11 ~ HUBUNGAN BARU TELAH DIMULAI

2060 Words
Mobil itu sudah bergerak bersama beberapa kendaraan lain di jalan besar Kota Jakarta. Aga belum berani menatap Jessica, sejak peristiwa tadi siang. Pria itu lebih gugup dari biasanya, padahal sebelum itu tidak sama sekali. Banyak kata-kata dalam kepala, tetapi sulit untuk diungkapkan seketika. "Aga ...." "Jess ...." Aga langsung terdiam saat tahu wanita itu juga berbicara. Namun, keheningan justru kembali menyergap. "Kamu duluan aja, Jess." "Emm, oke, aku udah denger kalau minggu depan keluarga kamu mau adain ketemu sama keluargaku. Sebenernya itu kenapa?" Tepat sasaran! Jessica cukup cepat membahas topik yang sedari tadi sedang dipikirkan masing-masing. Aga belum menjawab sampai akhirnya ia membelokkan mobil itu ke sebuah pinggir jalan tepat di sisi taman kota. Mesin mobil pun berhenti sejenak untuk memberi ruang tersendiri agar Aga bisa berbicara dengan serius. "Ah iya itu ... maaf kalau bikin kamu kaget. Tante Silvi kayaknya terlalu buru-buru." "Emangnya kenapa?" Aga masih sedikit ragu untuk mengungkapkan malam itu juga. Namun, seakan semua sudah terlanjur dan nyatanya rasa itu terus menerus menciptakan tidak nyaman, membuat Aga harus segera menyatakan perasaan. "Aku mau nanya sama kamu, boleh?" Jessica mengangguk pelan dan masih menunggu ucapaan Aga selanjutnya. Matanya masih berbinar sebab suasana hati sudah terlanjur berbunga1 sedari tadi. "Kamu ngerasa ini terlalu cepet enggak? Emm, maksudku, kamu risi enggak sih kalau aku bilang mau serius sama kamu?" "Kenapa tiba-tiba?" "Aku tau mungkin selama kita kenal rasanya aku enggak begitu bisa ungkapin semua. Tapi, kadang kala pikiranku selalu ke kamu. Sorry, kalau aku langsung ngomong kayak gini, kalau kamu risi bilang aja." "Enggak kok. Kamu beneran mau serius sama aku?" Aga mengangguk, kini tatapan itu berubah menjadi serius. Keheningan yang terjadi cukup lama membuat Jessica turut dalam suasana serius. Namun, di kesempatan itu pula masih sempat dirinya mengagumi sosok pria di depannya itu. "Aku enggak tau, apa aku terlalu cepet atau enggak buat bilang ini ke kamu, tapi aku mau kamu jadi pendampingku di masa depan, Jess. Kamu wanita baik dan apa pun yang kamu lakukan selama kita kenal, bisa bikin aku ngerasa nyaman dan yakin kalau kamu pilihan yang tepat." Jessica yang sedari tadi menatap Aga dengan intens, ditambah pernyataan pria di depan matanya itu membuat ia tersentuh. Ungkapan yang keluar dari bibir Aga seolah tulus dan menciptakan sebuah keyakinan pasti dalam hati Jessica. Jessica tersenyum dan mengalihkan pandangan. Gugup dan terharu bercampur menjadi satu. Rasanya beda jika Aga yang mengatakan semua itu. Berbeda dari masa lalu yang mungkin sempat datang kemudian pergi, baru Aga yang mengungkapkan perasaan sampai membuatnya menggantungkan air mata di pelupuk. Jessica lantas mengibaskan tangan ke wajah agar air mata itu tidak jatuh. Rasa senang dalam hati terlalu besar hingga membuat bibir itu bungkam. Padahal pernyataan Aga juga sangat sederhana dan tidak ada drama bahkan tempat untuk menyatakan saja tidak seromantis kebanyakaan. "Maaf, Ga. Bentar ya ...." Jessica mulai mengatur napas dan membuat dirinya lebih tenang. "Maaf aku terlalu baper. Jujur, ini pertama kali ada cowok yang langsung mau serius sama aku. Aku bahkan enggak peduli mau itu kita kenal cepet atau lama, tapi keseriusan kayak gini yang aku tunggu selama ini. Dan setelah beberapa hati yang datang dan pergi, baru sama kamu, aku ngerasa beda." Jessica kembali diam dan mengatur napas lagi. "Maksih ya, Ga. Kamu udah percaya sama aku. Jujur aku juga udah suka sama kamu bahkan saat pertama kenal kamu. Kepribadian kamu yang aku suka, kamu juga baik, dewasa dan sama sekali enggak pernah sembarangan sama perempuan. Emm, I think you know what I mean." Aga mengangguk, paham dengan maksud ucapan Jessica. Pria itu tidak akan menutup mata jika pasti kebutuhan biologis selalu menyertai kehidupan. Tidak sedikit juga yang berkenalan sebentar berujung urusan ranjang semata. Namun, Aga sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Walau ia memang pria dewasa yang pasti membutuhkannya, Aga masih bisa menjaga semua dan tidak terburu-buru. Sejauh ini selama berdekatan dengan wanita mana pun, tidak pernah sedikit pun ia sembarangan menyentuh perempuan. Walau jika mungkin dengan apa yang dimiliki Aga mulai dari jabatan, materi, dan popularitas semua sangat mudah didapatkan termasuk wanita. "Tapi ... apa kamu juga suka sama aku, Ga?" Pertanyaan Jessica berhasil membuat Aga seketika menatap mata wanita itu lagi dan bungkam untuk beberapa detik. Hatinya masih meyakinkan diri bahwa rasa itu memang sudah tumbuh seiring waktu berjalan. Hingga akhirnya Aga melesungkan senyum, meraih tangan bebas Jessica untuk digenggam. "Aku nggak tau apa ungkapan ini udah mewakili pertanyaannmu atau gimana. Tapi sejauh ini aku nyaman di deket kamu, kita juga sering ngelewati waktu bersama, liburan bersama meskipun hanya beberapa hari. Dan semua yang kamu lakukan selama kita kenal bisa bikin aku ngerasa bahagia. Semua mengalir begitu aja, Jess. Enggak ada keterpaksaan atau apa pun saat aku ngeluangin waktu buat kita." "Aku juga ngerasain kayak gitu, Ga. Terlepas dari aku emang udah suka sama kamu, tapi aku ngerasa kamu memang beda. Dan sekarang aku tau jawabannya, makasih ya ...." "Harusnya aku yang bilang kayak gitu karena kamu udah berhasil ngeyakinin aku. Dan sekali lagi aku mau nanya, ya mungkin ini enggak romantis dan tempatnya juga nggak mendukung, tapi apa pun itu ... emm, apa kamu enggak keberatan kalau kita menjalin komitmen untuk hubungan yang lebih serius?" Jessica kembali tersenyum dan merasakan bahagia sebab perasaan itu bersambut. Tidak ada basa basi lain yang membuat bibirnya berucap, wanita itu hanya bisa memeluk Aga yang disambut hangat oleh pria itu. "Aku enggak akan nolak kalau semua memang sudah jalannya, Ga. Makasih, aku seneng banget." "Aku lebih seneng lihat kamu seneng, Jess." Tidak ada kata lain yang mampu mengungkapkan semua. Baik Jessica maupun Aga merasakan kedamaian itu. Aga percaya bahwa semua sudah tertulis dan nama Jessica mungkin salah satu yang tertulis untuk takdirnya. Malam itu, bisa dikatakan bahwa hubungan Jessica dan Aga baru saja dimulai. Komitmen itu mulai terjalin. Meskipun tidak ada pernyataan resmi, tetapi hati yang sudah mengerti satu sama lain cukup untuk membuat mereka saling memiliki dan berbagi kasih sayang. **** Dua bulan berlalu, hubungan itu semakin hangat bahkan Aga terlihat cukup bersemangat, membuatnya merasa seolah kembali menjalani kehidupan yang cerah. Berkat Jessica hari-hatinya tidak lagi monoton. Pertemuan yang diadakan dengan dalih makan malam biasa bersama keluarga Jessica dan Aga juga membuat mereka akhirnya mengenal satu sama lain dan semakin akrab. Obrolan yang memebuat Jessica tau jika Aga kehilangan kedua orang tuanya sejak lama, dan berakhir menciptakan insiatif wanita itu untuk bertekad menemani dan berusaha membuat Aga merasa bahagia serta tidak kesepian. Hari ini, Jessica kembali bertandang ke kantor di mana kekasihnya itu pasti ada di tempat. Di ruangan itu ia duduk menatap sosok yang semakin lama membuatnya kagum sebab sisi pekerja kerasnya. Namun, yang disukai Jessica adalah Aga tidak pernah menyuruhnya pergi atau apa pun yang lain meskipun terlihat sangat sibuk. Justru pria itu akan menahan dirinya dan berusaha meluangkan waktu setelahnya. Jessica menatap ke arah arloji di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang, itu artinya sudah satu jam ia berada di kantor Aga. "Aga, makan yuk ... udah jam makan siang ini, kamu enggak mau makan masakanku ya?" "Hah? Eh, bukan, Jess, sebentar lagi ya. Ini nanggung banget. Aku selesaikan dulu, baru nanti aku makan apa yang kamu bawa. Sabar bentar ya ...." Wanita itu hanya mengangguk dan kembali menunggu. Satu lagi yang disukai Jessica, Aga selalu tersenyum, menatap, dan bertutur lembut padanya. Dua bulan menjalani hubungan yang terbuka, bahkan semua keluarga tahu tentang hubungan itu ditambah beberapa karyawan Aga mungkin juga tahu, membuat semua terbilang lancar tanpa halangan berarti. Tidak ada masalah apa pun seakan dewi fortuna memihak akan kisah cinta mereka. Jessica bisa mengatakan bahwa ia beruntung memiliki sosok pria dewasa seperti Aga, saat mungkin banyak yang mendambakannya di luar sana. Lima menit berlalu, Aga mulai beranjak dari tempatnya dan menghampiri sang kekasih. Hal yang selalu ia lakukan sebelum duduk adalah mengusap kepala Jessica dengan gemas sebagai tanda kasih dan sayangnya. "Kamu bawa apa hari ini? Udah kayak catering ya?" "Kan mau jadi calon istri, biar kamu kebiasa sama masakanku dan nggak makan di luar, deh," sahut Jessica tanpa harus membungkam ucapan bahwa ia menginginkan hal itu segera terwujud. "Udah mau jadi istri aku?" "Emm, mau! Mau banget," jawab Jessica lagi tanpa ragu sedikit pun. Sifat Jessica yang periang dan apa adanya selalu membuat Aga tersenyum bahkan tertawa. Sesederhana itu kebahagiaan baginya saat ini. "Aku bawain kamu menu udang, ini ada pangsit udang gitu, terus ada nasi sama udang saus tiram dan terakhir aku juga bikinin kamu puding. Tapi ini bukan udang ya ...," ujar Jessica setelah menyusun semua menu yang ia bawa di atas meja, tepat di depan Aga. "Astaga, banyak banget, Jess. Biasanya kamu cuman bawain satu macem aja, loh. Ini kenapa banyak begini?" "Pengen aja ... ayo dong dimakan terus komen ya gimana rasanya. Enggak boleh bohong! Awas kalau bohong nanti hidungnya kayak pinokio." Aga hanya bisa tersenyum, lantas segera mengambil sebuah garpu yang ada di meja dan mencoba satu persatu masakan Jessica. Not bad, batin Aga saat satu buah pangsit masuk ke dalam mulutnya. "Ini enak, Jess. Kamu emang pinter masak, ya ...." "Beneran? Padahal aku baru nyoba bikin pangsit ini loh ... beneran enak? Enggak bohong?" Aga menggeleng dan kembali memasukan pangsit itu ke dalam mulut sebagai pembuktian bahwa ucapannya tidak berdusta. Sedangkan Jessica tersenyum lebar saat masakannya selalu cocok untuk Aga. Ia semakin bersemangat membawakan apa pun masakan untuk dimakan hari ini, esok dan seterusnya. Makan siang itu pun juga bukan Aga saja yang menikmati. Jessica turut ia ajak untuk menghabiskan semuanya. Praktis, suasana setiap makan siang itu selalu diiringi canda tawa dan obrolan ringan pelipur kelelahan. Sejak menjalin hubungan asmara dengan Jessica, Aga sadar bahwa ia juga jarang makan di luar seperti biasa, sebab wanita itu selalu membawakan sesuatu dan jika memang tidak bisa untuk ke kantor, biasanya Jessica akan menitipkan sesuatu pada karyawannya. Harusnya Aga yang memberikan perhatian itu, tetapi justru Jessica bahkan sangat memerhatikannya tanpa celah sedikit pun. Aga beruntung memiliki Jessica yang selalu mampu membawa kebahagiaan tersendiri. Rasa lelah bekerja seharian pun bisa tiba-tiba lenyap saat melihat sosoknya hadir, walau tidak setiap hari. "Oh iya gimana butik kamu? Ada kendala?" tanya Aga. "Aku masih ada desain gaun buat nikahan gitu, sih. Udah hampir selesai tinggal finishing doang. Asli deh agak ribet desain satu ini ...," keluh Jessica yang tiba-tiba menekuk bibirnya ke bawah. "Semangat dong, bukannya kamu dulu kuliah jauh-jauh ke Paris juga untuk ini? Karya kamu bakal diapresiasi orang banyak kan?" "Iya sih, aku seneng-seneng aja kok. Apalagi kalau customer aku suka sama hasilnya, rasanya seneng bangeett." "Gitu dong, semangat lagi, kalau senyum lagi kamu itu cantik banget." "Ck, gombal mulu aja ...." Aga hanya tersenyum dan selalu gemas hingga terbiasa mencubit lembut pipi Jessica. Hingga, ketukan di pintu ruangan itu membuat atensi mereka berdua teralihkan. "Sebentar ya, Jess ...." Jessica mengangguk dan mulai merapikan kotak makanan yang belum dibersihkan. Sedangkan Aga berjalan ke pintu dan membukanya. "Maaf mengganggu, Tuan," ucap Gerald yang sejenak melirik ke arah Jessica yang ada di ruangan itu. "Masuk ...." Langkah pria itu akhirnya kembali ke meja kerja dan menunggu apa yang akan di katakan tangan kanannya. "Ada undangan untuk rapat di Perancis, Tuan dan pesannya meminta anda untuk datang ke sana." "Ah, begitu? Ya sudah siapkan semuanya. Kapan rapat diadakan?" "Satu minggu dari sekarang, Tuan." Aga mengangguk dan atensinya kini beralih ke arah Jessica yang masih sibuk dengan kotak makannya. "Baiklah, kamu siapkan saja semuanya. Cek apa pun yang dibutuhkan dan minta seluruh file pada Evanders dari berbagai divisi." "Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi." Aga mengangguk dan mempersilakan sang tangan kanan itu untuk meninggalkan ruangannya. Begitu Gerald keluar, ia kenbali menghampiri Jessica. "Ada acara minggu depan?" tanya Aga tiba-tiba. "Ha? Minggu depan? Enggak, kenapa?" "Mau ikut ke Paris?" "Paris? Seriously? Aaa mauu ... aku udah hampir dua tahun enggak kesana. Kangen banget sama suasana di sana apalagi sekarang pasti udah turun salju. Duh, tapi gimana ya ... aku kan masih harus selesain tanggunganku yang itu." Aga hanya tersenyum. "Kalau bisa kamu hubungi aku, kita berangkat bersama. Kalau enggak bisa jangan ... kamu harus profesional sama pekerjaan kamu. Kapan-kapan aku bakal ajak kamu ke Paris sendiri, kita liburan lagi." "Really?" Aga mengangguk. Sedangkan, Jessica yang tadinya sedikit lesu mendadak sumringah dengan ucapan Aga. Dari Aga, ia belajar arti tanggung jawab, profesionalisme, dan kasih sayang. Dari pria itu, Jessica banyak belajar bagaimana memposisikan diri dan tentunya ilmu bisnis selain dari sang ayah. Seberuntung itu dirinya memiliki dua laki-laki yang paling ia cintai di muka bumi ini untuk sekarang. Aku benar-benar beruntung memiliki kamu, Ga, batin Jessica.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD