Si Penguntit

1165 Words
Auris melihat ke arah tempat duduk barisan belakang. Ternyata, Rajata dan Ciara memang benar ada di sana. “Kakak lihatin apa?” “Nggak papa. Ayok keluar,” ajaknya pada Aurell. Mika dan Alice sudah keluar lebih dulu karena keduanya ingin ke toilet. Sementara Auris dan Aurell menunggu bioskop agak sepi agar tidak berdesakan. “Adek mau makan lagi?” “Gak mau, Kak. Kenyang banget perut aku.” “Terus mau pulang?” “Ya, jangan. Daddy kasih ijin jalan-jalan sampai jam 5 sore. Masak mau pulang cepat sih?” “Memangnya Adek mau kemana? Timezone?” Aurell menggelengkan kepala lalu membisikkan sesuatu pada sang kakak. “Itu ‘kan tabungan buat beliin kado ulang tahun pernikahan Mommy dan Daddy, Dek. Masak mau di buat shopping?’ “Hanya beli baju saja, Kak. Janji,” Aurell mengangkat jari kelingkingnya. Mengajak Auris melakukan pinky promise. “Gak boleh banyak-banyak belanjanya. Kita harus hemat kata Mommy,” ungkap Auris pada Adiknya. Aurell dan Ace adalah duo boros jika sedang belanja. Sementara Auris dan Nala adalah si paling irit. Jadi, wajar saja jika Auris berulang kali mengingatkan adiknya agar tidak kalap waktu belanja di mall. “Ternyata Ciara tadi satu bioskop sama kita,” ucap Mika. “Tapi kok aku nggak lihat Rajata?” “Aku lihat tadi,” saut Alice. “Dia ada di depan toilet nungguin Alice.” “Masak sampai ditungguin di depan toilet? Benar-benar kecintaan banget itu si Rajata,” cibir Malika tak suka. Aurell menoel pipi kakaknya yang masih anteng ketika fans beratnya jalan berdua dengan seorang gadis. “Jangan mulai jahil, Dek!” seru Auris. “Kakak cuek sekali dengan Kak Raja. Memangnya nggak ada rasa cemburu sedikitpun?” “Buat apa cemburu? Kakak nggak suka sama dia.” “Yakin?” tanya Aurell dengan senyum jahil. “Hmmm,” jawab Auris dengan malas. Keempat orang itu berjalan menuju toko baju. Auris sudah memilih toko yang lebih murah harganya namun Mikayla menolak. Si ratu belanja barang branded itu pastinya akan memilih toko langganannya. Aurell bersorak senang karena teman belanjanya kali ini adalah Mikayla. Keduanya satu frekuensi dalam hal shopping. Jadi, tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka. “Auris nggak pilih baju?” tanya Alice. Gadis itu sudah membawa banyak sekali baju yang akan dicobanya. “Aku lagi nggak pengen belanja.” “Ya, sudah. Aku mau coba dulu ya?” “Iya. Aku tungguin di sini sambil baca majalah.” Auris duduk pada sofa khusus pelanggan. Selain mendapatkan majalah fashion gratis, dia juga mendapatkan jus jeruk dan cookies. Semua itu adalah fasilitas yang didapatkan oleh Mikayla sebagai member VIP. Ada untungnya Auris masuk toko itu bersama Mika. “Kenapa tidak ikut melihat-lihat baju?” “Astaghfirullah,” ucap Auris, memegang dadanya. “Kamu ini suka sekali datang secara tiba-tiba!” Rajata duduk di samping Auris. “Jangan terlalu irit, Ris. Uangmu sudah menumpuk, akan menangis karena tidak pernah kamu belanjakan.” Auris mencebikkan bibir. Dia kesal jika Rajata sudah mulai mengomentari kebiasaan berhematnya. Dia itu bukannya pelit dengan diri sendiri namun tidak begitu suka dengan belanja. Makanya, setiap barang yang dia punya selalu awet karena dirawat dengan sangat baik. “Kamu ngapain kesini?” “Nganterin dia belanja,” jawabnya, menunjuk ke arah Ciara. “Owh ...” “Kenapa setiap kali membahas Ciara kamu langsung diam? Kalau cemburu bilang saja.” “Aku capek bicara sama kamu. Diam adalah cara yang paling baik.” Auris kembali membaca majalah fashion dan menganggap Rajata seolah-olah tidak ada di sampingnya. “Ciara itu temanku. Aku sudah kenal dengannya sejak kecil. Rumahnya bersebelahan dengan Rumah Oma jadi aku sudah menganggapnya sebagai adikku.” “Terus apa hubungannya dengan aku?” “Kamu harus tahu itu agar tidak cemburu.” Auris menghela nafas. Dia melirik ke arah Rajata sejenak lalu kembali fokus pada majalah. “Hari ini dia memintaku menemaninya jalan-jalan karena kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri ada urusan bisnis.” “Hmmm.” “Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Kamu harus percaya dengan semua penjelasan ku." “Mau percaya atau tidak memangnya ada pengaruhnya buat kamu?” “Tentu saja, Auris,” jawab Rajata. “Kamu tidak boleh salah paham ketika aku bersama dengan Ciara.” “Oke, aku tidak akan salah paham.” Auris mencari aman agar hatinya tidak semakin terasa aneh. Dia memilih tidak peduli dengan Rajata dan Ciara. “Cara bicaramu tidak menunjukkan yang kamu ucapkan, Auris.” Auris menutup majalah yang dibacanya. Setelah itu, pergi meninggalkan Rajata. “Auris ...” Rajata menarik tangan gadis itu agar menghentikan langkahnya. “Mau kemana?” “Cari es krim. Bosan nungguin mereka belanja,” tunjuknya pada Aurell, Mika dan Alice. “Aku antar.” “Tidak usah. Urus saja Adikmu itu,” sindirnya. “Dia sudah besar, bisa memilih baju sendiri.” Rajata membawa Auris menuju kedai es krim. Karena sering menguntit Auris sejak kecil membuatnya tahu letak kedai langganan gadisnya. “Mau bungkus apa makan sini?” “Makan sini saja,” jawab Auris. Dia langsung duduk sementara Rajata menuju kasir untuk memesan. Auris yakin jika Laki-Laki menyebalkan itu pasti tahu es krim yang menjadi favoritnya. Selesai memesan Raja menghampiri Auris yang tengah sibuk dengan ponselnya. “Lihat apa sampai serius begitu?” “Bukan apa-apa.” “Aku tidak percaya.” “Terserah!” Rajata menatap Auris dengan lekat hingga membuat gadis itu membuang wajah ke samping kiri karena malu. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Raja? Yang pasti kelakuannya membuat jantung Auris kembali berdetak dengan cepat. “Kenapa tadi kamu tiba-tiba duduk di samping aku?” tanya Auris penasaran. “Aku sudah bilang jika sudah membeli tiket.” “Bukannya kamu duduk di belakang?” “Iya.” “Terus kenapa duduk juga di samping aku?” “Karena aku ingin.” Auris gemas, mencubit lengan Rajata. Dia juga menginjak sebelah kaki Raja yang ada dibawah meja. “Aduh ... aduh ...” teriak Raja saat merasa kesakitan akibat cubitan kecil Auris. “Kok di cubit sih?!” Auris melepaskan cubitannya saat pelayan mengantarkan es krim pesanan Rajata. Gadis itu menerimanya dengan mengucapkan terima kasih. Tak lupa dia juga menyunggingkan senyuman manisnya. “Tidak usah ganjen!” seru Raja dengan menutup wajah Auris menggunakan telapak tangannya. Gadis itu kembali mencubit lengan Rajata karena kesal. “Tangan kamu bau popcorn!” “Punya kamu ‘kan?” “Jorok banget nggak cuci tangan,” omel Auris. “Pakai ini.” Rajata memberikan sebuah kotak kecil pada Auris. “Apa?” “Jangan dibuka di sini! buka nanti kalau sudah sampai rumah.” “Apa sih isinya?” Auris mengangkat kotak berwarna pink yang ada pitanya pemberian Rajata. “Kamu mau ngerjain aku ya?” Rajata memutar mata. Bukannya berterima kasih diberi hadiah gadis di depannya malah menuduhnya ingin menjahilinya. Padahal, sejak awal kenal dengan Auris. Rajata tidak pernah sekalipun berbuat nakal dengan gadis itu. Justru, dia selalu membantu Auris ketika dikerjai oleh teman Laki-Laki yang ditolaknya. “Harus dipakai karena hukumnya wajib!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD