6. Jauh di Mata dekat di Hati

2056 Words
"Maa ajmala an tajida qolban yuhibbuka duna an yutholibuka bi ayyi syaiin siwaa an yarooka bikhoirin." (Begitu indahnya jika kau menemukan hati yang tidak pernah menuntut apa-apa padamu kecuali sebatas keinginan untuk melihatmu dalam keadaan bahagia.) ---- Pagi ini sebelum berangkat menuju gedung Aslan Group, Alinna tampak memarkirkan mobilnya di pelataran rumah sakit Sentra Medika. Atas saran Alissa, hari ini ia akan menjalani pre marital check up sebelum melangsungkan pernikahan. Begitu sampai di lobby rumah sakit, Alinna langsung mengarahkan kakinya menuju ruang praktik Alissa yang ada di lantai dua. Akan tetapi, baru saja hendak memasuki lift, dari arah belakang, muncul dua orang pria yang salah satunya memanggil nama Alinna. "Abang Al ... " sahut Alinna setelah menoleh ke sumber suara. Di sana, ia mendapati sosok Alfatih yang melempar senyum ke arahnya. "Udah lama banget nggak ketemu." Alfatih mengangguk. Ia juga lupa kapan terakhir kali bertemu dengan Alinna. Bahkan, saat Chava melangsungkan acara aqiqah pun Alfatih tidak bisa hadir karena harus menjalankan operasi salah satu pasien yang mengidap penyakit jantung. "Iya, kamu apa kabar? Umi sama Alanna gimana? Lama banget nggak ketemu kalian," balas Alfatih. Selama ini, ia memang lebih sering bertemu dengan Chava karena kebetulan mantan kekasihnya itu sering mengunjungi Ashraf di rumah sakit. "Alanna sama Umi alhamdulilah baik. Kapan-kapan main ke rumah. Abang udah lama banget nggak pernah singgah." Alfatih tersenyum. Semenjak pindah ke luar negeri, ia memang belum pernah lagi sekali pun berkunjung ke rumah Alinna. Padahal dulu saat menjadi tetangga, hampir setiap hari ia main ke rumah Chava. Ia ingat benar bagaimana dekatnya dulu dengan keluarga Alqadrie tersebut. "Iya, Insya Allah nanti ada waktunya buat singgah. Oh, ya, kenalin ini dokter Elfathan. Beliau teman Abang sekaligus dokter syaraf yang praktik juga di rumah sakit ini." Alinna langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah pria tinggi semampai yang berdiri di sebelah Alfatih. Mengangguk sopan seraya menyapa. "Salam kenal, Kak. Saya Alinna." "Elfathan," sahut pria itu singkat. "Kamu ngapain ke rumah sakit? Mau periksa atau mau ketemu Ashraf?" tanya Alfatih kemudian. Baru kali ini juga ia berpapasan dengan bungsu Alqadrie itu. "Ceritanya hari ini aku mau ketemu kak Alissa. Dia saranin buat jalani pre marital check up." "Pre marital check up?" Alfatih langsung menautkan kedua belah alis matanya. Ia tampak sekali terkesiap setelah mendengar apa tujuan dari adik mantan kekasihnya itu datang ke rumah sakit pagi ini. "Kamu mau nikah?" tanyanya sekali lagi memastikan. Lama tidak berjumpa, sekali bertemu ia malah mendapat kabar kalau bungsu dari keluarga Alqadrie itu mau melangsungkan pernikahan. "Iya, Abang." Alinna mengangguk seraya tersenyum. "Insya Allah beberapa bulan lagi acaranya. Kalau nggak sibuk, Abang jangan lupa untuk datang." Alfatih tersenyum. Sebagai orang yang sudah lama mengenal Chava, Alinna serta Alanna, ia turut senang mendengar berita baik ini. "Insya Allah. Kalau nggak ada jadwal operasi, Abang pasti datang ke acara pernikahanmu." "Ya udah kalau begitu, Alinna permisi dulu. Lain kali kita ngobrol lagi." "Oke. Sampai jumpa lain waktu." Selepas bercengkrama sejenak dengan Alfatih, Alinna melanjutkan kembali rencananya untuk melakukan pemeriksaan di ruangan Alissa. Ia sadar, melakukan serangkaian pemeriksaan seperti ini pasti membutuhkan banyak waktu. Beruntung ketika sampai di depan ruangan, terlihat tidak ada satu pun pasien yang sedang mengantre. Perawat yang sedang berjaga akhirnya langsung mempersilakan Alinna untuk segera masuk menemui Alissa. "Assalamualaikum, Kak." Alissa yang tadinya begitu fokus menulis sesuatu di meja kerjanya langsung menoleh. Menghentikan kegiatannya sejenak lalu mempersilakan Alinna untuk segera duduk. "Kakak pikir kamu nggak jadi singgah." "Nggak dong. Kan udah janjian. Tadi pas di bawah aku ngobrol dulu bentar sama Abang Al," jelas Alinna. Wanita itu langsung mendaratkan tubuhnya pada kursi yang terletak tepat di depan meja kerja Alissa. "Oh, kamu sempat ketemu Alfatih?" Alinna mengangguk sekali. "Iya, dia bareng dokter Elfathan kalau nggak salah. Kayaknya mau pergi ke ruang operasi." "Ya udah, sekarang kalau gitu, kita ke Lab aja. Kamu cek golongan darah terlebih dahulu." Sesampainya di laboratorium rumah sakit, Alinna langsung di tuntun oleh perawat untuk memeriksakan golongan darah serta melakukan tes kelainan darah. Tes ini memang perlu dilakukan untuk mengecek apakah ada penyakit thalassemia dan hemofilia pada tubuh pasien. Selain itu, tes ini juga penting dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan darah yang nantinya bisa mengganggu kesehatan janin ketika kelak Alinna mengandung. "Harusnya, kamu melakukan pemeriksaan bareng Rayhan. Jadi bisa ketahuan apakah salah satu dari kalian memiliki kelainan atau sama-sama dalam keadaan sehat," jelas Alissa. "Yah, terus gimana dong? Kak Rayhan lagi ke Jogja beberapa hari ini." Alissa tersenyum. Tangannya terulur menepuk pelan pundak Alinna. "It's, Ok, Na. Nanti kalau Rayhan udah pulang dan ada waktu, dia bisa nyusul untuk periksa." "Alhamdulilah kalau nggak kenapa-kenapa." "Tenang aja. Nggak perlu khawatir. Eh, ngomong-ngomong, gimana perasaanmu setelah tunangan sama Rayhan? Nggak nyangka banget akhirnya kamu mau terima dia." Alinna tersenyum tipis. Jangankan Alissa, ia sendiri sampai detik ini masih tidak percaya kalau pada akhirnya menerima lamaran Rayhan. Padahal sedari awal Alinna sudah berusaha untuk menangkal hatinya agar tidak jatuh cinta pada pria yang berprofesi sebagai pengacara itu. "Mungkin udah jodohnya kali, Kak," jawab Alinna diplomatis. "Alhamdulilah. Kakak doain hubungan kalian langgeng. Lagian, dari zaman SMA kakak udah kenal Rayhan. Dari dulu emang selektif banget kalau cari pasangan. Dia juga cowok yang baik dan bertanggung jawab. Itu sebabnya, kakak yakin Insya Allah Rayhan pasti bisa jaga kamu dengan baik nantinya." "Aamiin. Makasih banyak doanya, Kak. Semoga hubungan kami sesuai dengan apa yang diharapan," doa Alinna. "Terus, setelah ini aku harus periksa apalagi, Kak?" tanya wanita itu tampak antusias. "Setelah ini bisa tes penyakit menular dilanjut tes penyakit ginetik dan terakhir pemeriksaan pencitraan. Seperti USG dan rontegen paru-paru, hati, pankreas, ginjal dan bagian tubuh vital lainnya." Alinna mengangguk paham. Dengan sabar ia mengikuti seluruh perintah yang diberikan. Menjalankan satu per satu prosedur sampai akhirnya selesai dan memilih untuk segera pergi menuju gedung Aslan Group yang ada di pusat kota Jakarta. **** Setelah beberapa hari yang lalu keluarga besar Alqadrie dan Elhaq Alaydrus menyelenggarakan prosesi Khitbah, maka malam ini giliran acara Fatihah dilangsungkan. Kembali dilaksanakan di kediaman Alinna, prosesi Fatihah berjalan dengan mulus dan khidmat. Fatihah sendiri adalah acara pembacaan doa (Alfatihah) yang hanya dihadiri oleh keluarga inti dari kedua belah pihak saja. Prosesi fatihah dijadikan sebagai simbolis bahwa calon mempelai wanita sudah menerima pinangan dari calon mempelai pria. Uniknya di dalam acara ini calon mempelai pria tidak diperkenankan untuk menghadiri acara tersebut. Itu sebabnya, penyematan cincin pada Alinna hanya di wakilkan oleh Eliza dan Raima saja. "Alhamdulilah ... Umi nggak sabar liat kamu dan Rayhan resmi jadi suami istri," bisik Eliza setelah selesai menyematkan cincin berlian di jari manis Alinna. Rayhan sebenarnya sudah sangat lama menyiapkan cincin berlian berbentuk Cushion keluaran Buccellati tersebut. Awalnya, cincin ini ingin ia hadiahkan untuk ulang tahun Alinna. Tapi, karena wanita itu mau menerima lamarannya beberapa waktu yang lalu, Rayhan berpikir ketika ulang tahun nanti, mungkin ia akan membelikan kado dalam bentuk lain. "Iya, Na ... " Raima ikut menimpali. "Kak Rima juga nggak sabar liat kamu sama Rayhan nikah. Enak, ntar ada partner buat ngobrol trus sharring. Kalau sama Rayhan nggak asyik, banyakan berantemnya." Alinna tertawa kecil mendengar ucapan Raima. Rayhan itu sebenarnya bukan tidak asyik, tapi kelewat jahil dengan orang-orang di sekitarnya. "Doain aja ya, Kak. Semoga semuanya berjalan lancar sampai hari H." "Aamiin ... " Eliza dan Raima langsung serempak menyahut doa yang Alinna panjatkan. Selepas beramah tamah, membicarakan soal rencana-rencana yang akan dilakukan untuk mempersiapkan resepsi pernikahan, keluarga Elhaq akhirnya undur diri. Kedua orang tua Rayhan berjanji akan berkunjung lagi bersama keluarga besar saat nanti menyerahkan seserahan beberapa hari sebelum pesta pernikahan di gelar. Memasuki kamarnya, Alinna bermaksud untuk berganti pakaian tidur. Melirik sejenak ke arah handphone yang ia taruh begitu saja di atas tempat tidur, ada nama Rayhan terpampang jelas di sana. Tampak sekali pria tampan itu melakukan panggilan suara beberapa kali diikuti deretan pesan singkat yang sengaja ia kirimkan juga. Rayhan : [Assalamualaikum, Humaira. Acara Fatihahnya udah mulai?] Rayhan : [Potong sebahu biar nggak sendu. Kamu tau? Aku rindu] Rayhan : [Kalau udah selesai, sebelum tidur balas dulu ya pesanku] Alinna tersenyum. Alih-alih langsung membalas, ia memilih untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Setelah itu langsung merangkak naik ke atas tempat tidur lalu membalas pesan yang Rayhan kirim sebelumnya. Alinna : [Walaikumsalam. Udah selesai, Kak. Baru aja] Tidak ada satu menit berselang setelah Alinna membalas, handphone wanita itu berbunyi. Bisa ditebak siapa yang melakukan panggilan kalau bukan Rayhan. "Assalamualaikum ... Lailatuka sa’iidah, Humaira." (*assalamualaikum ... selamat malam, Humaira) "Walaikumsalam, Sa’iidah Mubaarakah, Yaa Habibi." (*Walaikumsalam, selamat malam juga, Habibi) "Hah? Apa?" Rayhan sampai terperanjat mendengar sahutan Alinna. Sudah lama saling kenal. Sering melayangkan gombal tapi baru kali ini Alinna membalas panggilan sayang yang ia lontarkan. "Ini aku nggak salah dengar, Kan?" tanya Rayhan memastikan. "Pasti kamu salah minum obat," ejek pria itu. "Sembarangan. Emangnya Alinna sakit sampai minum obat segala? Kalau nggak suka, ya udah Alinna tarik kembali kata-kata barusan." "Jangan dong!" protes Rayhan. Pria itu memang plin plan rupanya. "Udah bagus dipanggil begitu. Masa mau ditarik kembali? Oh, ya, ngomong-ngomong, gimana acara Fatihah barusan? Lancar aja, kan?" "Alhamdulilah lancar, Kak," sahut Alinna singkat. Entah kenapa, wanita ini memang pelit sekali kalau berbicara. "Terus gimana cincinnya? Suka nggak?" Tanpa sadar Alinna mengangguk. Jujur, ia merasa senang sekali memakai cincin yang Rayhan pilihkan untuknya. "Alhamdulilah suka. Sesuai selera. Kok tau Alinna suka model cincin beginian?" "Di dunia ini, apa sih yang aku nggak tau soal kamu?" goda Rayhan. Padahal saat membeli cincin tersebut, Rayhan sampai meminta bantuan pada Chava. Ia sampai mengajak ipar sepupunya itu untuk ikut memilihkan secara langsung cincin seperti apa yang menjadi selera Alinna. "Ya ... Ya ... Ya, pokoknya Alinna ucapin terima kasih. By the way, gimana kerjaan di sana? Udah selesai?" "Udah, besok sore mungkin udah bisa balik ke Jakarta. Kenapa? Kamu udah kangen ya sama aku?" Sekali lagi Rayhan menggoda Alinna. Ah, tapi di setiap kesempatan pria itu memang senang mengganggu calon istrinya tersebut. "Kangen? Nggak, kok. Biasa aja. Lagian Alinna butuh kak Rayhan di sini buat bantu koresi kerjaan di kantor yang udah Alinna kerjain beberapa hari ini." "Kenapa nggak minta Ashraf aja buat koreksi?" "Kak Ashraf sepertinya lagi sibuk urus rumah sakit. Jadi, Alinna tunggu Kak Rayhan aja. "Ok, nanti begitu sampai Jakarta langsung aku bantu buat cek." "Syukran. Nahnu nantadziruka bis sobri, Kak." (*terima kasih. Aku bakal nunggu kedatangan kakak dengan sabar) "Afwan, Humaira. La syukra ‘alaa waajib." (*sama-smaa. Nggak perlu berterima kasih. Udah kewajibanku membantumu) Alinna kembali tersenyum. Perhatian yang Rayhan berikan selalu membuatnya takjub. Bersyukur sekali karena Tuhan sudah mempertemukannya dengan pria baik, sopan, dan ramah macam Rayhan. "Kalau gitu, sekarang kita istirahat. Udah larut malam juga." Alinna pikir, setelah mengakhiri panggilan telpon tadi, Rayhan tidak akan mengganggunya lagi. Baru saja hendak memejamkan mata, handphone-nya kembali berbunyi. Ketika dicek, ada beberapa pesan singkat yang kembali Rayhan kirim untuknya. Rayhan : [Sorry, tapi aku lupa ingetin, jangan lupa mimpiin aku] Alinna geleng-geleng kepala. Kenapa pria itu selalu saja mengirimkan pesan singkat yang terkadang nggak penting-penting amat. Alinna : [Iya, nanti Alinna request sama Allah buat mimpiin Kak Rayhan. Selamat tidur. Gulingnya jangan lupa dipeluk] Rayhan : [Aku nggak mau peluk guling, Alinna. Maunya peluk kamu aja sambil guling-guling] Alinna kembali tertawa. Entah apalagi yang harus ia balas agar pria di seberang sana menghentikan gombalannya. Alinna : [Kak, beneran, ihh. Ayo istirahat. Besok Kak Rayhan harus bangun pagi-pagi, Kan?] Rayhan : [Ya udah, Aku tidur dulu. Sampai jumpa lusa] . . (Bersambung) . . ===Pengetahuan Umum=== . Humaira : Merah Merona/panggilan sayang untuk pasangan (wanita) Habibi : Kesayangan (pria) . Pre Marital Check Up : Pemeriksaan badan yang dilakukan sebelum pasangan pengantin menikah. Cek pra nikah ini merupakan salah satu hal yang sebaiknya dilakukan sebelum memulai persiapan pernikahan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit genetik dan penyakit akibat infeksi yang sifatnya menular. . Penyakit thalassemia : penyakit yang disebabkan adanya kelainan darah yang menyebabkan protein dalam sel darah merah tidak berfungsi secara maksimal. Kondisi thalassemia disebabkan adanya masalah faktor genetika. . Hemofilia : merupakan gangguan pada sistem pembekuaan darah. Kondisi ini membuat tubuh kekurangan protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuaan darah. Protein ini lazim disebut faktor pembekuan. Dengan begitu, ketika seseorang mengalami luka, perdarahannya bisa berlangsung lebih lama bila dibandingkan dengan kondisi tubuh normal. . . *Yang baru bergabung, boleh banget follow ig/sss ku @novafhe. Semua visual/jadwal update/spoiller cerita aku publish di status/story. *Yang mau gabung grup pembaca di f******k, bisa cari nama grupnya : Fhelicious. *Yang mau gabung grup khusus pembaca di WA. Boleh klik link-nya di profile ig.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD