Clary membalikan tubuhnya ke arah lain. Ketika dia membuka matanya sebuah kaca dengan pemandangan langit cerah di pagi hari membuatnya bingung. Hingga tiba-tiba ia terlonjak kaget dan bangun terduduk dengan nafas memburu merasa ketakutan.
Sesuatu pasti telah terjadi. Spontan Clary melirik pakaiannya, kaus hitam dan celana jins yang dipakainya semalam masih melekat di tubuhnya. Selain jaket jins yang entah dimana. Clary menghela nafas lega. Ia mencengkram kerah bajunya dengan gugup. Matanya mengedar segala arah.
Tiba-tiba pintu dari arah sebelah kirinya terbuka dan seorang pria keluar dari sana dengan kemeja putih dan celana bahan abu-abu. Clary mengingatnya. Pria yang dengan seenaknya mencium bibirnya. Tentu dia orang yang membawanya kemari. Di cekoki minuman hingga membuatnya tidak sadarkan diri.
Pandangan mereka bertemu, bibirnya tersenyum miring dan berjalan menghampirinya. Rambutnya berwarna coklat. Ia terlihat lebih rapih di bandingkan ketika mereka bertemu di Club. Jam tangan mahal melingkar di pergelangan tangan kirinya. Matanya menatap Clary begitu lekat. Clary tak dapat memalingkan wajahnya. Ia hanya membalas tatapan pria itu tanpa ekspresi.
"Kau baru bangun tidur tapi sudah terlihat begitu menarik. Jika saja tidak ada rapat penting yang menungguku. Aku pasti sudah menidurimu."
Kata itu jelas terdengar begitu menakutkan. Tubuh Clary mendadak menjadi kaku sebelum akhirnya menghela nafas kesal dan menajamkan tatapan nya menatap pria itu.
"Siapa kau! Kenapa kau membawaku ke sini."
"Aku lupa memperkenalkan nama. Nama ku Gideon Gershon. Kau yang menarik ku kemari."
Gideon berdiri di hadapannya. Kedua tangannya jatuh di sekeliling tubuh Clary, mengurungnya. Tubuhnya membusung ke arah Clary. Clary memundurkan tubuhnya agar tak terlalu dekat dengan Gideon. Namun pria itu tetap berada begitu dekat dengannya.
"Aku suka mata dan bibirmu."gumamnya lirih namun terdengar begtu sensual dengan suara berat miliknya.
"Kenapa kau membawaku kemari! Apa yang telah kau lakukan padaku."
"Tidur!." Jawaban Gideon membuat kedua mata Clary membesar. "Kau membuatku sedikit terkejut. Kau begitu cepat mabuk."
"Apa maksudmu tidur! Kau.. Apa yang kau lakukan!."
"Kita hanya tidur. Di sini. Aku tidak suka bercinta dengan wanita yang tidak sadar. Aku lebih suka tidur dengan seseorang ketika dia dalam keadaan sadar, ketika dia menatapku dan aku dapat mendengar dia menyebutkan namaku ketika.."
"Menjauhlah dariku."sela Clary cepat. Hal itu membuat Gideon menyeringai.
"Aku ingin bercinta denganmu."
"Kau tidak akan pernah mendapatkannya. Menyingkir dari hadapanku."Clary mendorong keras sebelah tangan kiri Gideon lalu bergegas turun dari tempat tidur. Gideon tersenyum, menahan bobot tubuhnya menggunakan sebelah tangan kanannya. Kakinya yang menjulur ke lantai tertahan ketika ia bangkit berdiri, lalu menoleh pada Clary yang mengambil jaket dan tasnya lalu pergi menuju ke luar kamar.
Clary mendapati dirinya berada di ruang tamu. Clary mencari-cari pintu keluar dan tak lama ia menemukannya. Sepatunya ada di sana. Ia bergegas memakainya lalu berjalan keluar.
Ini adalah Hotel kelas satu. Clary menggelengkan kepalanya terheran. Bagaimana bisa dia berada di sini dengan pria b******k, maniak, m***m yang ia temui di Club malam.
Clary pergi menuju lift. Ia berdiri di depan pintu dengan gugup. Clary ingin segera sampai di luar Hotel. Pergi dari sini dan melupakan semua yang telah terjadi. Ketika pintu lift terbuka Clary bergegas masuk ke dalam. Sebuah tangan menahan pintu dan mendorongnya masuk ke dalam. Ketika Clary menoleh untuk mencari tahu. Gideon berdiri di belakangnya, tubuhnya menempel dengannya.
Clary langsung menjauhkan dirinya dari Gideon. Bersandar pada dinding lift dan menemukan pria itu berdiri di hadapannya dengan setelan jas berwarna abu-abu. Clary mengeratkan pegangan pada jaket jins nya yang tak ia kenakan.
"Kau berjalan begitu cepat."ucapnya.Clary mengabaikannya dan memilih untuk menatap pintu lift. Gideon berdiri di sebelahnya. Menatapnya terus. Clary merasa tidak nyaman. Tapi tubuhnya begitu kaku, seolah-olah ada lem di kakinya yang membuatnya tak bisa menggerakan nya.
Hotel ini adalah hotel bintang lima, lift nya tentu haruslah lift bagus yang bisa dengan cepat mengantarkannya ke lobby. Tapi entah kenapa lift ini terasa begitu lambat. Clary tidak tahan di tatap seperti ini oleh Gideon. Pria m***m yang mungkin bisa melakukan hal-hal tidak senonoh.
Ketika pintu lift terbuka Clary langsung bergegas untuk segera keluar dari sana, tapi langkahnya tertahan ketika Gideon menariknya. Sebelah tangannya melingkar di pinggang Clary dan berjalan bersamanya menuju keluar Hotel.
Sebuah mobil Audi berwarna silver sudah terparkir di depan pintu Hotel. Pintu mobil itu sudah terbuka lebar, pelayan hotel membungkul hormat padanya.
"Aku akan mengantarmu pulang."
Clary menarik diri, melepaskan diri dari lingkaran tangan Gideon dengan cepat dan berdiri menjauh darinya. Bersembunyi di balik pelayan Hotel.
"Tidak perlu. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku. Kau mengerti." Ancaman Clary membuat Gideon mengulum senyum. Gideon mengalihkan pandangannya sebelum kembali menatap Clary dengan tatapan tajam.
Clary membalikan tubuhnya dan berjalan pergi ke arah berlawanan dari Gideon. Ia sudah muak. Jantungnya berdebar keras, rasanya seperti terjerat dalam lingkaran setan. Entah apa yang akan dia hadapi karena berurusan dengan orang seperti nya.
"CLARY MADISON."teriakan itu spontan menghentikan langkah kaki Clary.Tubuhnya berbalik kembali menatap Gideon yang masih berdiri menatapnya dengan kedua tangan berada di dalam saku celananya.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Dan kita pasti akan bertemu lagi."
Clary tidak menanggapinya. Ia hanya diam beberapa saat sebelum berbalik memunggungi Gideon dan berjalan pergi dari sana secepat mungkin. Bagaimana pria itu tahu namanya. Clary tidak peduli. Ia menyingkir kan rasa penasaran itu.
Dia pasti sudah gila. Pria itu benar-benar tidak waras dan sangat berbahaya. Clary bisa merasakan auranya. Ini tidak akan pernah terjadi lagi. Bertemu dengannya. Clary akan menghindarinya. Akan sangat menghindarinya. Clary tidak akan berurusan lagi dengannya.
Ia akan berusaha melupakan kejadian ini dan hidup normal seperti biasanya. Ya... Clary hanya harus melupakan nya
***
Clary sampai di rumah. Neneknya berada di ruang tengah, berdiri ketika melihatnya datang. Matanya melirik ke arah sofa yang membuat Clary mengikuti arah pandangnya. Yura berbaring meringkuk di atas sofa seraya menangis tersedu-sedu. Clary berjalan menghampiri sang nenek dan melihat Yura dengan tatapan bingung.
"Ada apa denganmu? Apa Steven memutuskan mu!."
Yura mendongak dan melihat Clary dengan raut wajah berbinar putus asa. Ia bangkit terduduk lalu menangis dengan suara yang semakin keras. Nenek Clary hanya bisa menggeleng kan kepalanya terheran. Sudah biasa baginya melihat Yura bersikap berlebihan seperti ini. Ia tak tahu alasannya untuk hari ini, wanita itu menangis dengan sesegukan karena mengetahui Clary tak pulang. Mungkin mereka sedang tidak akur. Nenek Clary mendekati cucunya dan mengelus rambut nya yang tergerai sepanjang bahu.
"Kenapa kau tidak pulang? Kemana saja kau semalaman?."
Clary nampak bingung. Ia hanya menatap neneknya untuk beberapa saat sebelum menjawab.
"Aku... Menemani... temanku di rumah sakit."
Tidak mungkin Clary mengatakan tentang yang sesungguhnya. Ia di culik pria m***m dan dibawa ke Hotel. Clary jamin, kalau bukan pingsan di tempat tidur, neneknya akan berakhir di rumah sakit karena terkejut. Lebih baik ia tak mengatakannya.
"Ohh.. Kasihan. Apa dia sakit parah?."Clary mengangguk canggung. Dia tidak pintar berbohong. Tapi semoga saja neneknya tidak bertanya lebih jauh lagi. Karena ini membuat Clary bingung.
"Tapi sudah lebih baik. Aku lapar. Apa nenek memasak sesuatu yang bisa ku makan."
"Benar. Nenek akan menyiapkan makanan untukmu dan Yura. Mandi dan istirahatlah."
Clary mengangguk patuh. Ketika nenek menghilang di balik pintu dapur Yura bangkit berdiri dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan aku... Hiks.. Hiks.. Huaaaaaa.... Aku tidak bisa melakukan apapun. Aku bahkan tidak bisa berhenti menangis dan membayangkan hal-hal buruk terjadi menimpamu. Aku benar-benar jahat. Seharusnya aku tak mengajakmu ke dalam sana. Hiks... Hiks... Maafkan aku."
Clary tahu Yura tulus merasa takut untuknya. Lagipula tidak ada yang terjadi. Dan ini bukan salah Yura. Pria gila itu yang mendekatinya, dan bersikap frontal. Jika pria lain hanya akan menganggu, pria itu benar-benar berniat buruk padanya. Clary akan melupakannya dan kembali hidup seperti biasa. Yura kembali ke rumahnya sementara Clary naik ke lantai 2 menuju kamarnya berada.
Ia membanting tas nya asal ke atas tempat tidur. Duduk di pinggir ranjang dan melepaskan kedua kaus kakinya, setelah itu ia membaringkan dirinya dan menatap langit-langit kamar. Senang bisa berbaring di rumahnya kembali. Clary menghela nafas lelah, kemarin malam adalah kesalahan. Ada rasa takut dalam dirinya, Clary mencoba untuk menenangkan diri. Menganggap semuanya akan baik-baik saja, walau tak semudah itu karena itu memanglah tidak mudah.
***
Clary berbaring di atas kasur dengan gelisah. Ia mengubah posisi nya menjadi meringkuk menatap balkon kamarnya. Angin berhembus cukup kencang menerpa tubuhnya. Hordeng melambai menyapu lantai karena tertiup angin. Jendela kamar tak pernah ia tutup. Clary menyukai hawa dingin yang di ciptakan angin malam bukan dari mesin kotak persegi panjang yang bergantug di dinding kamarnya.
Namun sesuatu mengusiknya, menganggu tidur lelapnya. Sesuatu seolah merayap di sisi tubuhnya. Lalu sesuatu menyelinap di lingkaran pinggangnya. Clary membuka matanya lalu menoleh ke sisi tubuhnya kamarnya begitu gelap namun sosok di balik tubuhnya masih dapat ia kenali dengan jelas.
Ia terkejut ketika mendapati Gideon berada di balik tubuhnya, berbaring di belakangnya seraya memeluk tubuhnya dengan erat. Bibirnya menyeringai membentuk senyum mengerikan.
"Aku suka bibirmu."
Gideon mendekati wajah Clary. Mencium bibir nya. Hal itu membuat Clary terkejut bukan main.
"Hah!." Clary tersentak kaget ketika menemukan dirinya tertidur di atas kasur miliknya. Masih dengan posisi yang sama ketika ia berbaring tadi pagi.
Clary tak menyangka ia bisa tertidur dan bermimpi. Mimpi yang menakutkan karena pria m***m itu ada di dalam mimpinya.
Clary menepuk kedua pipinya. Mengatur nafasnya yang memburu. Jantungnya berdetak dengan keras. Clary merasa mimpi itu terasa begitu nyata. Menakutkan. Ia bangkit terduduk, menatap ke sekelilingnya yang begitu terang. Masih tengah hari tetapi ia sudah bermimpi.
Clary meraih ponselnya yang bergetar sejak tadi dan menempelkan nya di telinga.
"Halo."
"Aku suka ketika mendengar suaramu setelah bangun tidur. Sangat sexy."
Clary tersentak. Jantungnya nya seolah berhenti untuk beberapa saat ketika mendengar suara seseorang di sebrang sana. Ia mengenali suara ini. Dan hanya satu pria yang ia baru kenal dan memiliki nada suara kurang ajar.
Gideon Gershon.
"Bagaimana kau bisa tahu nomorku!."
"Bagaimana ya! Bagaimana menurutmu... "
"Jangan main-main denganku. Cepat katakan." Ucap Clary begitu menuntut. Hal ini membuatnya ketakutan. Gideon tertawa di sebrang sana. Semakin membuat nyalinya menciut.
Clary memeriksa ponselnya. Ia menghela nafas kesal. Semakin jengkel mendengar pria itu masih tertawa. Nama Gideon tertera di sana. Tentu saja siapa yang menyimpan nomor itu di ponselnya. Dan wallpaper nya bukan pemandangan.
"Kembalikan ponselku yang asli."
"Aaaa.. Hal ini semakin membuatku menyukaimu. Jika kau menginginkan ponselmu kembali, kau harus mengambilnya sendiri."
"Kau.... Aku akan mengirimkannya, berikan saja aku alamatmu dimana aku harus mengirimkamnya. Dan kirim ponselku."
"Aku rasa. Aku lebih suka jika ponselku dikirim secara pribadi. Aku akan mengirimkan alamatnya dimana kita harus bertemu. Jika kau tidak datang. Aku akan membuangnya. Nomor dengan nama Ben seperti nya sejak tadi menghubungimu."
Nama itu membuat Clary panik seketika. Itu adalah konsumennya yang ingin memakai jasa nya dalam mendesain rumah pribadinya. Clary memang ada janji temu dengannya besok di Kantor. Pria itu pasti marah karena Clary tak kunjung merespon nya.
Sialan.
Ini semua karena Gideon Gershon. Pria b******k itu.
"Baiklah. Kirim alamatnya." Ucap Clary pada akhirnya. Menuruti apa yang Gideon inginkan.
"Ckck... Aku tidak sabar bertemu denganmu. Clary."
PIP