17. 2nd Impression

1400 Words
Ditha duduk di sebuah outdoor cafetaria di tengah taman yang tertata apik dengan berbagai bebungaan dan pepohonan nan rindang. Suara gemericik air yang terdengar syahdu dari air mancur bertingkat tiga juga semakin menambahkan sejuknya suasana di siang bolong kota Surabaya yang terik. Tak akan terbayangkan bahwa segala suasana menyenangkan ini berada dalam sebuah kawasan bisnis. Kawasan bisnis biasanya identik dengan daerah tandus, gersang, panas serta penuh asap-asap pabrik dan kendaraan yang menyemburkan gas karbon dioksida beracun. Akan tetapi kawasan bisnis elit Pradana Bisnis Park ini sungguh sangat berbeda. Di kawasan bisnis milik Pradana Group ini suasana perkantoran terasa menyenangkan, sejuk, hijau dan asri serta ramah lingkungan. Tidak ada asap hasil limbah produksi pabrik, karena semua anggota kawasan hanya berupa perkantoran. Membuat siapapun akan merasa nyaman dan betah berlama-lama tinggal di sana. Bekerja dan membanting tulang pun jadi terasa lebih ringan dan tidak terlalu membebani tubuh. Satu hal lagi yang menjadi daya tarik dari kawasan ini adalah outdoor cafetaria tempat Ditha berada saat ini. Cafe yang didesain unik seperti pujasera dengan konsep dan dekorasi warna hijau, berhiaskan berbagai tanaman rambat. Menu makanan dan minuman yang ditawarkan juga sangat bervariasi, mulai dari menu makanan yang biasa sampai sekelas makanan hotel berbintang lima. Membuat para eksekutif muda tidak perlu harus keluar kawasan untuk meeting atau menjamu client bisnisnya. "Aku mulai besok akan ke Banyu Harum, buat ngecek perkembangan proses pembangunan pabrik kita di sana. Sekalian membereskan berbagai hal dan keperluan yang belum tuntas." Wira mengajak Ditha berbicara setelah menyelesaikan menu makan siangnya. "Berapa lama?" tanya Ditha sambil mengaduk segelas besar choco milk shake di hadapannya. "Paling lama semingu." Wira mengamati wajah Ditha dengan seksama. "Kamu gak pa-pa kan aku tinggal sendirian? " lanjutannya bertanya khawatir. Seminggu? Mas Wira akan ke luar kota seminggu? Itu artinya seminggu bebas tanpa pengawalan Mas Wira? Yes! Yes! Life is free!! Ditha sudah jingkrak-jingkrak dalam hatinya demi membayangkan kebebasan yang terhampar di depan matanya. Bayangkan saja kali ini dirinya jauh dari rumah, artinya jauh dari pengawasan kedua orang tuanya. Mas Tyo sedang ada di Kedori, Mas Budi ada di Pasuruan. Satu-satunya pengawal Ditha di kota Surabaya adalah Mas Wira, dan dia mau keluar kota juga. Horeeeee! "Ehem ... Iya, aku gak pa-pa kok. Mas Wira gak usah khawatir." Ditha berusaha keras untuk menyembunyikan wajah bahagianya di hadapan Wira. "Kalau kamu butuh apa-apa atau ada yang perlu ditanyakan, kamu bisa langsung hubungin aku. Yasmin juga masih di sini siap bantuin kamu." Wira masih khawatir untuk meninggalkan Ditha sendirian di kota Surabaya tanpa seorang keluarga pun yang menemani. "Mas Wira, aku sudah dewasa. Sudah pergi sana dengan tenang, selesaikan urusanmu. Aku bisa menjaga diriku sendiri kok di sini." Ditha mencoba untuk meyakinkan Wira. "Beneran gak pa-pa?" Wira meminta kepastian dari Ditha. "Iya. Aku pasti baik-baik saja." Ditha menjawab dengan pandangan mantap. "Kalau berangkat kerja ke kantor jangan nyetir sendiri, kamu harus bawa supir. Kalau keluar rumah atau main minta temenin Yasmin. Kalau malam jangan lupa kunci pintu rumah dan kamarmu ... " "Yaampun, iya-iya akan aku lakukan semuanya." Ditha memotong ucapan Wira, mulai kesal dengan pesan-pesan tidak penting kakaknya itu. "Mas Wira kayak emak-emak aja bawelnya." "Aku masih gak tenang buat ninggalin kamu sendirian." "Sendirian apanya? Sampoerna crews di kediaman kita kan banyak banget jumlahnya, hampir selusin orang. Pasti gak bakal kesepian aku di rumah. Di kantor juga banyak banget karyawan, ada Kak Yasmin juga kan yang selalu nemenin aku?" "Iya juga sih." "Makanya Mas Wira gak usah khawatir. Aku pasti baik-baik saja, jadi kamu bisa pergi dan selesaikan pekerjaanmu di sana dengan tenang." "Ok. Kamu juga tolong urusin semua yang di sini selama aku gak ada ya." "Siap, Bos! Leave it to me, serahkan semuanya kepadaku." Ditha langsung memberikan kesanggupannya. "Terus apa yang harus kulakukan selama Mas Wira gak ada?" "Ya biasa urusan managerial, kamu periksa laporan dari setiap devisi setiap harinya. Kalau ada yang gak ngerti atau gak beres kasih tahu aku." "Hemmm gampang kayaknya." Ditha menjawab dengan percaya diri, sambil mengedarkan pandangannya ke segala penjuru cafe. Ramai sekali keadaan siang ini, mungkin karena sudah jam memberikan makan cacing dalam perut kali ya? Para karyawan dari berbagai perusahaan, dengan berbagai jabatan berkumpul di tempat ini. Untuk makan siang, minum kopi dan ngemil, meeting atau bahkan hanya duduk-duduk sambil berselancar di dunia Maya dengan free WiFi dari cafe. "Oiya ada satu lagi. Nanti sekalian kamu minta MOU dan surat penandatanganan kontrak dari perusahaan Pradana. Sudah diurusin Mas Tyo semuanya kok. Kamu cuma perlu meminta hasilnya dan menyapa pimpinan utama kawasan, sebagai sopan santun." Wira menjelaskan agenda yang belum sempat dia lakukan sebagai pimpinan perusahaan Sampoerna cabang Surabaya. "Baik, Mas. Akan kulakukan!" Ditha langsung menyanggupi dengan semangat empat lima yang menggebu. Menyapa pimpinan Pradana Group? Mas Ardi donk? Siap laksanakan komandan. Asik-asik, jadi ada alasan buat ketemuan. Sekalian aja pendekatan! "Yaudah aku duluan deh kalau begitu, ada janji sama klien sebelum aku berangkat ke luar kota." Wira bangkit dari duduknya. Dan Ditha hanya mengangguk menjawab pamitan dari Wira. "Kamu bisa balik ke kantor sendirian kan? Nanti pulang juga langsung ke rumah jangan keluyuran kemana-mana." Wira menepuk puncak kepala Ditha dengan sayang sebagai tambahan pamit. "Iya-iya, pergi sana. Hush-hush!" Ditha mengusir kakak ketiganya itu agar cepat pergi. "Hati-hati di jalan ya, dan jangan lupa oleh-oleh!" "Iya gampang. Sering-sering kasih kabar ya." Wira memberikan nasehat terakhir sebelum beranjak pergi. Ditha menghela napas lega setelah kepergian kakaknya itu. Benar-benar perpisahan yang lebai dan dramatis, bagaikan perpisahan penganten baru yang lagi bucin-bucinnya kan? Yah namanya juga Herder paling bucin, jangan heran lagi dengan tingkah overprotektif dari Wira. Ditha tidak langsung kembali ke kantor. Dia malah menambahkan pesanan makanan, sebuah ice cream choco trilogy yang berukuran super besar sebagai makanan penutup. Untuk dinikmati sebagai bentuk perayaan akan kebebasan yang akan dia nikmati selama seminggu kedepan. Kedamaian Ditha menikmati choco ice cream terusik karena suasana cafe yang tiba-tiba menjadi ramai. Perhatian Ditha ikut teralihkan dari makanannya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dapat dilihatnya seorang pria muda berjalan memasuki cafe dengan sangat mencolok. Menarik perhatian seluruh pengunjung cafe yang hadir disana. Gimana gak heboh kalau pria itu memiliki wajah dan perawakan yang memanjakan mata, bagaikan artis saja. Penampilannya semakin sempurna dalam balutan work suit mahal keluaran brand kenamaan yang pas sekali melekat di tubuhnya. Pria itu berjalan santai sambil merangkul mesra dua orang wanita muda sekaligus dengan kedua lengannya. Dua wanita yang sepertinya masih berstatus sebagai mahasiswa. What the? Apa-apaan dia di siang bolong begini? Di komplek perkantoran lagi. Dasar Playboy kelas kadal! Dasar pria kardus! Buaya darat! Hanya dengan melihat tingkahnya saja sudah mampu menyulut rasa kesal di dalam jiwa Ditha. Entah mengapa Ditha jadi terngiang kembali dengan kejadian sandwich hidup di kantor Tyo. Ternyata sama saja, pria ini sesuai dengan dugaan Ditha juga sama persis sifatnya dengan kakak pertamanya. Pria yang dikenal Ditha beberapa hari yang lalu di acara pembukaan bisnis park, Linggarjati Pradana. Kalau mau kencan atau pacaran sih silahkan saja, tapi tolong jangan menodai kedamaian area kantor yang suci. Ke hotel sana biar puas sekalian! Linggar berjalan semakin mendekat ke arah Ditha duduk. Bersama kedua cewek yang masih bergelayut manja di kedua lengannya. Sepertinya pria itu menyadari kehadiran Ditha di sana, sehingga dia mampir untuk menyapa Ditha sejenak. "Selamat siang, Nona Praditha Sampoerna." Sapa pria itu dengan memamerkan senyuman mautnya. Senyuman yang sanggup membuat nyamuk yang sedang terbang pun akan menabrak tembok karena terpesona. Tapi tetap saja senyuman itu tidak mempan untuk Ditha. Ditha sudah memasang barier pertahanan kasat mata untuk menghalau pesona dari si pria kadal itu. "Selamat siang, Tuan Muda Pradana." Ditha balik menyapa dengan senyuman yang jelas nampak terpaksa. "Sendirian saja nih? Apa mau bergabung bersama kami biar lebih asik?" Linggar mencoba menawarkan dengan tidak punya rasa berdosa. What did he said? Hell No! Apa kamu kira aku sedang kesepian karena duduk sendirian? Maaf sekali, anda salah! Aku malah sedang menikmati dan merayakan masa-masa kesendirianku! "Tidak terimakasih, saya sudah hampir selesai." Ditha masih berusaha menolak dengan ucapan sopan. Padahal di dalam hati Ditha sudah mengumpat kesal karena merasa dilecehkan oleh Linggar. Enak aja ngajakin gabung bersama dengan dua cewek gak jelas itu? Kamu pikir aku selevel dengan mereka? "Kalau begitu saya permisi dulu," Linggar berlalu dan mengambil duduk di chair set yang tepat berhadapan dengan Ditha. Ditha melanjutkan mengunyah ice cream dihadapannya cepat-cepat. Berniat untuk mendinginkan emosi dan kekesalannya. Namun ternyata dingin dan nikmatnya sensasi choco ice cream pun tak bisa membuatnya merasa lebih baik. Akhirnya Ditha memutuskan untuk mengakhiri waktu istirahat siangnya dan beranjak kembali ke kantornya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD