Selir

1858 Words
"Tubuh ini kenapa sangat mengingatkan wanita itu? Apa dia adalah istri kesanyannya? Kalau memang dia sangat mencintainya. Kenapa wanita itu bilang jika dia punya banyak selir. Artinya punya banyak wanita?" Nah Yu, terus berbicara di setiap langkahnya. Dia masih belum paham dengan dunia istana yang dia tempati. "Sepertinya? Aku harus menerimanya, lagian. Ini kesempatan aku. Tapi.. Dia bukan wanita yang aku inginkan. Meski dia terlihat sangat cantik. Tapi, aku berpikir dia sangat licik." "Yang mulia!" salah satu prajurit lengkap dengan tombak di genggaman tangan kananya, dan pelindung baja sebagai pengaman di tubuhnya. Baju, besi yang sangat berat terpakai melindungi tubuh mereka.. "Iya.. " Bai Yu, melipat ke dua tangannya di belakang punggungnya. Bergaya seperti raja. "Maaf, Yang mulia, lebih baik anda kembali ke kamar." "Aku ingin jalan-jalan sebentar. Udara malam sangat meentralkan pikiranku." "Tapi..." "Kenapa kamu melarangnya, biarkan saja dia pergi jalan-jalan." Sebuah tangan menempel di pundak prajurit itu. Sontak membuatnya menunduk takut, dan berjalan mundur beberapa langkah. "Maaf, pangeran." "Pergilah!" "Baik, pangeran!" Prajurit itu melangkahkan kakinya pergi. Sementara Bai Yu, dia menatap lekat wajah tampan di depannya. "Siapa lagi dia? Prajurit itu memanggilnya pangeran? Apa dia adalah adikku? Dalam kerajaan pangeran berarti masih satu keluarga dengan Raja. Dan, siapa dia? Keluargaku? Adikku? Atau, siapa?" Bai yu di buat bingung. "Yang mulia!" sang pengeran melipat tangan kanan di dadanya. Dan, badan sedikit tertunduk. "Iya.. Iya.." Bah Yu menganggukan bukan kepalanya. "Kenapa yang mulia ada disini?" "Bukanya tadi saya sudah bilang pada prajurit tadi. Dan, anda mendengarnya dengan jelas." "Maaf! Saya, hanya khawatir dengan yang mulia. Banyak sekali mata-mata masuk. Dan, setelah kejadian pengobatan pembunuhan itu. Saya mengkhawatirkan kondisi yang mulia." Bai Yu, mengerutkan alisnya. Dia melihat gerak gerik laki-laki di depannya. Bai Yu yang memang sangat pandai menganalisa setiap gerakan dan gerak-geriknya. Dia merasa jika laki-laki di depannya hanya ingin cari muka di depannya. Dia pura-pura baik atau memang terlihat sok baik. "Saya baik-baik saja. Tidak perlu khawatir. Sepertinya anda pergi saja dari sini. Saya tidak butuh perhatian dari anda." Sang raja menepuk pundaknya. Pangeran terkejut, dia membuka matanya lebar. Napasnya mulai tidak beraturan. Wajah yang penuh dengan kemarahan. Ucapan yang menusuk hatinya dalam satu kali ucapan. "Baiklah! Jika anda menginginkan saya pergi. Jika, anda butuh bantuan. Anda bisa bilang pada saya." "Iya.. Terimakasih!" jawab sang raja dengan nada sedikit mengejek. Senyum palsu terukir di bibirnya. Bai Yu terus berjalan tanpa arah. Dia bosan melihat beberapa orang yang pura-ira perduli di depannya. Hanya karena ingin sekali cari muka. "Apa yang akan Aku lakukan sekarang? Aku tidak tahu, aku tinggal dimana? Dan siapa laki-aku yang aku tempati tubuhnya? Apa dia seorang raja?" kata Bai Yu, dia terlihat sangat bingung. Berjalan mondar-mandir. Tanpa memakai mahkota raja. Dia berjalan keluar hingga menuju ke sebuah taman yang di penuhi dengan pepohonan rindang dengan daun seperi musim gugup, dedaunan berubah menjadi warna kuning. Daun itu perlahan, mulai berguguran terjatuh, berserakan di jalan. Bukanya terlihat kotor. Tetapi, hal itu menimbulkan. Pemandangan yang nampak sangat indah. Kedua mata Bai Yu, menatap kagum pemandangan di sekitarnya. "Sangat indah!" "Ini pemandangan seperti lukisan yang ada dirumahku?" ucap Bai Yu, dia mengambil satu daun berwarna kuning langsat yang terlihat lebih besar dari yang lainya. "Hmm.. Sepertinya aku bisa menuliskan sesuatu disini." Bai Yu, menarik celana yang membuat dia merasa sangat risih. Bai Yu mengambil potongan ranting kayu. Menuliskan sebuah tulisan. Pandangan matanta tertuju pada aliran air yang terbawa ke arus sungai kecil. Bai Yu mempercepat langkahnya. Dia duduk di tepi, di samping bebatuan besar. Dia menyandarkan duanya, dan mulai menuliskan tulisan huruf modern. Sebuah malam yang telah berlalu. Ketika kucoba merebahkan mimpi. Sontak kuterjaga dalam angan. Kau yang telah lama pergi kini kembali. Tahukah kau aku yang kini? Bukan pecundang yang mudah kau hampiri. Bukan ku mendendam-mu, hanya saja menyembuhkan luka perlu waktu. Hati dan perasaan ini, masih sama. Masih terluka dengan hal yang sama. Tapi, apakah nanti aku bisa bertemu dengan cintaku? Cinta yang aku impikan. Kenapa bisa aku menulis seperti ini? Apa aku masih mengingat dia? Tapi, dia hanyalah masa lalu. Dia pergi, saat aku merasa terpuruk. Mungkin, memang dia bukan takdirku." kata Bai Yu, tersenyum tipis membayangkan sejenak masa laku di jaman modern. Sebelum dirinya sering sakit-sakitan. Saat melihat tulisannya lagi. Bai Yu, semakin melangkah mendekati aliran sungai yang nampak sangat indah Sungai kecil, di penuhi bebatuan di dalamnya. Terlihat seperti lukisan yang yang begitu indah. Dia bejalan menuju ke sungai kecil yang mengalir tak begitu deras. Air yang terlihat sangat jernih. Bai Yu, duduk jongkok. Meletakkan daun di atas air. Perlahan dia mulai melepaskan daun itu. Hingga terbawa arus air. Sungai penghubung antara rumah para selir di kediamannya paling ujung. Dengan rumah kediaman raja. Meski melewati persinggahan para pangeran kerajaan. Sebelum di angkat jadi raja beberapa bulan lalu. Dia hanya seorang pangeran biasa. Tumbuh sebagai anak ke dua dari 6 bersaudara. Kakak pertamanya, tidak mau jadi raja. Hanya karena dia ingin jadi penasehat raja. Tapi, keputusan itu di tolak sang ayah. Dan, malah mencuri sang kakak ke pengasingan. *** Bau Yu berdiri menatap arus air gemericik air itu membuat pikirannya merasa sangat fresh. "Jika nanti ada yang menemukan tulisan itu? Mungkin dia adalah kehidupan saya yang akan datang." ucap Bai Yu. Bai Yu menundukkan kepalanya. Dia, mengerutkan keningnya. Saat melihat sebuah daun yang menghampirinya. Tersangkut rerumputan tepat di bawah kakinya. Dia melihat sebuah tulisan yang tertulis rapi di atas daun kuning yang sama seperti tulisannya. "Ini bukan tulisan saya.?" Bai Yu, mencoba membaca dan memahami bahasa yang sama sekali tidak begitu jelas baginya, meski hanya sedikit mengerti. Tulisan yang sedikit berbeda dengan tulisannya. Di kehidupan kerajaan dan masa depan. Sangat berbeda. Dari cara penulisannya. Dan, pengambilan bahasanya. Meski sedikit ada kesamaan dengan masa depan di dunianya. "Bagai gelombang air yang berputar. Gejolak jiwa yang terluka, terdapat ratapan perasaan yang tersiksa. Di tengah belenggu jiwa yang menggelora. Rusa kecil yang begitu lugu. Ingin berlari terbang sejauh mungkin menggapai harapan." "Siapa yang menulis ini? Apa maksudnya? Apa ini surat dari sang permaisuri?" tanya Bai Yu, "Tulisan yang indah. Pasti secantik wanita yang menulisnya. Jika dia seorang pria nanti. Aku akan menjadikan dia saudaraku. Jika wanita, semoga saja. Aku bisa bertemu dengannya. Dan, menikahinya." ucapnya keras. Meski terlihat sangat sini. Tetapi alam jadi saksi apa yang di katakan Bai Yu. "Kenapa Saya menikah lagi? Bukanya saya punya banyak selir?" Dan, gimana bisa. Saya melakukannya. Saya punya permaisuri yang sangat cantik." **** Sementara di kediaman para selir. Seorang wanita cantik dengan pakaian khas selir jaman dulu. Dengan sanggul di kepalanya. Wajahnya terlihat begitu menggoda. Kulit putih, bibir yang tipis, dan senyum yang bercahaya bagi yang melihatnya. Tatapan mata penuh dnegan keluguan. Baju yang menunjukan belahan dadànya. Garis tipis bibirnya membuat banyak laki-laki tergoda. Bahkan para pangeran berebut untuk bisa menikahinya. Tetapi, ia memilih menjadi selir raja yang sama sekali tidak mau melihatnya. Sang ratu utama, ibu raja yang meminta dia untuk menikahi raja. Dan, dia setuju akan hal itu. Agar para pangeran juga tidak mengganggunya lagi. Tapi, pikirannya salah. Pangeran masih saja mengganggunya. Di dekat sungai kecil, duduk di antara bebatuan. Dia terus menulis apa yang dia rasakan. Berada dalam lautan iblis yang membauat hatinya terbelenggu. Dia sama sekali tidak bisa selepas dari derita yang terus dia alami. Raja yang angkuh, sering menyakitinya. Dia hanya jadi bahan tawaan para selir. Dan, hidupnya hanyalah seekor angsa yang masuk ke dalam lubang serigala. "Nona, apa anda tidak tidur?" tanya dayang. "Nanti saja. Saya masih belum bisa tidur." "Tapi, ini sudah menjelang pagi, nona." "Moi, Kamu adalah pelayan yang begitu patuh. Hanya kamu dan 2 pelayan lainya yang mau tinggal bersama dengan wanita rendahan seperti saya." "Nona, apa masih terpikirkan soal kabur?" "Ini.. Apa anda pikir saya bisa kabur dari sini? Sepertinya, hidup aku akan terus terpenjara dalam kegelapan. Saya tidak bisa pergi dari sini." "Tapi, apa anda yakin? Banyak sekali kesempatan untuk pergi Apalagi, lantaran. Dia sangat mencintai anda. Kenapa anda tidak ingin pergi bersama dengannya? Apa anda mulai mencintai yang mulia." Senyum merekah terukir indah di bibirnya. Bagaikan bunga yang bermekaran. Lebih manis dari madu. "Apa itu cinta, Moi. Saya tidak pernah berpikir jika saya mencintai yang mulia. Menatap wajahnya saya tidak pernah sama sekali. Sedangkan, dalam hati yang mulia hanyalah permaisuri." "Nona, apa anda tidak bisa membuka hati anda untuk pangeran ketiga?" "Dia juga begitu gigihnya berjuang untuk mendapatkan hati anda. Dia rela pergi ke pengasingan, hanya ingin bertemu dengan anda secara diam-diam. Kalian berdua saling bertemu. Dan, bersama. Apa anda sama sekali tidak tertarik dengannya, nona?" tanya sang pelayan, dia masih tertunduk. Sebagai tanda hormatnya pada sang majikannya. "Saya tidak suka dengannya. Banyak sekali alasan kenapa saya tidak suka. Saya mengenalnya dengan baik, dari cara dia menatap semua orang. Dari, cara dia berbicara. Bahkan, dari tingkah laku dan gerak geriknya yang sangat mencurigakan." jelas Selir itu. "Maksud nona apa?" "Nanti kamu juga pasti tahu sendiri, Moi." "Nona, tapi besok adalah jadwal anda bertemu dengannya lagi. Apa perlu saya temani lagi." "Sepertinya tidak perlu. Besok, saya akan pergi sendiri. Biarkan saja ku berdua dengannya. Aku berharap, bisa mendapatkan kesempatan pergi dari sini. Dengan cara memanfaatkan dirinya." "Iya.. Sebenarnya itu maksud saya, nona. Tadi saya ingin berbicara seperti itu. Tapi saya takut." "Nanti aku! Jangan bilang pada semuanya jika aku pergi. Bilang saja, jika saya sakit tidak mau di jenguk siapapun." "Baiklah, nona. Dan, sekarang anda sepertinya nona harus masuk ke dalam. Udara diluar sangatlah dingin. Lebih baik, nona segera masuk. Sebelum udara semakin dingin." "Tidak perlu, Moi. Masih banyak yang perlu saya tulis." "Kenapa nona melakukan ini?" tanyanya. Sang Selir cantik itu hanya tersenyum di depan teman, sekaligus pelayannya. "Apa jangan-jangan nona, ingin jika yang mulai membaca tulisan nona?" "Iya.. Saya, selirnya. Tapi, saya tidak pernah sama sekali bisa menatapnya. Seandainya saja, saya bisa melihat jelas wajahnya hanya satu malam. Apakah cinta akan tumbuh?" "Bisa saja tapi, nona pertimbangkan lagi. Antara, perasaan nona terhadap tuan muda ke tiga. Dan, yang mulia." "Iya.. Saya tahu itu." "Nona, saya ada ide. Gimana anda bisa dekat dengan yang mulia. " Sang Selir menatap ke arah pelayannya. Wajahnya terlihat bingung dengan apa yang dikatakan sang pelayan. "Besok ada acara besar di balaikota. Dan, Besok juga adalah kesempatan bagus agar nona bisa bertemu dengan raja." "Besok? Kenapa tidak ada yang memberitahukan sebelumnya?" "Permaisuri menyiapkan semua baju bagus untuk para selir. Dan, dia memberikan kesempatan untuk para selir menatap sang raja." "Kenapa diadakan acara? Padahal, besok tidak ada acara perayaan sama sekali." "Dengar-dengar! Raja telah pulang lagi kerumah. Berita kematian raja itu semua salah. Dan, sekarang raja berada satu kamar dengan permaisuri. Khan agung yang membaut acara besar menyambut kedatangan raja kembali." "Baiklah! Sepertinya saya akan istirahat Sekarang. Siapkan aku baju bagus untuk perayaan besok. Aku ingin, menunjukan diriku di depan sang raja." "Baik, nona." "Sekarang kamu pergilah. Dan, terimakasih atas info yang kamu berikan." "Iya, nona!" sang pelayan istana itu segera pergi meninggalkan selir itu. Dia masih terdiam lagi, melanjutkan tulisannya. Hingga dirinya mendapatkan sebuah daun yang berada tepat di atas jari-jari kakinya. "Tulisan? Aku dapat balasan?" sama selir terlihat begitu bahagia. Dia sangat antusias membaca surat yang terbawa arus air itu. Sebuah daun yang menginginkan kata cinta. "Apa sang raja sedang terluka? Tapi, tidak mungkin. Gimana bisa, sang raja patah hati? permaisuri sangat mencintainya. Dan, sebaliknya yang mulia sangat mencintai sang permaisuri."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD