Clary sampai di tempat yang Gideon tunjukan untuk mereka bertemu. Jantungnya berdegup dengan kencang ketika mendengar suara musik club yang begitu menggema memenuhi ruangan. Clary mengedarkan pandangannya, mencari-cari keberadaan pria itu. Ruangan ini tidak terlalu terang, Clary tak benar-benar bisa melihat dengan jelas, yang berada di jarak pandangnya hanyalah orang-orang terlihat sedang b******u dan mengobrol. Aroma alkohol tercium begitu kuat di dalam sini. Beberapa kali Clary menghembuskan nafasnya karena kesal dengan tatapan yang mereka lemparkan padanya. Clary tak tertarik pada mereka semua, iya ke sini hanya ingin mengambil ponselnya. Hanya itu.
Clary menghentikan langkahnya, ia memilih untuk mengirimkan pesan dan bertanya dimana dia sekarang. Clary tak kunjung melihatnya sejak tadi, dan kini ia hampir berjalan sampai setengah ruangan hanya untuk mencari keberadaannya. Clary mencoba untuk menghubungi Gideon namun pria itu tak mengangkat sambungan teleponnya. Ketika seseorang berdiri di hadapannya Clary mendongak dan mendapati seorang pria tersenyum padanya. Clary berjalan melewatinya namun pria itu menahan lengannya.
"Tidak baik seorang wanita berdiri di dalam Club sendirian."ucapnya, menunjukan senyum sinis di sudut bibirnya. Clary menghentak lengannya hingga terlepas lalu melihatnya dengan wajah sinis.
"bukankah seharusnya aku memang harus menghindar... dari p****************g seperti mu. Urusi saja dirimu sendiri, aku tidak butuh di temani."Pria itu berdecak, senyum sinisnya semakin mengembang sebelum akhirnya berbalik melihat ke arah Clary yang baru saja pergi melewatinya.
"kau...,"pria itu menarik bahu Clary hingga menjadi menghadapnya. "jangan sok jual mahal padaku."
Tiba-tiba pria itu terjungkal ke belakang, Clary merasakan sebuah tangan menyentuh bahunya. Ketika ia menoleh Gideon sudah berdiri tepat di sebelah kirinya. Memeluknya dan melemparkan tatapan tajam ke arah pria itu.
"beraninya kau menggoda wanita ku."ucapan Gideon terdengar penuh dengan penekanan dengan suaranya yang terdengar mengerikan. Clary mencoba menjauh agar sentuhan tangan Gideon terlepas namun pria itu malah kembali menarik tubuhnya hingga benar-benar menempel ke arahnya. Gideon menoleh padanya, dan menciptakan jarak yang begitu dekat.
"urus dia."ucap Gideon seraya menatap Clary tanpa ekspresi apapun. Dua bodyguard Club membawa pria itu pergi, Gideon menarik Clary menuju salah satu sofa di ruang VIP. Clary melepaskan tangan Gideon dari bahunya dan mengambil tempat di sofa sebrang meja Gideon.
Pria itu mengenakan jas hitam dengan kemeja biru yang 2 kancing atasnya di buka. Matanya terus menatap Clary, hal itu membuat Clary merasa sedikit terintimidasi. Ia tak pernah bertemu dengan seseorang yang terasa panas seperti ini. Clary bergaul dengan seseorang kelas atas, namun ini pertama kalinya bertemu dengan seseorang yang berbeda. Gideon seperti memiliki kelas nya sendiri.
Pria itu mendudukan dirinya dengan nyaman. Seorang pelayan menaruh 1 botol wiski dan 2 gelas kosong di hadapan Gideon, sementara 1 gelas cocktail di taruhnya di hadapan Clary. "aku tidak minum."
"aku melihatmu meminumnya kemarin. Ketika kau sedang bersama dengan temanmu."matanya mengilat menatap Clary. Ia meraih botol tersebut, menuangkannya ke dalam gelas lalu meneguknya. Clary merasa tidak nyaman duduk di sana. Sofa ini terasa lembut dan nyaman namun duduk di bawah tatapan mengintimidasi dari Gideon dan tatapan liar dari wanita di sekelilingnya yang seolah ingin melahapnya hidup-hidup membuat Clary tak nyaman.
"aku minum dengan temanku, bukan denganmu,"Clary meraih tas slempang yang di kenakannya, mengeluarkan ponselnya dari dalam sana dan menaruhnya di atas meja. Sebelah tangannya mendorong ponsel itu ke arah Gideon menggunakan jari telunjuknya. "kembalikan ponselku."
Gideon mendengus, ia menyandarkan tubuhnya di sofa dengan sebelah tangan yang memegang sebuah gelas berisi minuman. "kenapa kau begitu terburu-buru. Santai saja.. minum dan nikmatilah. Aku ingin melihatmu lebih lama, jadi duduk di situ dengan manis."
Gideon menenggak minumannya, menatap Clary dari balik gelasnya. Clary membuang arah pandangnya dari hadapan Gideon. Mendengar ucapannya barusan, rasanya seperti di lecehkan. Clary benar-benar muak. Ia sudah kehilangan kesabaran, pria itu sedang mempermainkannya.
"cepat kembalikan ponselku sekarang."ucap Clary dengan suara keras. Tapi pria itu tak bergeming, ia malah terkekeh dan tersenyum seolah apa yang Clary lakukan adalah sebuah lelucon.
"celana jins, sweater dan rambut di kuncir. Kenapa! Kau memiliki style yang buruk nona Madison, tapi kenapa begitu menarik di mataku. Apa yang telah kau lakukan padaku!."
Clary mengepalkan kedua tangannya, merasa geram dengan apa yang Gideon lakukan. Ia berdiri yang membuat Gideon mendongak menatap wajahnya. Clary melemparkan tatapan marah, namun pria itu malah tersenyum tipis dan kembali meneguk minumannya. Clary mendesah kesal, lalu berjalan pergi meninggalkan Gideon begitu saja. Namun baru beberapa langkah pria itu mengatakan sesuatu yang membuat Clary mengehentikan langkahnya.
"kau tidak mau ponselmu kembali."
Ketika Clary berbalik Gideon sudah berdiri dengan menunjukkan ponsel di tangan kirinya. Ia menaruh gelasnya dan berjalan sedikit menjauh dari meja. Clary hanya diam melihatnya dengan wajah kesal. Tentu saja,... siapa yang tidak akan kesal jika berada di posisi Clary. Pria itu mempermainkannya, hal itu membuat Clary kesal bukan main.
"Ambilah. Bukannya kau bertemu denganku karena menginginkan ponsel ini."
Bolehkah Clary melakukan hal kasar padanya. Bodoh. Seolah kau bisa saja menyentuh nya walau hanya ujung pakaiannya. Clary menghampirinya berdiri di hadapan Gideon untuk mengambil ponselnya. Ketika ia ingin mengambilnya Gideon menariknya menjauh, membuat Clary menatapnya.
"jangan mempermainkanku."
"bagaimana caranya agar kau mau bercinta denganku."
"Tsk! Aku tidak berminat denganmu bahkan dengan pria lainnya. Berhenti bermain-main denganku dan berikan ponselku sekarang juga."geram Clary. Ia meraih ponsel nya kembali namun Gideon dengan mahirnya melempar ke atas ponselnya dan menangkap ponselnya yang terlempar ke belakang tubuh Clary dengan tangan kanannya. Gideon menarik tangannya bersamaan dengan menarik Clary ke dalam pelukannya.
"kau seharusnya merasa senang karena aku tertarik padamu. Semua orang menginginkan perhatianku tapi aku malah melihatmu, jadi tunjukan sedikit rasa terima kasihmu."ucap Gideon yang membuat bibir Clary mengetat menahan kekesalan nya yang mulai berapi-api.
"aku akan berterima kasih jika kau tidak melihatku dan melepaskanku."
Clary mendorong tubuh Gideon dan menjauh beberapa langkah darinya. Ia merebut ponselnya dari tangan Gideon. Memastikan itu ponsel yang benar sebelum memasukannya ke dalam tas. Clary melemparkan tatapan sinis nya sebelum berbalik dan pergi dari sana.
Clary tak menoleh, bahkan untuk sekedar repot-repot melihat bagaimana ekspresinya sekarang. Atau apakah dia masih melihatnya. Walau penasaran Clary hanya terus berjalan pergi keluar dari dalam Klub. Ketika sampai di luar rasanya seperti hidup. Clary tak tahu di dalam sana terasa begitu sesak, seolah kau berada di dalam ruang gelap yang tak memliki lubang udara.
Clary tak ingin berurusan dengannya lagi. cukup sampai di sini.
***
Ketika sampai di rumah Clary menaruh tasnya di atas meja, mengeluarkan ponselnya dan menemukan 1 pesan di dalam sana. Ketika ia membuka isi pesan tersebut tubuhnya mendadak membatu. Hanya 1 kalimat namun sukses membuat tubuhnya merespon seperti ini.
'Selamat malam.'
Hanya itu.
Dari orang yang baru saja ia temui.
Clary menghapus pesan tersebut, mencari-cari nomor kontaknya namun tak menemukannya. Aneh. Apa dia melakukan sesuatu pada ponselnya. Clary menyeka keningnya yang terasa seperti beberapa helai rambut menyentuh kulitnya. Clary duduk di meja kerjanya. Mengetikan nama Gideon Gershon dalam situs pencarian. Dan boom. Sebuah artikel tentang pemilik perusahaan ternama, saham, kekayaan, dan kencan. Apa dia selebriti kenapa semua info tentangnya di internet begitu banyak. Clary menutup laptopnya begitu saja. Lalu pergi ke toilet untuk mengganti baju dan segera pergi tidur karena besok ia harus pergi bekerja.
***
Sudah 3 hari setelah kejadian itu Clary rasa hidupnya kembali seperti biasa. Ia adalah seorang arsitek wanita di California. Cukup banyak gedung yang merupakan hasil karyanya. Clary membuka laptopnya dan mulai mengerjakan sesuatu. Suara sepatu menghentak-hentak di atas lantai tak membuatnya berpaling dari laptop. Hingga tiba-tiba wajah seseorang berada di atas laptopnya. Ia memainkan alisnya, menatap Clary dengan senyum di wajahnya.
"jangan ganggu aku. Aku sibuk."ucap Clary masih menatap layar laptopnya.
"ku dengar kau kembali ke Club kemarin lusa. Kenapa kau tidak memberitahuku jika kau ingin menemui pria gila itu lagi. Aku bisa tidak jadi lembur."
Clary menghela nafas dan akhirnya ia mendongak menatap Yura yang wajahnya berubah masam. Ia baru saja tahu tadi malam ketika Steven yang mengatakannya. Karena baru malam ini juga Yura mau berbicara dengan Steven kembali setelah insiden itu. Yura kembali menegakan tubuhnya dan menatap Clary dengan wajah memberenggut.
"Kau pergi ke ruanganku hanya untuk memprotes masalah ini. Kita tetanggaan Yura. Kau bisa mampir ke rumahku bahkan menyelinap ke kamarku dari pohon yang berada di antara rumah kita. Apa atasanmu tahu kau pergi kemari!."
"eummm... itu."Yura tersenyum dengan cengiran di wajahnya. Ini masih jam kerja. Jam 10 pagi namun dia sudah menyelinap keluar dari lantai kantornya yang berada di lantai 20 menuju lantai 23 hanya untuk memprotes Clary karena tidak memberitahunya.
"dia pasti akan segera menghubungiku."gerutu Clary seraya melipat kedua tangannya di depan d**a.
Dan benar saja telepon di atas mejanya berdering. Clary mengangkatnya dan itu benar. "Tidak. Mungkin dia ke toilet tuan Han. Jika dia kemari aku akan memberitahukannya. ...."
Hal itu membuat Yura panik, ia bergegas pergi dari ruang kerja Clary menuju kantornya kembali. "Hei Yura. Kenapa kantor kami jadi seperti rumahmu sendiri. Yang tidak berkepentingan dilarang masuk."gerutu Dion ketika melihat Yura terburu-buru pergi dari sana hingga menabrak bahunya.
Clary mengangkat sebelah tangannya, menunjukan ibu jarinya sebagai pujian pada Andrian yang baru saja menghubunginya. Pria itu hanya berbeda 2 meja darinya. Dia tahu apa yang Clary inginkan. Andrian terkekeh karenanya.
Arsitek wanita di California tak terlalu banyak, kebanyak pria yang berkecimpung dalam dunia ini. Dalam tim ini Clary bergabung dengan tim Proyek Industri. Clary, Dion, Andrian dan ketua kelompok mereka Fredy. Pria itu baru saja datang setelah di panggil oleh direktur.
"kita dapat projek. Ayo berkumpul. Kita harus membicarakan ini."
Clary, Andrian dan Dion menghampiri Fredy yang sudah duduk di salah satu kursi meja kotak yang berada di sisi kaca. Setiap tim memiliki bilik nya masing-masing dan meja untuk meeting. Ketika ketiganya sudah duduk Fredy membuka sebuah desain yang pernah mereka kerjakan dan menyerahkannya 2 minggu kemarin.
"Di terima. Aku baru saja menandatangani kontraknya. Besok kita akan bertemu dengan pimpinan Gresshope untuk membicarakan hal ini lebih lanjut."
"luar biasa. Tidak rugi begadang dan kurang tidur hingga 2 minggu hanya untuk mengerjakannya."ucapan Dion dibenarkan oleh Andrian. Pria itu nampak serius membaca isi kontrak perjanjian yang Fredy tunjukan padanya.
"dimana gedung ini akan di bangun?."pertanyaan Clary membuat Andrian ikut menoleh pada Fredy dengan penasaran.
"Chicago. Jika besok kita sepakat. Mungkin lusa kita akan mengunjungi Chicago untuk melihat lebih detail tanah dan areanya."
"jadi... kita akan liburan ke Chicago."seru Dion.
"Bekerja, apa di dalam pikiranmu hanya berlibur."celetuk Andrian.
"aku bahkan tidak ada waktu untuk sekedar minum-minum."gerutu Dion.
"kita bisa minum-minum nanti. Untuk besok. Aku ingin Andrian siapkan presentasinya. Aku akan mengirimkanmu bahan yang akan aku katakan besok. Clary pelajari denahnya. Dion, pikirkan tekniknya. Kalau begitu. Kembali bekerja."
"baik."
***
Gedung ini berlantai 24.
20 ke bawah di sewakan untuk berbagai perusahaan di sini. Salah satunya perusahaan periklanan Yura yang berada di lantai 20. Sementara lantai teratas. 21 hingga 24 adalah kantor khusus arsitek. Perusahaan ini sudah berdiri cukup lama. Dengan devisi-devisi yang lengkap dalam membangun sebuah gedung, rumah, maupun tempat wisata.
Clary berada dalam devisi proyek industri. Kini tim Fredy yang kebagian dalam mengisi salah satu perusahaan yang akan di bangun di Chicago. Mereka sudah mendesain beberapa puluh tempat. Menjadi tim yang memiliki reputasi yang sangat baik karena setiap desain yang di gambar nya memiliki ciri khas tersendiri.
Meeting akan di mulai pukul 10, kini sudah menunjukan pukul 9.45. tim Fredy mulai naik ke lantai 24 untuk menuju ruang meeting. Di lantai tersebut berisi ruang meeting besar dan ruang direktur serta owner. Para petinggi perusahan ini.
Ketika mereka sampai, ternyata meetingnya sudah di mulai namun di buka dengan pembicaraan oleh direktur perusahaan mereka. Fredy bilang orang ini adalah orang yang sangat penting. Direktur Simon tertawa renyah dan beralih memandang ke arah Fredy dan team.
"perkenalkan tim yang akan menangani proyek anda di Chicago. Fredy, Andrian, Dion, Clary. kenalkan ini klien kita."
Pria itu berdiri dan membalikan tubuhnya ke arah mereka. Bibir Clary yang tersenyum seketika luntur begitu saja. Tubuhnya menegang tat kala melihat sosok yang sangat tak asing berdiri di hadapannya. Spontan Clary bergerak mundur namun kakinya goyah hingga membuatnya tersandung sepatu nya sendiri. Sebelah tangan seseorang menahan punggungnya dimana ia hampir saja terjatuh. Pria itu membantunya untuk kembali berdiri. Jarak mereka begitu dekat hingga membuat Clary menahan nafasnya. Masalahnya dari 3 orang pria yang berdiri di sebelahnya kenapa harus pria itu yang menolongnya.
"Te... Terima kasih."ucap Clary lirih. Terlalu gugup dan terkejut. Pria itu tersenyum miring dan menatapnya dengan tatapan yang sama seperti terakhir kali mereka bertemu.
"Hati-hati." Suaranya terdengar berat. Ketika ia kembali ke posisinya berdiri. Andrian menoleh padanya khawatir.
"Kau baik-baik saja?." Clary mengangguk. Namun rasanya ini malah lebih buruk di bandingan terjatuh. Bagaimana bisa mereka bertemu kembali.