Aku cukup terkejut mengetahui fakta bahwasannya Ibu Pak Davka —maksudku, Tante Dean— ternyata tidak seseram yang kukira. Wajah beliau memang agak judes kalau sedang diam, tetapi ketika beliau tersenyum —sekalipun itu hanya senyum tipis— vibes judesnya langsung luntur. Berbeda dengan Pak Davka, Tante Dean orangnya cukup ekspresif. Dalam satu menit, aku bisa melihat banyak ekspresi di wajah beliau. Bukan aku merasa menjadi pakar ekspresi, tetapi aku hanya merasa Tante Dean orangnya menyenangkan. Aku jadi curiga, barangkali segala tentang Pak Davka yang berbeda dengan Tante Dean itu dia ambil dari Ayahnya. Bisa saja, kan? “Ara ...” aku yang tadinya sedang mengetik pesan untuk Ibu, seketika menoleh begitu Tante Dean memanggilku. “Iya, Tante?” Tante Dean tampak celingukan sebentar, la