Perayaan untuk sang raja terlihat begitu ramai di balai kota. Para tanya mulai berdatangan. Banyak sekali yang ingin melihat raja kembali. Meski sempat kecewa dengan kedatangan sang raja lagi. Mereka semua sangat membenci raja, raja yang bertindak semena-mena. Sombong, dan terlalu arogan pada rakyatnya. Para khan tahun memaksa tanya membayar pajak lebih untuk sang rakyat. Semua hasil panen di sambas dan hanya disisakan sedikit untuk makannya.
Rakyat semakin menderita semenjak kematian raja Bian yang terkenal sangat baik dan adil. Sementara anaknya, sangat buruk dalam kepemimpinannya. Raja Yinwa sangat tegas. Dan, tidak adil dalam pembagian hasil panen.
Para penduduk desa mulai berkumpul. Melihat pemandangan para prajurit yang melingkar menyatukan tombak besi mereka untuk menghalangi para penduduk masuk ke area para selir, dan permaisuri. Tidak mau yang mulia ratu. Ibu dari Yinwa. Seorang raja yang terkenal sangat pelit. Dan kejam jadi korban dari amukan. Tetapi, semua tidak ada yang berani menyentuhnya. Jika sampai menyentuhbsedikit saja kulit ratu. Yinwa tidak segan-segan memenggalnya.
Tapi, ibunya sangat mendukung kepemimpinan anaknya. Dia memberi tahu untuk memeras rakyat lebih kejam lagi.
"Yang mulia ratu." ucap sang selir, melipat kedua tangannya ke depan. Sembari menundukkan badannya.
"Berdiri tegak. Dan duduklah!"
"Baik, yang mulia ratu."
"Dimana permaisuri, kenapa dia tidak datang."
"Permaisuri masih di kamarnya ratu. Seperti biasa. Dia dandan sampai untuk jadi yang terbaik di depan raja."
"Sangat bagus! Dia harus tampil cantik agar tidak memalukan bagi raja."
Para selir menundukkan nadanya lagi. Melangkah ke belakang. Duduk di sungai sana para selir. Semua duduk di tempatnya masing-masing.
****
Semangat rakyat terlihat begitu serius. Desas-desus berbeda muncul dari perbincangan mereka. Salah satu kerumunan paling belakang. Terdengar begitu keras. Membicarakan Raja.
"Kenapa raja bisa kembali?"
"Iya.. Padahal dia sudah berada di hutan larangan?"
"Kesatria hutan larangan tidak pernah ada yang bisa melawannya. Mereka terkenal dengan ksatria pembunuh. Dan, mereka juga sangat pandai dalam menghilang. Tapi, tidak mau hidup dalam kepemimpinan raja. Mereka suka hidup dalam hutan. Tanpa ada yang berani mengusirnya lagi."
"Seandainya mereka ada disini untuk memberantas pekerjaan paksa tanpa dibayar ini. Mungkin semua akan berbeda."
"Iya.. Aku merasa kita kerja di ladang sendiri. Tanpa mendapatkan apapun?"
"Bukanya hutan larangan itu sangat berbahaya? Tapi, kenapa hitam itu tidak bisa membunuhnya?"
"Kalian jangan berbicara sangat keras. Jika sampai yang mulia tahu. Mungkin tidak hanya mulut kamu yang dijahit. Mungil kepala kamu bisa hilang." salah satu dari mereka mencoba mengingatkan.
"Tapi. Semua masyarakat disini tahu. Jika mereka sama sekali tidak menyukai raja."
"Ssstt.. Pelankan suara kalian. Apa kalian mau mati sia-sia."
"Tidak akan! Raja tidak lama mendengar apa yang kita katakan." ucap penuh percaya diri.
"Saya mendengar semua yang kalian katakan." suara sang raja mengejutkan beberapa rakyat yang bergerombol membicarakannya. Sang raja tiba-tiba muncul di belakang mereka. Bukanya marah, raja hanya tersenyum, menepuk pundak dua di antara mereka.
"Apa saya begitu keterlaluan, sampai kalian sama sekali tidak menyukai saya?" tanya Bai Yu.
"Maaf, yang mulia.. Maafkan kami." Semua tunduk, berlutut di depan raja.
"Tolong maafkan kami!"
"Maafkan kamu, telah lancang membicarakan anda. Kami patut dihukum. Tolong jangan bunuh kami." ucap salah satu dari mereka. "Kami siap menerima semua hukumannya. Asalkan kamu tidak dibunuh."
"Berilah hukuman kami, yang mulia.. Tapi tolong jangan tubuh kami. Kami Masih punya anak kecil dan istri tuan.. "
"Saya tidak tanya, sudah berdirilah kalian." Sang raja menarik tangan mereka satu persatu untuk berdiri. Mereka semua napak sangat bingung.
"Apa yang kalian lakukan. Pergilah! Jangan suka bicarakan orang lagi."
"Apa yang mulia tidak menghukum kita?"
"Pergilah!" pinta Yinwa. Seorang raja, tapi kini tubuhnya sudah dikuasai oleh Bai Yu
Bau, Yu masih terlihat aneh melihat pemandangan di sekitarnya. Kampung yang begitu padat penduduk. Semua berdesakan tanpa ada kendaraan sama sekali.
"Disini tidak ada mobil?"
"Mobil?" semua terima, menggaruk kepalanya mendengar kata yang begitu asing. Para penduduk di sekitar Hai Yu, menatap ke arahnya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Bai Yu, sedikit menundukkan suaranya.
"Maaf, yang mulia. Maaf!" semua tertunduk, tak berani mengangkat kepalanya.
Sementara para pangeran yang melihat kejadian aneh itu mereka selama tidak berhenti memperhatikannya. Dan terus mengamati pergerakan sang raja.
"Apa yang dia lakukan?"
"Entahlah! Baru pertama kali saya melihat raja bergaul dengan rakyat biasa. Bahkan berani menyentuhnya. Bukanya dia tidak pernah terjun langsung menemui para rakyatnya."
"Iya.. Semenjak kematiannya kemarin, otaknya sedikit berubah. Kata sang permaisuri dia tidak ingat istri, bahkan tidak ingat dirinya sendiri."
"Bentar, kenapa anda bisa bicara dengan permaisuri? Apa anda diam-diam bermain cinta dengannya."
"Apa yang anda katakan? Bisa-bisa dia menghukum mati aku sampai saya ketahuan dengan permaisuri."
"Lebih baik, culik selir terakhir yang mulia. Dia pasti tidak masalah. Karena yang mulia tidak pernah menyentuhnya."
"Apa yang kamu katakan? Jangan pernah menyentuhnya." pangeran ketiga mendorong pangeran pertama. Dia terlihat begitu marah saat menyebut nama selir itu.
"Apa kamu menyukai, Xia?" tanya pangeran kelima.
"Iya.. Dia adalah Milikku. Tidak ada yang bisa mengambilnya dariku."
"Meski itu raja?" sambung pangeran keenam.
"Iya.. Aku bahkan rela menentangnya."
"Hebat!" saut pangeran ke empat.
"Lihatlah! Wanita cantik kamu sudah datang. Dia terlihat begitu anggun dengan gaun putih, dan rambut di sanggul di atas. Make up tipis, wajah yang begitu cantik jadi pusat perhatian para penduduk disana. tidak hanya para penduduk di sana. Tapi, pandangan mata para pangeran tertuju pada Xia. Selir yang baru saja dinikahi raja satu minggu lalu.
"Dia sangat cantik!" ucap pangeran ke empat.
"Tapi, bukanya dia tidak pernah datang ke acara penting. Selama beberapa hari. Tapi, kenapa dia dandan begitu cantik. Memakai perhiasan yang menawan."
"Sepertinya dia mulai menggoda raja."
"Tidak mungkin!"
"Apa yang kalian bicarakan? Wanita cantik? Dimana dia?" suara berat itu mengejutkan para pangeran. Mata mereka saling tertuju. Wajah mereka terlihat bingung. Para pangeran, mulai menggerakkan kepalanya perlahan, menatap ke arah sumber suara. Kedua mata mereka membulat sempurna. Para pangeran bersamaan, menelan lidahnya susah payah. Pangeran ketiga, memukul punggung yang lainya untuk menunduk.
"Hormat kami, yang mulia." Para pangeran spontan bersamaan menundukkan badannya. Memberikan hormat pada sang raja.
"Siapa yang sebenarnya kalian bicarakan?" tanya sang raja.
"Emm..." Pandangan mata pangeran keempat tertuju pada Xia.
Sang raja menatap ke arah Dia. Kedua matanya membulat. Mata itu menunjukan kehamilan atas bidadari yang baru saja dia lihat. "Ternyata ada yang lebih cantik dari permaisuriku?" ucap lirih sang raja.
Semua pangeran menatap aneh ke arah raja. "Apa maksud kamu?"
"Lapangan saja." Sang raja berdiri tegak. Dengan tangan kiri di belakang punggungnya.
"Siapa namanya?"
"Dia... Apa kamu lupa dengan namanya?" tanya pangeran ketiga.
"Oo... Xia.. Baiklah!" Sang raja menepuk pundak pangeran ketiga dan keempat. Dan, segera berjalan menghampiri Dia. Kebetulan, permaisuri berjalan menuju ke arahnya.
"Yang mulia!" sapa permaisuri, kemudian badannya sedikit.
"Iya.."
Dua wanita cantik ada di depanku? Apa ini yang dinamakan kebetulan? Atau, aku bisa mendapatkan keduanya?
"Salam, yang mulia." Dia selir sang raja ikut menunduk di depannya.
"Berdiri tegak. Jangan menunduk. Kamu, pergilah duduk." ucap Yinwa pada permaisuri.
"Baik!" meski sedikit kecewa dengan raja. Terpaksa permaisuri segera duduk di singgasananya. Tepat di samping tempat duduk raja.
"Kamu Xia?" tanya Yinwa.
"Iya, yang mulia."
"Panggil namaku saja. Jangan pakai embel-sambal yang mulia. Saya tidak suka."
"Baik... Yin--wa." ucap selir itu lugu, meski dirinya sedikit gugup.
"Ikutlah denganku, kamu duduk disampingku." ucap Yinwa.
Tubuh ini selalu menolak saat aku ingin menggodanya. Ada apa dengannya? Lagian, apa salahnya aku baut dia dekat dengan selir cantik..
"Yang mulia.. Apa anda baik-baik saja?" tanya Xia.
"Saya, baik-baik saja. Malam ini kamu temani aku, apa kamu mau?"
Dia memutar matanya. Semua mata tertuju padanya. Para selir lainya, permaisuri. Hingga kedua mata tertuju pada para pangeran yang sedari tadi menatap tajam ke arahnya. Seakan semua orang tidak suka dengan kedekatannya dengan sang raja.
"Kenapa kamu diam?" tanya sang raja. Jemari tangannya Mencoba menyentuh belaian tipis rambut Xia yang tertinggal di pelipis kanannya.
"Saya bersedia, malam ini menemani yang mulia."
"Baiklah! Temani saja. Hanya temani berbincang saja. Jadi, kamu jangan khawatir."
Dia yang semula gugup. Dia bisa menghela napasya lega. Apalagi dia belum siap tidur dengan raja. "Sekarang, kita duduk dulu." Sang raja mempersilahkan selir itu untuk jalan lebih dulu di depannya. Perlakuan spesial raja pada Selir membuat semua orang yang melihatnya terheran-heran dengannya.