"Sebaik-baiknya cinta adalah pernikahan. Dan sebaik-baik mencintai adalah saling mendoakan."
----
Pernikahan merupakan salah satu prosesi yang dianggap sakral bagi sebagian masyarakat pada umumnya. Karena begitu sakralnya, mereka mempersiapkan segala prosesi dengan sangat matang dan terperinci. Tentunya persiapan dan pelaksanaan prosesi tersebut disesuaikan dengan apa yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka. Setiap adat atau suku mempunyai ciri khas, keunikan, atau tradisi pernikahan yang berbeda-beda. Apalagi keturunan Arab Ba'alawi atau Alawiyin seperti Alinna dan Rayhan.
Masih banyak keturunan Alawiyin yang menjaga serta memegang teguh Kafa’ah dalam tradisi pernikahan mereka. Selain bertujuan agar tidak terputusnya nasab keturunan, hal ini dilakukan dengan tujuan agar rumah tangga pasangan pengantin di kemudian hari memiliki kesamaan persepsi, kesesuaian pandangan, saling pengertian, dan tentu saja dirahmati oleh Tuhan.
Di samping itu, dalam menggelar acara pernikahan, ada begitu banyak juga upacara adat yang harus mereka lalui. Seperti malam ini misalnya. Rayhan berserta keluarga besar Elhaq secara khusus datang ke kediaman Alinna untuk melangsungkan prosesi khitbah terlebih dahulu.
Rayhan datang untuk mengajukan lamaran. Menyampaikan keinginan untuk meminang Alinna serta meminta keputusan kepada keluarga besar Alqadrie apakah lamarannya diterima atau tidak.
"Nggak usah gugup," ejek Azzam yang duduk tepat di belakang Rayhan. Dari sana, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana sepupunya itu sedari tadi menoleh ke sana ke mari. Memperhatikan satu per satu anggota keluarga yang mulai memenuhi ruang acara.
"Siapa yang gugup?" bisik Rayhan. Pria itu lantas menoleh. "Ana Bikhair, Zam. Mustaeidun lilghaya."
(*Aku baik-baik saja, Zam. Bahkan sangat siap)
"Ah, ya?Wahjuk mutawatir, Ray."
(*tapi wajahmu tegang)
"Ck!" Rayhan langsung berdecak. "Hal yumkinuka an tusaa’idanii la taskhar?" (*bisakah kamu menolongku untuk tidak bercanda)
Sekali lagi Azzam tertawa kecil. Pria itu membawa tangannya menepuk pelan pundak Rayhan. Menghentikan candaan lantas lebih memilih untuk kembali memberikan support.
"Fii kullu syai’ ‘alaa maa yuraam, Ray. Ma’an Najaah." (*Semoga semuanya berjalan sesuai harapan. Sekali lagi aku doakan supaya lancar)
Menunggu beberapa menit, keluarga inti pada akhirnya berkumpul. Mc acara langsung membuka acara. Meminta para tetua memimpin doa. Setelah selesai beramah tamah, giliran Rayhan yang ambil posisi untuk memulai prosesi lamaran.
"Bismillahhirohmannirahim Alhamdulillahirobbil alamin washolatu wassalamu ala asrofil anbiya wal mursalin. Sayyidina wa Maulana Muhammadin wa ala alihi wa shohbihi ajma'in Amma ba'du."
Helaan napas pelan meluncur bebas dari hidung Rayhan saat pria itu memulai prosesi Kitbah di depan para keluarga besar. Tidak ada sedikit pun raut tegang apalagi keraguan terpancar di wajah pria tampan tersebut.
"Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala limpahan rahmat Taufik serta hidayah-nya Alhamdulillah kita semua dalam keadaan sehat walafiat. Dalam kesempatan ini saya Rayhan Zayn Elhaq Alaydrus ingin meminta izin untuk melamar Ananda Alinna Aisha Alqadrie binti Ahmed Ibrahim Alqadrie. Menjadikannya calon istri serta Ibu dari seluruh keturunan kami kelak."
Di seberang Rayhan, tampak berdiri Muhammad Raziq Alqadrie yang tak lain adalah adik kandung dari ayahanda Alinna. Pria paruh baya tersebut memang mendapat tugas menggantikan posisi Ahmed yang saat ini masih setia mendekam di penjara.
"Pertama-tama, saya haturkan ucapan terima kasih kepada keluarga besar Elhaq atas kehadirannya untuk datang ke kediaman kami. Di sini, saya selaku Wali dari Ananda Alinna Aisha Alqadrie memberikan izin dan restu. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta memberkahi pernikahan dan rumah tangga kalian nantinya."
Terdengar seluruh anggota keluarga mengucap syukur atas diterimanya lamaran. Detik berikutnya, dari arah pintu ruang tengah, muncul Alinna yang dituntun oleh saudari kembarnya Alanna untuk segera bergabung dan duduk pada kursi yang sudah disediakan.
Melihat Alinna sudah di posisi duduknya, pandangan Rayhan langsung beralih. Pria itu mengulas senyum tipis kemudian mulai meminta persetujuan dengan di awali bincang-bincang ringan.
"Yaa Humaira ... Yaa Qalbi ... " Rayhan tersenyum manis. Memaku tatapan matanya pada Alinna yang malam ini begitu cantik dengan balutan busana berwarna peach. "Beli buku isinya tebal, habis itu beli paku. Ini serius demi Allah bukan gombal, Alinna mau nggak kamu jadi istriku."
Tak pelak seisi ruangan langsung tertawa. Ketika semua serius menunggu apa yang ingin Rayhan sampaikan, pria muda itu dengan santainya malah mengucap pantun. Tentu saja suasana langsung riuh seketika.
"Maaf ... Maaf," ucap Rayhan seraya tertawa kecil. "Udah kebiasaan, soalnya." Pria itu kembali melirik sekilas ke arah Alinna. Jelas sekali terlihat bagaimana bungsu Alqadrie itu melotot gemas atas tingkah laku yang baru saja Rayhan tunjukkan. Padahal, hal ini sengaja Rayhan lakukan demi mengusir perasaan gugup yang tengah menggelayuti dirinya.
Akan tetapi, karena tak ingin berlama-lama larut dalam candaan, Rayhan kembali menarik napas pelan. Mengumpulkan seluruh keberanian serta keyakinannya, ia memantapkan diri untuk menyampaikan lamaran kepada Alinna.
"Bismillahhirohmannirahim Alinna Aisha Alqadrie, Arwa'ul qulub qolbuk, wa ajmalul kalaam himsuk, wa ahla maa fie hayaatie hubbuk. Al uyuun tansa man taro, walaakinna al qolbu laa tansa man tuhibb. Hal tatazawajani?"
(*translate : Di dunia ini, yang paling menakjubkan itu adalah hatimu, suara yang paling indah ya bisikanmu, dan hal termanis dalam hidupku adalah mencintaimu. Mata bisa lupa siapa yang ia lihat. Akan tetapi hati tidak akan lupa siapa yang ia cinta. Untuk itu, di sini aku memohon kepadamu, maukah kau menikah denganku?)
Di tempat duduknya, Alinna mengangkat wajah. Perasaan gugup yang sempat mendera perlahan sirna dari dalam dirinya. Bukan hal mudah bagi Alinna bisa sampai pad titik ini, mengingat begitu banyak hal yang menjadi pertimbangan.
Namun, sekali lagi mendengar Rayhan memohon persetujuan darinya untuk meminang, seketika hati Alinna menghangat. Sorot mata Rayhan menggambarkan bagaimana pria di depannya begitu bersungguh-sungguh.
"Bismillahirrohmanirrohim ... Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Saya, Alinna Aisha Alqadrie memutuskan untuk menerima pinangan saudara Rayhan Zayn Elhaq Alaydrus. Semoga Allah senantiasa meridhai pernikahan dan rumah tangga kita, kelak."
Lagi, seluruh anggota keluarga serentak mengucap syukur. Raut kelegaan terpancar jelas di masing-masing keluarga karena proses Khitbah malam ini berjalan sesuai keinginan. Maka dari itu, sebelum acara ditutup, Ashraf mendapat tugas penting untuk memimpin doa seluruh anggota keluarga yang menghadiri acara.
"Wa wassainal insaana biwaalidaihi ihsaanan hamalathu ummuhuu kurhanw-wa wada'athu kurhanw wa hamluhuu wa fisaaluhuu salaasuuna shahraa; hattaaa izaa balagha ashuddahuu wa balagho arba'iina sanatan qoola Rabbi aqzi'niii an ashkura ni'matakal latiii an'amta."
(Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau berikan padaku dan kepada Ibu Bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaaf [46]:15)
****
Azzam, Ashraf dan Rayhan kini tengah menikmati hidangan makan malam yang sudah disediakan keluarga besar Alqadrie. Mereka sengaja berkumpul di satu meja yang letaknya di sudut ruangan. Saling berbincang satu sama lain. Membahas soal pernikahan serta topik lain yang tak jauh-jauh menyangkut keluarga atau pekerjaan.
Sementara mereka asyik bercerita, dari arah belakang muncul Chava dan Alinna. Sambil menggendong Ciara, wanita itu mendekat lalu menghampiri Ashraf yang baru saja menyelesaikan makannya.
"Kamu udah makan?" tanya Ashraf kepada Chava. Pria itu mengambil alih Ciara dari dalam gendongan sang istri. "Biar aku jaga Ciara. Kamu istirahat aja dulu."
Chava mengangguk. Setelah menyerahkan sang putri, ia turut menarik kursi dan langsung duduk di sebelah Ashraf. Sementara Alinna masih setia berdiri seraya memandangi Rayhan yang sedang menyelesaikan kegiatan makannya.
"Jadi pernikahan kalian udah fix setelah lebaran Idul Adha?" tanya Azzam memastikan.
Setelah menjalani permusyawarahan bersama seluruh anggota inti beberapa menit yang lalu, maka diputuskan kalau pernikahan Rayhan dan Alinna dilangsungkan tiga bulan mendatang. Sudah dipastikan acara ini akan berlangsung sangat mewah. Mengingat kedua orang tua Rayhan menginginkan prosesi akad nikah dan resepsi dilaksanakan di dua tempat berbeda.
"Iya. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Lebih-lebih Alinna yang memang punya deadline segunung." Pria itu kemudian melirik ke arah calon istrinya.
"Iya, Kak Azzam. Berhubung aku masih melewati masa transisi menggantikan jabatan Abi, ada banyak tanggung jawab yang harus aku selesaikan terlebih dahulu."
Rayhan mengangguk setuju. Sepeninggalan Ahmed yang harus menjalani hukuman di penjara, semua tanggung jawab serta pekerjaan untuk mengelola perusahaan di serahkan perlahan pada Alinna. Walaupun wanita itu punya basic ilmu karena saat kuliah mengambil jurusan manajemen bisnis, tetap saja tidak mudah memimpin sebuah perusahaan besar.
Itu sebabnya, atas persetujuan dewan direksi, Ashraf dan Rayhan ikut turun tangan membantu Alinna untuk pelan-pelan mengelola Aslan Group. Wanita itu mulai belajar untuk membenahi kemudian mengatur segala sesuatu yang ada di dalam perusahaan sampai yakin untuk menjalankan pekerjaan itu sendiri.
"Lagian, ada beberapa masalah hukum dengan klien yang harus aku selesaikan. Belum lagi masalah lain juga menunggu untuk dikerjakan. Itu sebabnya, kami mempertimbangkan soal pernikahan yang lebih baik di langsungkan tiga bulan ke depan."
Azzam menganggukkan kepala. Rayhan pikir, pria itu akan paham. Nyatanya tidak. Ada saja celah untuk musuh bebuyutannya itu mencibir.
"Perasaan hidupmu penuh masalah terus, Ray. Nggak ada habisnya."
Rayhan tidak langsung menanggapi. Pria itu memilih untuk meneguk terlebih dahulu air putih di depannya lalu menyahut.
"Ya mau gimana lagi. Emang kerjaannya begitu. Lagian, namanya kita manusia, pasti hidupnya selalu di selimuti dengan berbagai macam masalah, Zam. Entah masalah keluarga, pekerjaan dan lainnya. Kalau cuma mau di selimuti wijen, mending kamu jadi onde-onde aja."
Chava yang memang duduk di sebelah Rayhan langsung mencubit pinggang sepupu iparnya tersebut. Jangan ditanya bagaimana ekspresi wajahnya.
"Kebiasaan, deh!"
"Kok kebiasaan?" tanya Rayhan polos. "Aku bener, kan?"
"Udah aja tadi lamaran kamu pake pantun segala macam. Bener-bener dah kelakuanmu."
"Kan supaya nggak tegang, Chava. Lagian liat muka kalian semua pada serius-serius amat tadi. Aku yang mau nikah, kok kalian yang pada serius."
"Kalau aku bukan serius, sih. Tapi masih sedikit ragu aja kamu nikahin Alinna."
"Tapi acara Fatihah tetap lusa, kan?" tanya Ashraf menengahi perseteruan antara Rayhan dan istrinya. Ia tahu benar kalau kedua orang itu sudah terlibat debat, pasti tidak ada yang mau mengalah terutama Chava.
"Iya." Rayhan mengangguk. "Nanti Umi sama Kak Raima yang datang serahkan cincin untuk Alinna pakai."
Setelah menghabiskan waktu berjam-jam untuk bercerita, tiba waktunya Rayhan dan rombongan keluarga pulang. Sebelum benar-benar pergi, pria berkulit putih itu menghampiri Alinna. Ia bermaksud untuk berpamitan secara langsung.
"Aku pulang dulu. Sekalian pamit, besok harus berangkat ke Jogja dua sampai tiga hari. Kamu nggak apa-apa ditinggal bentar, kan?"
Alinna mengangguk. Walaupun sudah resmi bertunangan, tetap saja rasa malu-malu masih wanita itu tunjukkan.
"Aku nggak apa-apa. Biasanya juga gimana, Kak. Yang penting Kak Rayhan hati-hati aja."
Giliran Rayhan mengangguk. Pria itu hapal benar kelakuan Alinna. Selain pemalu, terkadang suka pelit berbicara. Kalau bukan Rayhan memulai duluan, Alinna memilih lebih banyak diam.
"Kalo hati-hati udah pasti. Kamu juga di sini, kalau kesulitan ngerjain sesuatu, hubungin aja aku. Kalau kangen, jangan malu-malu buat telpon. Cukup antartika aja yang jauh, antara kita ya jangan."
"Kak, mulai deh!" celetuk Alinna menanggapi candaan Rayhan.
"Aku serius, Alinna. Kalau kamu kangen, nggak usah malu-malu buat hubungi aku."
"Iya, Kak. Tenang aja. Kalau gitu sekali lagi hati-hati. Sampai jumpa minggu depan."
.
(Bersambung)
.
.
===Pengetahuan Umum===
.
*Arab Ba'alawi/Alawiyyin : Sebutan bagi kaum atau sekelompok orang memiliki pertalian darah secara langsung dengan Nabi Muhammad.
*Di Indonesia sendiri marga/fam Arab
terbagi menjadi 2 :
*Ba'alawi >> Alaydrus, Alatas, Alhabsyi, Shahab, Alqadrie, Aljufrie, bin Yahya dll.
*Non Ba'alawi >> Bahmid, Basalamah, Baswedan dll.
*Sayyid/Syarif/Syarifah/Sayyidah : Gelar kehormatan yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
.
Kafa'ah : serupa, seimbang atau serasi, maksudnya keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan pernikahan.
.
.