Ellea dan Tora makan di rumah makan tak jauh dari kantor, ada restoran ayam geprek yang cukup nikmat dimakan. Menjadi favorit bagi para karyawan. Meskipun rumah makan itu tergolong sederhana namun tetap saja soal rasa bisa menjadi juara.
Ellea paling suka makan ayam tepung yang digeprek lalu dibaluri dengan sambal hijau, tak pernah dipedulikan perutnya yang merintih dan berujung diare di pagi hari setelah memakan makanan pedas tersebut. Dia sangat suka makanan pedas.
Ellea memilih duduk di meja yang hanya ditempati oleh dua orang, di meja yang lebih panjang dia melihat teman-temannya dari divisi lain, yaitu divisi produksi. Dia mengenal mereka meski tak terlalu dekat.
“Ell,” panggil salah seorang wanita bertubuh gemuk dan berkulit putih, namanya Dena.
“Hai mbak Dena,” sapa Ellea yang kemudian menghampiri Dena, dia pun meminta Tora memesankan makanan untuknya.
“Hai semua,” sapa Ellea mencoba ramah, teman-teman satu ruangan Dena pun menyapanya. Mereka tak terlalu dekat namun tetap saling mengenal nama.
“Berdua Tora doang?” tanya Dena.
“Iya, mbak, mau sama siapa lagi?” kekeh Ellea.
“Oiya kemarin ibunya Kenzi meninggal ya? Dia sudah masuk hari ini?” tanya Dena, wajar jika dia bertanya pada Ellea, karena mereka satu lantai dan satu departmen meski beda bagian.
“Belum, Mbak. Mungkin besok atau lusa, atau besoknya lagi,” ucap Ellea menutupi perasaan yang sebenarnya, dia pun tak tahu kapan Kenzi akan masuk. Dena dan Kenzi seusia, wajar jika mereka hanya saling menyebut nama.
“Tuh, Ver belum tahu kapan masuknya, makanya kamu ke sana dong, ucapin belasungkawa kek,” sergah Dena pada salah satu temannya. Yang disebut namanya hanya tersenyum tak enak seraya menendang kaki Dena dari bawah meja. Ellea mulai merasakan perasaan yang tidak enak. Ya dia tahu Dena pernah menjodohkan wanita bernama Vera itu dengan Kenzi. Namun Ellea tidak tahu apakah hubungan mereka berkembang setelah itu?
Ellea tak pernah mau mencari tahu, terlalu sakit jika dia mengetahuinya. Cinta memang membutakannya. Dia menutup mata akan hal itu.
“Mbak aku ke sana dulu ya,” tutur Ellea, kebetulan Tora sudah duduk di meja yang mereka inginkan tadi. Dena hanya tersenyum dan melambaikan tangan.
“Sudah pesan?” tanya Ellea.
“Sudah, sebentar lagi juga diantar. Itu Mbak Dena kan? Sama cewek yang katanya di-mak comblangin dengan Kenzi?” tanya Tora setengah berbisik. Ellea mengangguk. Waitress datang membawakan minuman yang Kenzi pesan.
“Mereka sudah jalan?” tanya Kenzi lagi karena Ellea hanya terdiam, menyeruput es teh manis.
“Entah,” jawab Ellea seraya mengangkat bahunya acuh.
“Sudahlah lepasin saja Kenzi, mending sama mas Nando deh, ya meskipun dia enggak sekeren Kenzi, dan sudah punya anak, tetap saja dia suka banget sama lu.”
“Lepasin Kenzi, enak aja! Setelah tiga tahun gue berjuang buat dia main lepasin gitu aja, nanti deh. Lagian setiap gue mau lepasin dia juga ujung-ujungnya balik lagi terus,” seloroh Ellea tak terima.
“Ya sih, gue juga heran, apa yang dimau si Kenzi itu?”
“Dia maunya cewek single, perawan, tanpa buntut. Yang keluarganya dari keluarga terpandang kayak Vera itu yang ayahnya berseragam. Bukan kayak ayah gue yang hanya seorang buruh,” tutur Ellea menyisakan getir.
“Kayak oke aja tuh orang?!”
“Biar aja enggak usah pikirin.”
“Sebel aja gue sama orang sok kayak gitu, kecuali dia tampan, tajir, ini kan dia juga biasa-biasa aja. Enggak ngaca banget. Apa perlu gue kirim kaca?”
Ellea hanya tertawa, temannya ini memang agak julid, bahkan tak jarang orang mengatainya seperti perempuan. Namun Ellea tak peduli, dia nyaman dengan Tora.
“Chagiya!” ringtone notifikasi Ellea berbunyi, ringtone itu hanya dipakai untuk notifikasi pesan dari Kenzi. Dia dengan cepat membuka layar kuncinya. Bertepatan dengan datangnya makan siang mereka.
“Masuk kerja?” tanya Kenzi.
“Masuk,” jawab Ellea, lalu dia mengirim foto makan siangnya. “Lagi makan sama Tora. Mas sudah makan?” tanya Ellea.
“Sudah.” Kenzi mengirim foto makan siangnya, dengan gado-gado.
“Mbak Dena tanya, katanya kapan mas masuk kerja. Kayaknya ada yang kangen,” tulis Ellea. Yang kemudian hanya dibaca Kenzi tanpa berniat membalasnya.
“Iyuh!” cibir Ellea seraya meletakkan ponsel itu kembali. Saat dia tengah makan ponsel itu berbunyi lagi, pesan dari Kenzi. “Lusa.”
Ya hanya itu yang membuat Ellea malas membuka kunci layarnya. Lagi pula tangannya sudah penuh dengan sambal.
“Kenapa ya di kantor kita masih ada larangan nikah dengan sesama karyawan? Pasti salah satunya harus mengalah? Padahal setahu gue ya di depnaker sudah memperbolehkan lho?” ujar Tora secara tiba-tiba.
“Kan tiap perusahaan punya kebijakan sendiri,” ucap Ellea.
“Kalau lu nikah dengan karyawan kantor kita, elu bakalan ngalah?”
“Tergantung nikahnya sama siapa? Kalau yang gajinya di atas gue, enggak apa-apa gue ngalah. Nanti gue coba cari kerja tempat lain meski pun akan terpentok umur.”
“Ya sudah kalau sama mas Nando, elu enggak perlu cari kerja tempat lain, dia pernah bilang kan mau lu jadi ibu rumah tangga aja?”
“Jangan bahas dia terus ih, males makan nih gue jadinya.”
“Caelah ngambek, dibalikkin hatinya jadi cinta mati sama dia baru tau rasa lu,” kekeh Tora membuat Ellea menggeleng. Jangan sampai. Meskipun tetap tak menutup kemungkinan. Tapi kan dia sudah menikah!
***
Ellea Khanza Humaira, menjadi nama yang paling sering tertulis di bagian pembelian barang. Perusahaan produksi makanan olahan itu memang cukup terkenal. Produknya sudah berada di mana-mana baik minimarket kecil maupun supermarket besar. Bahkan di tahun ini saja produk makanan tersebut sudah mulai dijual di pasaran global.
Pekerjaan Ellea bisa dibilang banyak yang minati, divisinya merupakan salah satu divisi dengan gaji yang cukup besar. Terlebih dia sudah sepuluh tahun lebih bekerja di tempat ini. Meskipun begitu kebutuhan hidup orang tuanya pun ikut ditanggungnya, belum lagi sekolah anak-anak yang membuat Ellea terkadang harus gali lobang dan tutup lobang. Mungkin jika tahun ini gajinya dinaikkan dia bisa sedikit bernapas lega. Sudah beberapa tahun ini gajinya belum naik karena perubahan penilaian yang membuat satu divisi harus saling bersaing.
Atasan Nando akan pensiun dalam dua tahun mendatang. Desas desus Nando menjadi manager umum sudah terdengar. Dan pesaingnya adalah Kenzi yang juga merupakan head section bagian Finance. Jika Nando naik menjadi manager umum, kemungkinan besar Ellea akan naik menjadi Head Section Purchasing.
“Mbak Ellea, ini memorandum sudah full tanda tangan ya, mbak kalau bisa barangnya jangan terlalu lama ya, yang lama sudah rusak, kita pakai barang milik divisi lain, enggak enak mbak,” tutur salah satu admin dari bagian produksi. Biasanya office boy yang mengantar dokumen permohonan pembelian untuk Ellea, namun admin itu yang mengirim langsung. Pasti barangnya sangat urgent.
“Siap, kemarin juga saya sudah siapkan memo pembeliannya, jika sudah diapprove saya akan langsung pesan, ditunggu saja ya semoga enggak sampai seminggu barangnya tiba,” tutur Ellea. Gadis manis itu tersenyum lalu melirik ke arah Tora.
“Makasih Mbak Ellea, mas Tora,” ucapnya seraya menunduk sopan.
“Sama-sama,” balas Ellea dan Tora, lalu gadis itu meninggalkan mereka berdua.
“Saingan lo,” bisik Tora ketika mengetahui bahwa gadis itu sudah pergi cukup jauh.
“Saingan?”
“Katanya Kenzi sempat jalan sama dia,” tutur Tora membuat Ellea mengangkat sebelah alisnya. Kenzi memang diketahui sempat dekat dengan beberapa wanita. Ellea tak bisa memungkiri Kenzi cukup tampan, bahkan banyak wanita yang ingin jalan dengannya. Justru tak banyak orang yang tahu bahwa Ellea dan Kenzi sempat dekat.
“Tia, pernah jalan sama Kenzi? Kapan?” tanya Ellea menyebut nama gadis itu.
“Tanya atasan Tia aja, kayaknya dia yang jodohin,” tutur Tora.
“Kok lo bisa tahu banyak gosip sih? Curiga admin akun lambe deh lu?” Tora menoyor kepala Ellea yang membuat Ellea justru tertawa.
“Kadang enggak sengaja ngobrol sama bagian lain, tahu-tahu nama Kenzi disebut, jadi nguping deh gue,” tutur Tora.
“Cowok suka gibah juga ya?”
“Jangan heran, gibah mereka lebih dahsyat cuy, sudah pesan barangnya sana nanti cewek itu ke sini lagi, alasan ngirim langsung padahal pengen curi pandang sama Kenzi, sayang aja orangnya belum masuk,” tutur Tora. Ellea mengangguk-angguk. Lalu saat dia tengah sibuk dalam pekerjaannya datanglah notifikasi pesan dari Kenzi yang mengirim foto sebuah hotel. Ellea membalasnya.
“Di mana itu?”
“Lima belas menit dari kantor, jumat besok temani check in mau?” balas Kenzi.
“Mau malam pertama?” tulis Ellea dengan senyum lebar tercetak di bibirnya.
“Kalau kamu mau.”
“Oke,” balas Ellea lagi. Lalu dia mengunci layar ponselnya. Bukankah harusnya dia senang, saat itu tiba juga. Dia telah menikah kini, dia berharap hubungan suami istri bisa mempererat hubungan mereka berdua. Sungguh. Dia tak mau kehilangan Kenzi.
***