada istrinya? Dewa sudah sangat keterlaluan pada Anna. "Kenapa hiks, kenapa opa marahin Ama? Ama nggak salah opa, kenapa opa jahat sama Ama?" Tangisan Steven pun semakin terdengar memilukan, bocah enam tahun itu tak peduli meskipun Diora memarahinya nanti. Ia lebih takut Anna menjauhinya daripada kena marah oleh Diora. "Pa! Papa lebih percaya sama ucapannya Steven? Dia masih kecil pa... Bisa aja dia bohong." Seru Diora yang baru saja datang dari arah dapur. "Diam kamu!" Suara Dewa yang berat dan penuh amarah membuat Diora langsung mengatupkan bibirnya. "Papa sudah pernah bilang sama kamu dan Damian kalau papa paling benci jika kalian sampai menerapkan kekerasan fisik untuk mendidik anak-anak kalian. Apa kamu lupa? Atau memang pura-pura lupa Diora? Kamu itu anak tertua, harusnya kamu lebih mengerti dan bisa memberikan contoh. Tapi hari ini, kamu benar-benar sudah membuat papa merasa bersalah dan malu kepada Anna. Dan asal kamu tau, Steven tidak mungkin berbohong pada papa. Papa tau betul siapa cucu papa, dia masih sangat kecil, mana mungkin dia bisa merangkai kebohongan seperti itu." "Tapi pa..." "Kalau kamu masih bersikap keras pada Steven dan bersikap kurang ajar pada Anna, maka silahkan kamu pergi dari mansion papa. Silahkan kamu kembali pada Thomas." Mendengar nama mantan suaminya disebut, membuat Diora langsung menatap tajam kearah Dewa. "Pa! Papa nggak sayang sama aku? Kenapa papa malah suruh aku balik ke laki-laki penyakitan kayak Thomas?" "Dia sedang sakit Diora dia butuh perhatian kamu, harusnya kamu yang berada disisinya bukan Raisa. Sudah enam tahun kamu meninggalkan dia, bahkan sejak Steven masih dalam kandungan kamu, kamu pergi meninggalkannya sendirian, bahkan kamu juga meninggalkan Raisa." "Pah..." Diora pun mulai menitikkan airmatanya, ingatan tentang putri pertamanya yang kini sudah tumbuh remaja membuat Diora tak kuasa menahan kesedihan. "Kamu sangat mirip sekali dengan mendiang mamamu. Kalian gampang bosan dan selalu bersikap egois tanpa mau memikirkan perasaan orang lain. Untung Thomas adalah pria yang baik, dia bahkan sangat mencintai kamu, oleh sebab itu dia membiarkan kamu pergi asalkan kamu bisa bahagia." Setelah mengatakan hal itu, Dewa pun segera mengambil minuman untuk Steven. "Satu hal lagi. Papa menikahi Anna bukan hanya untuk menyelamatkan perusahaan Richard, tapi karena papa memang butuh pendamping hidup untuk menemani sisa hidup papa." Imbuh Dewa. "Tapi kenapa harus dia pa? Dia itu cuma wanita muda pengincar harta papa. Lihat masih beberapa hari disini tapi dia udah morotin uang papa." "Papa yang menyuruhnya. Memang apa salahnya? Dia istri papa, dia berhak mendapatkan segalanya dari papa." Setelah mengatakan hal itu, Dewa pun segera beranjak menuju kamar Steven untuk menidurkan Steven yang tampak mengantuk. Diora sendiri kini tampak terdiam tak tahu lagi harus berbuat apa pada Anna. Ia jelas takut akan ancaman dari Dewa. Diora tak mau meninggalkan rumah ini, dan ia tak mau kembali lagi pada Thomas. *** Setelah menidurkan Steven, Dewa kini beranjak menuju kamarnya. Saat ingin menyentuh handle pintu, Dewa tampak merasa ragu. Bayangan Anna yang tengah menangis langsung terlintas diotaknya. Dewa sungguh merasa bersalah karena sudah membentak-bentak istri mudanya itu. Dewa bahkan merutuki segala ucapan yang ia lontarkan kepada Anna tadi, seharusnya ia tak sepantasnya bicara seperti itu pada Anna. Gara-gara provokasi Diora, Dewa yang memang gampang tersulut emosi ketika sedang lelah langsung memuntahkan kemarahannya kepada Anna. Sekarang Dewa menyesal, dan penyesalannya pun sudah tak ada gunanya lagi karena Anna mungkin kini sudah sangat membencinya. "Anna!" Panggil Dewa yang sudah masuk ke dalam kamarnya. Namun sayangnya ia tak menemukan Anna di dalam kamar, pikiran Dewa pun sudah bercabang kemana-mana, namun saat melihat istrinya baru keluar dari kamar mandi iapun langsung merasa amat lega. Setelah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk, Anna tiba-tiba saja melepaskan handuknya begitu saja tanpa peduli akan kehadiran Dewa. Dewa sendiri langsung terkejut dan memalingkan tubuhnya membelakangi Anna. "Apa yang kamu lakukan?" Pekik Dewa, namun Anna sama sekali tak mempedulikannya. Nafas Dewa kini sudah kembang kempis karena melihat tubuh telanjang Anna yang sangat menggairahkan. Lihat celananya kini bahkan langsung menggembung. Setelah sekian tahun lamanya Dewa berpuasa, dan saat ini adiknya langsung terbangun hanya karena melihat tubuh telanjang Anna. Anna benar-benar melancarkan aksi balas dendamnya, senyum sinisnya langsung terukir ketika ia melihat Dewa tengah merapatkan kedua kakinya. Dasar laki-laki dan segala hasratnya, awas saja, Anna akan membuat Dewa menderita setengah mati. "Anna! Saya ingin bicara." Seru Dewa sembari berjalan tertatih menuju walk in closed yang tengah terbuka. Dapat Dewa lihat disana Anna sedang mengganti pakaiannya, Anna bahkan tak mengenakan bra, kedua dadanya tampak membusung dengan begitu indahnya membuat Dewa langsung menggelengkan kepalanya dengan keras. "Anna!" Karena Anna masih terus mendiamkannya, Dewa pun mulai mendekati istrinya, meskipun ia harus menahan segalanya mati-matian, Dewa tak peduli, ia harus segera meminta maaf kepada Anna karena sudah melukai perasaan gadis itu. "Maafkan saya, maaf atas sikap saya tadi. Saya sudah sangat keterlaluan sama kamu. Diora membohongi saya dan saya sudah tau yang sebenarnya setelah Steven menceritakan semuanya barusan." Ungkap Dewa pada Anna sambil menundukkan kepalanya, Dewa takut melihat Anna, Anna seperti magnet, Dewa takut menelan ludahnya sendiri. "Hmh, enak banget minta maafnya." Gumam Anna dengan senyuman sinis. "Saya merasa sangat bersalah sama kamu Anna." Imbuh Dewa. "Asal kamu tau. Sikap kamu tadi membuat aku sadar akan posisi aku disini sebagai apa. Ya benar, aku ini cuma orang asing. Aku ini cuma barang yang dijual sama papaku untuk melunasi hutang-hutangnya. Aku ini bukan istri kamu om Dewa. Status istri itu cuma alibi. Makasih karena om udah buat aku sadar atas posisi aku. Dan karena aku ini cuma orang asing, maka mulai detik ini aku akan tidur di sofa. Lebih baik kita nggak saling kenal. Aku akan tetap melaksanakan tugasku sebagai babumu, akan aku siapkan segala keperluanmu tanpa kamu minta, kamu mau nolak silahkan, aku nggak peduli. Karena aku ini cuma pembantu, bukan seorang istri. Aku nggak mau disuruh ngabisin uang kamu doang, aku akan bekerja, ya sebagai pembantu kamu. Adilkan?" "A-anna, bukan begitu maksud saya, saya ha-" "Shut up!" Ucapan Anna barusan langsung membuat Dewa terdiam tak berkutik. "Kita berdua memang nggak punya perjanjian. Dan aku pikir kamu mau menjadikan aku sebagai istri kamu yang sesungguhnya. Tapi ternyata enggak. Aku yang terlalu PD. Oleh sebab itu, sekarang aku akan turuti kemauan kamu. Kita hidup satu rumah namun kita berdua nggak akan campuri urusan masing-masing. Jangan pernah peduliin aku dan aku nggak akan pernah peduli sama kamu." Setelah mengatakan itu, Anna pun langsung tersenyum puas lalu segera merebahkan diri diatas sofa bed yang terdapat didepan ranjang king size milik Dewa. Dewa sendiri langsung terpaku, mencerna semua ucapan Anna yang membuatnya merasakan rasa sesak yang tak pernah ia alami sebelumnya. Entah kenapa Dewa merasa sangat menyesal karena sudah menolak Anna kemarin. Padahal gadis itu sudah berbaik hati mau menerima pria tua seperti dirinya, namun Dewa malah menyakitinya. Dan sekarang Dewa harus menanggung segala akibatnya karena sudah bermain-main dengan seorang Lavina Annabella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD