Segelas s**u

1266 Words
Kak Dean dan Kak Vero masih terus menatapku membuat aku jadi sedikit gugup. “Ada apa dengan kamu, Keana? Apa ada yang membuat kamu terganggu?” Tanya Kak Vero. Aku tidak tahu harus menjawab apa tapi tiba-tiba Kak Dean menyahut, membuat aku jadi sedikit berterima kasih padanya sekalipun aku masih ketakutan. Oh ayolah, yang mana yang harus aku percaya? Tatapan khawatir mereka begitu nyata terpancar. “Dia bertemu anjing besar ketika mengajak Chiko jalan-jalan tadi sore. Apa itu yang masih mengganggumu?” Tanya Kak Dean. Aku menatap mereka bergantian. Tidak ada cara lain.. hanya ini yang bisa sedikit membuat aku selamat “Aku hanya masih terbayang dengan anjing itu” Jawabku pelan. Kak Vero tertawa diikuti Kak Dean yang terkekeh. Aku jadi menatap mereka dengan was-was. Apa maksudnya ini? “Kamu memelihara anjing tapi takut dengan anjing lain? Coba bayangkan bagaimana keadaan kedua Kakakmu ini ketika tahu kamu ingin merawat anjing?” Tanya Kak Vero masih dengan tertawa. Aku jadi menatap mereka lamat-lamat. Apa yang sedang aku curigai? Kedua Kakakku ini? Lagipula apa yang mereka lakukan? Mereka benar-benar menyayangiku, terlihat jelas bagaimana tatapan mereka. Tapi, lagi-lagi percakapan sore tadi menguasai otakku. Aku masih punya kemampuan mendengar yang baik, tidak mungkin aku salah mendengar. “Aku minta maaf..” Kataku pelan. “Hei, tidak perlu seperti itu. Kami berdua sudah terbiasa dengan Chiko. Lagipula dia anjing yang pintar” Kata Kak Vero lagi. Mataku bergerak cepat ketika mendengar suara pintu berderit. Suaranya pelan, tapi telingaku menangkap dengan sangat jelas. Ini artinya telingaku berfungsi dengan baik sehingga kemungkinan apa yang aku dengar tadi sore adalah nyata. Papa muncul bersama dengan Mama yang membawakan segelas s**u dingin untukku. Aku tahu ada es batu di dalam gelas itu karena setiap malam Mama memang selalu membawakan segelas s**u sebelum aku tidur. Setelah meminum s**u aku selalu merasa tidurku sangat nyenyak hingga tidak bisa terganggu oleh suara apapun. Aku menatap segelas s**u itu, apa aku harus meminumnya saat ini? Di hari-hari yang lalu aku pasti menegak s**u itu tanpa khawatir, tapi saat ini, di kondisi seperti ini? Kurasa aku akan kesulitan! “Kamu baik-baik saja, Keana??” Tanya Papa yang juga ikut duduk di tepi ranjangku. Bagus sekali! Aku terus ketakutan sepanjang makan malam dan mereka malah berada di kamarku saat ini. Berkumpul di kamarku! Mataku bergerak ketika melihat Mama malah mendekati kepalaku, oh Tuhan apa yang terjadi? Aku sudah menjauhkan tubuhku ketika Mama malah menaruh segelas s**u ke atas nakas yang berada tepat di samping kepala ranjangku. Oh sial! Mereka jadi kembali menatap aneh ke arahku, apalagi Kak Dean dan Kak Vero yang tidak bisa menyembunyikan tatapan curiga mereka. Mama tiba-tiba duduk di dekat kepalaku. Tersenyum sambil mengusap kepalaku. Oh Tuhan, tubuhku bergetar seketika. Ini menakutkan! “Ada apa? Kamu terlihat ketakutan” Tanya Mama sambil mengernyitkan dahinya. Mataku menatap ke sekeliling, melihat bagaimana mereka semua yang membuat aku takut malah berkumpul di kamarku. Tolong sadarkan aku! Ini semua apa?? “Aku.. aku hanya sedikit kaget karena.. karena melihat darah di kakiku” Jawabku sambil menatap mereka. Mencoba meyakinkan lewat tatapan bergetar penuh ketakutan ini. “Baiklah, ini malam yang sedikit kacau. Mama harap segelas s**u dingin bisa memperbaiki suasana hatimu” Mama berucap sambil mengecup keningku. Aku mencoba untuk tenang. Mataku menangkap Kak Dean yang sedikit melirik Kak Vero. Seperti ada yang ingin mereka katakan lewat tatapan itu. Dan aku tentu tidak salah mengartikan tatapan itu.. Jadi, mataku kembali kugerakkan, menatap segelas s**u yang sekarang sedang Mama ulurkan tepat di depanku. Tidak, aku tentu tidak bisa meminum s**u ini karena sumber kecemasanku sekarang yaa adalah segelas s**u dingin ini! Aku menatap Mama yang masih mengulurkan segelas s**u. Tampak biasa saja, sama seperti malam-malam yang lalu. Tidak ada tatapan apapun. Jadi, aku putuskan untuk mengambil s**u itu. Menggenggam gelasnya kuat-kuat dan menaruh kembali ke atas nakas. Mataku menangkap jika Mama sedang mengernyitkan dahi. “Aku akan minum sebentar lagi. perutku masih kenyang..” Kataku pelan. Mereka semua menatapku sambil tersenyum. Satu detik aku kembali percaya pada mereka, tapi di detik selanjutnya percakapan itu kembali terdengar di telingaku. Aku bahkan tidak sadar jika tiba-tiba menutup telingaku dan menatap mereka dengan penuh ketakutan. Oh tidak! “Ada apa Keana??” Mama bertanya ketika memperhatikan gelagat anehku. Bukan hanya Mama mereka semua menatap bingung ke arahku. “eh.. aku.. aku ingin istirahat. Bisakah aku tidur saat ini??” Tanyaku sambil menatap khawatir. “Benar, kamu harus istirahat.. sebaiknya kita biarkan Keana tidur.” Kata Papa sambil bangkit berdiri. Membuat Kak Dean dan Kak Vero ikut bangkit. Hanya tinggal Mama yang masih setia di posisinya. Kuharap mereka segera pergi.. “Kalian duluan saja, aku akan menunggu hingga Keana minum s**u” Kata Mama. Aku segera menggelengkan kepalaku. Sial! Ini menyulitkanku karena aku masih merasa kebingungan. Aku sungguh tidak ingin meminum s**u ini! Setidaknya sampai aku memastikan satu hal. “ee, aku akan minum nanti. Bisakah Mama meninggalkan aku sendiri? Aku ingin sendirian dulu..” Kataku pelan. Aku tidak pernah menolak Mama yang ingin menemaniku. Sifat manjaku pasti akan selalu membiarkan Mama berada di dekatku. Jadi, aku semakin khawatir ketika melihat mereka semua menatapku dengan penuh tanya. Aku harus bilang apa? Rasa takut dan curiga ini terlalu mengendalikan diriku. Membuat aku sendiri bingung harus melakukan apa. “Baiklah, Mama akan menunggu di dapur hingga gelas ini kosong. Panggil pelayan saja nanti, yaa? Biar mereka yang membawa gelas ini ke dapur” Kata Mama sambil mengusap kepalaku pelan. Aku menghela napas ketika mereka mulai melangkahkan kaki untuk keluar dari kamarku. Terdengar jelas bagaimana pintuku di tutup dengan pelan. Baiklah, aku berada di kamarku sendiri saat ini. Aku hanya harus memikirkan apa yang terjadi setelah ini. Gelas s**u ini harus kembali ke dapur dalam keadaan kosong agar tidak membuat Mama curiga. Sayangnya, aku juga ingin tahu apa yang ada di dalam s**u ini setelah melihat bagaimana tatapan kedua kakakku tadi. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana tatapan mereka yang pasti aku yakin, ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Dan s**u ini.. tunggu dulu, kurasa aku punya ide. “Chiko?” Panggilku. Tidak lama kemudian, dari arah kamar mandiku muncul seekor anjing yang sudah menjadi temanku sejak 4 bulan ini. Aku dilarang memelihara dia di dalam kamar, tapi apa boleh buat? Aku tidak akan membiarkan Chiko tidur sendirian. Dan ide untuk membawa Chiko ke dalam kamar rupanya sedikit membantuku. Aku menuangkan segelas s**u ke dalam wadah tempat Chiko biasa minum, wadah ini ada di dekat tempat tidur sehingga aku tidak perlu banyak bergerak untuk mengambilnya. Chiko segera menghabiskan s**u dingin yang seharusnya milikku. Aku menatap reaksi yang akan dia tunjukkan. Ide untuk mencurigai keluarga sendiri memang sangat buruk! Tapi mau bagaimana lagi? Semua ini membuat pikiranku tidak tenang. Hingga.. hampir 15 menit kemudian Chiko tergeletak di dekat tempat minumnya. Napasku tercekat, tanganku bahkan kembali bergetar ketika tidak melihat ada pergerakan di tubuh Chiko. Oh tidak! Dengan tanganku, aku meraih anjing besar itu, membawanya naik ke tempat tidur untuk melihat keadaannya. Napas Chiko teratur, begitu pula dengan detak jantungnya, tapi.. Chiko sama sekali tidak merespon sentuhan di tubuhnya. Anjing ini seperti berada di batas kesadaran. Hal yang membuat aku jadi semakin tercekat. Ini pasti obat tidur dengan dosis tinggi! Astaga! Apa yang terjadi di keluargaku? Aku mendengar suara pintu berderit, dengan cepat aku menutupi tubuh Chiko menggunakan selimut. Mataku menangkap seorang pelayan masuk ke dalam kamar sambil tersenyum ramah padaku. “Apa Anda sudah menghabiskan s**u itu??” Tanyanya. Aku menatap gelas kosong yang ada di tanganku. Untungnya Chiko sudah menghabiskan semuanya sebelum dia tidur. Aku jadi merasa bersalah pada anjing malang ini. “Iya. Bisa tolong bawa ke dapur dan mengatakan pada Mama kalau aku sudah menghabiskannya??” Dia mengangguk sambil menerima uluran gelas kosongku. “Kalau membutuhkan sesuatu bisa memanggil saya saja” Aku diam saja sambil melihat dia mulai berjalan menjauh, menutup pintu kamarku hingga hanya tersisa aku sendiri di tempat ini. Dengan tangan yang masih gemetar karena ketakutan, aku mencoba bangkit berdiri sekalipun kakiku juga masih terasa nyeri. Ini menyusahkan.. Padahal ada sesuatu yang ingin aku lihat di luar kamar. Sebenarnya, untuk apa Mama memberiku segelas s**u berisi obat tidur? Apa yang ingin dia lakukan dengan ini semua? Pikiranku kembali bergerak, pasti apa yang aku dengar tadi sore adalah kebenaran. Oh tidak, jika benar itu terjadi.. aku tidak tahu harus berbuat apa.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD