Bagian 2

1333 Words
Rian memasuki rumah besar yang sudah puluhan tahun ia tempati bersama Elianor, istri pertamanya. "Mas pulang?"Elin berjalan mendekat sambil menggendong bayi kecil berusia lima bulan. Rian mengangguk lalu mengecup pipi putrinya."Mas bawa mangga muda."Ucap Rian memperlihatkan kantong plastik di tangannya. Elin tersenyum lebar lalu memanggil pelayan untuk membawa mangga ke dapur. "Mas capek nggak? Mau aku pijit?" Tawar Elin saat mereka berjalan menuju kamar. "Tidak usah. Kamu juga pasti capek."Tolak Rian lalu duduk di atas tempat tidur. "Lia dan Adel mana? Masih di rumah mama?" Tanya Rian yang telah mengambil alih putri kecilnya yang diberi nama Mia. Elin mengangguk."Mereka betah di sana mas."Sahut Elin lalu melangkah keluar kamar. Ia ingin segera menyantap mangga muda yang tadi dibawa oleh suaminya. Rian menghela napas melihat kepergian Elin lalu meletakkan putri bungsunya di atas tempat tidur. Istrinya itu sangat baik. Ia selalu melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan juga ibu yang baik. Namun ada sesuatu yang membuatnya tidak puas dan tidak bisa mencintai Elin. Rian menatap foto pernikahan mereka sepuluh tahun yang lalu. Ia dan Elin menikah karena dijodohkan. Orang tuanya bilang Elin adalah anak yang baik dan berbakti, wanita itu pasti akan menjadi istri dan ibu yang sempurna. Paras cantiknya juga senyum manisnya membuat Rian berpikir kalau orang tuanya benar. Elin adalah gadis yang dibesarkan oleh keluarga baik-baik, maka dari itu ia pasti akan menjadi istri yang sempurna. Namun saat malam pernikahan, Elin sudah tidak perawan lagi. Bukan hanya tidak perawan namun rasanya wanita itu sudah sering melakukannya. Ia merasa dibodohi namun itu juga kesalahannya. Kenapa sebelum pernikahan ia tidak mencari tahu sosok wanita yang akan menjadi istrinya dan malah fokus dengan perkataan pujian yang dilontarkan oleh ibu dan mertuanya. Saat itu ia marah dan ingin mengakhiri pernikahan, namun Elin malah mengancam akan bunuh diri jika mereka perpisah. Wanita itu bahkan sudah melukai sedikit pergelangan tangannya. Dan karena segala pertimbangan dan ancaman dari Elin serta tekanan dari orang tuanya yang tidak percaya atas apa yang ia katakan. Pernikahan itu tetap berlanjut bahkan sampai hari ini, ia dan Elin malah sudah punya tiga anak dan beberapa bulan lagi akan lahir anak ke empat mereka. Namun segala kekecewaan itu tidak lantas bisa hilang begitu saja. Semuanya masih terekam jelas diingatannya. Walau Elin bersikap sebaik apapun, rasanya tetap ada yang kurang dari pernikahan mereka. Sampai sosok Meylia, gadis cantik bertubuh mungil hadir dihidupnya. Gadis itu terpaksa menikah dengan dirinya karena tekanan ekonomi. Dan meskipun Rian tahu alasan gadis itu menikah dengan dirinya, ia sungguh tidak keberatan. Uangnya adalah milik Meylia juga. Apalagi saat malam pertama, Meylia masih perawan. Sesuatu yang tidak bisa Elin berikan. Rian sadar jika apa yang ia lakukan salah tapi apa daya, Ia tidak bisa mencintai Elin sampai kapanpun, walau ia sudah berusaha. Namun Meylia berbeda, gadis itu membuatnya bangga karena hanya dirinya pemilik tubuh mungil itu. Hanya dirinya yang bisa menyentuh dan menikmati tubuh menggairahkan itu. Meylia hanya miliknya, ia yang membuat gadis itu menjadi wanita seutuhnya. Sedang Elin, entah berapa banyak pria yang menyentuhnya dulu. Mengingat saat itu milik Elin sangat__ longgar seperti sering dipakai. "Mas. Mass" Rian tersentak dan melihat wajah Elin dihadapannya. "Mas melamun?"Tanya Elin dengan raut wajah penasaran. Rian mengangguk lalu tersenyum."Mas kangen kedua putri kita." Ucap Rian berbohong. Elin menggeleng lalu mendekati tubuh kecil Mia."Jemput dong mas. Lagian mas kan jarang di rumah, anak-anak juga pasti kangen ayahnya." Rian berdiri."Mas akan jemput mereka nanti." Ucap Rian lalu melangkah menuju kamar mandi. "Mas kok beberapa tahun ini jarang pulang?." Tanya Elin begitu Rian selesai mandi. Rian melangkah menuju lemari pakaian."Mas kan kerja. Apalagi sekarang malah mau nambah lagi satu." Elin turun dari tempat tidur, membantu suaminya memilih pakaian."Tapi mas sekarang jadi sibuk banget. Aku kangen loh sama mas, anak-anak juga." Ucap Elin membuat Rian tersenyum lalu mengelus rambut istri pertamanya itu. "Sabar ya, nanti mas usahain libur beberapa hari untuk nemenin kalian liburan." Ucap Rian membuat Elin bersorak senang lalu memeluk tubuh Rian erat. "Makasih ya mas." Ucap Elin antusias. Rian mengangguk lalu menarik istrinya menuju tempat tidur. "Mas mau?" Tanya Elin ambigu membuat Rian segera menggeleng. "Nggak. Kamukan lagi hamil muda, ada Mia juga di sini." Ucap Rian kemudian berbaring disamping kiri tubuh putrinya. Elin mendesah kecewa."Kita kan udah lama nggak main mas. Mas pasti rindu kan?" Tanya Elin membuat Rian mengangguk. "Mas rindu. Tapi mas nggak mau kamu dan anak kita kenapa-napa. Tunggu agak besar baru mas berani." Ucap Rian lalu memejamkan matanya sedang Elin hanya berdecak kesal. Pagi harinya, Rian memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Ia akan menginap di rumah Meylia untuk beberapa hari. "Mas mau keluar kota lagi?" Tanya Elin yang baru saja memasuki kamar. "Mas ada kerjaan dua hari di luar kota." Jawab Rian lalu menurunkan kopernya. "Tapi mas baru pulang. Mas juga belum ketemu Lia dan Adel." Protes Elin membuat Rian mengangguk. Mungkin karena ia tidak mencintai Elin makanya ia juga tidak punya perasaan apapun pada anak-anak mereka. "Mas tahu. Mas akan selesaikan semuanya secepatnya lalu pulang dan menemani kalian." Elin sepertinya tidak puas akan jawaban Rian. "Mas, aku sedang hamil. Usia dua bulan sangat rentan keguguran apalagi aku juga harus ngasuh Mia yang masih kecil. Aku butuh mas di sini." Ucap Elin memelas membuat Rian duduk di atas tempat tidur. "Kan ada bibi. Mas janji akan segera pulang setelah semua urusan di sana selesai." Elin tetap menggeleng."Aku kangen mas." Bisik Elin memeluk tubuh Rian. "Sekali saja mas. Sentuh aku." Ucap Elin memohon membuat Rian terdiam. Elin berlutut lalu menurunkan resleting celana suaminya. "Elin."Tegur Rian namun Elin tetap melanjutkan apa yang ia lakukan. "Sekali saja mas." Pinta Elin lalu mengeluarkan senjata besar milik suaminya. "Elin, mas sibuk. Mas harus berangkat sekarang." Ucap Rian. Karena walau bagaimanapun sulit rasanya memancing gairah jika itu dengan Elin. "Setelah aku melahirkan Mia, kita hanya bercinta sekali mas. Sebagai istri aku butuh mas, dan aku yakin mas juga. Tolong jangan jadikan kehamilanku alasan untuk menolak." Tubuh Rian terdiam. Dari perkataan Elin ada satu hal yang baru ia sadari. Ia dan Elin hanya bercinta sekali setelah kelahiran Mia namun dua bulan kemudian Elin memberi kabar kehamilannya. Sedang dengan Meylia, mereka sudah sering melakulannya bahkan tidak kenal waktu dan tempat tapi kenapa istri mudanya itu tidak kunjung hamil juga. 'Apa Meylia__ ahh tidak.. Meylia pasti baik-baik saja. Suatu saat ia juga akan mengandung anak kami' batin Rian. "Mas." Rian menoleh. Senjatanya sudah keluar namun belum b*******h. Terlihat jika Elin berusaha membangkitkan gairahnya. Rian menghela napas lalu berdiri. Ia akan membayangkan tubuh indah Meylia lalu menyetubuhi istrinya dengan cepat. Rian mengocok miliknya pelan sembari membayangkan tubuh polos Meylia berbaring di bawah tubuhnya. Setelah siap, Rian menarik tubuh Elin berbaring lalu membuka lebar kedua kaki istri pertamanya itu. "ahh" Desah Elin begitu sesuatu yang besar memasuki miliknya. Rian memejamkan matanya. Seperti biasa, miliknya bisa masuk dengan mudah padahal jelas ia jarang melakukannya dengan Elin. Sebaliknya Meylia, istri muda yang selalu ia gempur habis-habisan justru selalu memberinya kepuasan. Bahkan setelah ia gempur semalaman milik Meylia akan kembali seperti perawan lagi pagi harinya. Tapi Elin? Entahlah__ Rian memejamkan matanya kemudian bergerak cepat dan dalam. "Ahh masss." Desahan Elin justru membuat Rian semakin ingin mengakhiri percintaan mereka. Rian membayangkan tubuh mulus Meylia agar ia tidak kehilangan selera. Dan itu berhasil, gerakannya semakin cepat hingga tubuh Elin bergetar dan. "Arghhhhhh.." Rian menarik miliknya lalu mengocoknya cepat kemudian memuntahkan benih-benihnya di atas perut Elin. Tugasnya selesai. Elin sudah puas dan tertidur. Rian segera menarik koper lalu berjalan keluar kamar. Ia menutup pintu kamar lalu bergegas menuju pintu. Ia akan ke kantor lalu sorenya ia akan langsung ke rumah Meylia. Menghabiskan waktu semalaman dengan istri mudanya itu. Di tengah jalan, Rian menghubungi Meylia. "Mas mau ke sini?" Rian tersenyum mendengar suara imut Meylia. "Iya sayang. Dua hari. Mas akan menemanimu selama dua hari." "Benarkah? Mas mau makan apa? Biar aku beli bahan-bahannya." "Apa saja. Asal masakan kamu pasti mas makan." "Baiklah. Mas hati-hati nyetirnya." "Iya sayang. Mas mencintamu." Meylia tertawa. "Meylia juga cinta mas." Rian tersenyum lalu mematikan telponnya. Lihat! hanya dengan mendengar suara Meylia ia sudah merasa sangat bahagia. Rian merasa seperti anak kecil yang baru mengenal cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD